Press "Enter" to skip to content

Tujuan Pertama Sakramen Perkawinan Adalah

Dalam ajaran Katolik, perkawinan merupakan sebuah sakramen, yaitu tanda cinta kasih Tuhan kepada manusia. Sakramen ini berupa upacara pemberkatan bagi pasangan yang sama-sama telah dibabtis, dan akan disempurnakan dengan persetubuhan. Sehingga seringkali gereja enggan untuk melakukan sakramen perkawinan bagi mereka yang sebelumnya sudah pernah menikah.

Walau demikian, memang di Perjanjian Lama banyak sekali praktik yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dalam hal perkawinan, yaitu poligami.

Dalam perkawinan, terdapat empat sifat yang harus dipenuhi, yaitu monogami, tak terceraikan, tanda cinta kasih Allah, dan memiliki tujuan. Kita bisa melihat Kitab Hukum Kanonik 1013 tahun 1917, yang mengatakan bahwa tujuan utama dari pernikahan adalah prokreasi dan pendidikan anak.

Dan baru-baru ini Paus Fransiskus juga mengeluarkan nubuatnya mengenai pernikahan, yaitu bahwa wanita dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama, atau yang lebih mendalam lagi, bahwa aspek menyatukan pasangan dalam pernikahan lebih besar daripada aspek prokreasi. Dalam acara pemberkatan, janji tersebut disaksikan paling tidak oleh imam dan dua orang saksi. Seperti yang terdapat pada janji pemberkatan, mempelai bersedia untuk bersama-sama ada dalam suka maupun duka. Keterbukaan ini diperkuat dengan adanya hubungan suami istri dalam kristen yang menggambarkan salah satu karunia, yaitu cinta timbal balik. Maka dari itu, penting sekali bagi keluarga baru untuk menjadikan Tuhan sebagai pondasi dan dasar dalam segala keputusan.

Jelaskan 3 alasan perkawinan Katolik adalah sakramen

3 alasan perkawinan menjadi sakramen di dalam gereja katolik Pengkudusan cinta suami istri merupakan alat dan sarana keselamatan pribadi Allah sendiri hadir di dalam ikatan persatuan suami istri yang menjamin kesetiaan, bahwa apa yang dipersatukan Allah jangan diceraikan manusia.

Berdasarkan makna sakramen dalam gereja katolik, perkawinan dimasukkan ke dalam sakramen karena di dalam sakramen perkawinan ada persatuan antara dua manusia di dalam kehidupan gereja, yang merupakan tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah.

Di dalam sakramen perkawinan terjadi persatuan antara hubungan suami dan istri, umat dengan gereja, dan umat dengan Allah. Didalam perkawinan juga ada campur tangan Allah, dimana apa yang dipersatukan Tuhan jangan diceraikan manusia, sebagai tanda keselamatan manusia.

Kata kunci: sakramen, perkawinan, katolik, gereja, panggilan, sarana, tanda, keselamatan

Apakah tujuan Sakramen Perkawinan? – katolisitas.org

Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik. NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja.

Suzy Muliani Sistem katekese – Iman yang mencari pengertian Terobosan terbaru dalam dunia Katekis 5 Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Missourini Harianto Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Salut n bangga u/Pak Stefanus Tay n Ibu Ingrid Tay. Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik. NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja.

√ 5 Tujuan Sakramen Perkawinan dalam Katolik

Sakramen ini berupa upacara pemberkatan bagi pasangan yang sama-sama sudah dibaptis dan akan disempurnakan dengan persetubuhan. Meski demikian di Perjanjian Lama banyak sekali praktik yang tak sesuai dengan kehendak Allah dalam hal perkawinan, yakni poligami. Di Perjanjian Baru Tuhan mengatakan karena ketegaran hari umat Israel, Musa membolehkan umatnya untuk menceraikan istrinya namun bukan seperti itu rencana Allah pada awalnya.

Ada empat sifat dasar yang harus dipenuhi dalam perkawinan, yakn monogami, tak terceraikan, tanad cita kasih Allah, dan memiliki tujuan.

Pada tahun 1950-an, umat Katolik ditanamkan pengertian bahwa pernikahan memiliki dua tujuan, yakni melahirkan anak dan untuk menyatukan suami istri. Lalu diterbitkan Kitab Hukum Kanoik yang baru pada tahun 1983 dan memuat tentang tujuan pernikahan Kristen.

Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. Paus Fransiskus juga mengeluarkan nubuatnya tentang pernikahan, yakni bahwa wanita dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama atau lebih mendalam lagi.

Keterbukaan ini diperkuat dengan adanya hubungan suami istri dalam Kristen yang menggambarkan karunia cinta timabl balik.

Agar pernikahan tak hambar, pasangan sebaiknya memiliki tujuan beasr dan berusaha untuk salign bersama mencapainya. Karena jika pernikahan hanya untuk kebahagiaan, mereka akan cenderung cepat bosan satu sama lain apabila tak lagi menemukan sesuatu yang menarik bagi pasangan. Tidak hanya memenuhi kebutuhan materi namun juga meluangkan waktu berkualitas dengan anak dan mengajarkan ke gereja sejak dini.

Semoga bisa menjelaskan kepada Anda tentang makna serta tujuan sakramen perkawinan dalam agama Katolik.

Hukum Gereja Mengenai Pernikahan Katolik

Perkawinan Katolik itu pada dasarnya berciri satu untuk selamanya dan tak terceraikan. Monogam berarti satu laki-laki dengan satu perempuan, sedang indissolubile berarti, setelah terjadi perkawinan antara orang-orang yang dibaptis (ratum)secara sah dan disempurnakan dengan persetubuhan, maka perkawinan menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian. Perkawinan semacam ini pada umumnya diadakan antara mereka yang dibaptis dalam Gereja Katolik (keduanya Katolik), tetapi dapat terjadi perkawinan itu terjadi antara mereka yang salah satunya dibaptis di Gereja lain non-Katolik.

Gereja mengikuti teori dari Paus Alexander III (1159-1182) bahwa perkawinan sakramen mulai ada atau bereksistensi sejak terjadinya kesepakatan nikah .

Objek kesepakatan nikah adalah kebersamaan seluruh hidup (consortium totius vitae yang terarah pada 3 tujuan perkawinan di atas. Gereja mempunyai kuasa untuk mengatur perkawinan warganya, meski hanya salah satu dari pasangan yang beriman Katolik.

Artinya, perkawinan mereka baru sah kalau dilangsungkan sesuai dengan norma-norma hukum kanonik (dan tentu ilahi). Karena bersifat Gerejani, maka negara tidak mempunyai hak apapun untuk menyatakan sah/tidaknya perkawinan Katolik maupun perkara di antara pasangan yang menikah. Kalau pihak non katolik kemudian hari menjadi katolik dan percaya bahwa dirinya adalah sakramen, maka perkawinan mereka otomatis menjadi sakramen, tidak perlu ada pembaruan pernikahan beda agama yang telah mereka lakukan di gereja.

Yang paling sedikit berbeda antara upacara sakramen dengan pemberkatan paling adalah pertanyaan penyelidikan atas kesediaan pasangan, rumusan janji, doa dari imam, juga pihak non katolik tidak diwajibkan untuk berdoa secara katolik tentu saja. Yang mengganggu biasanya justru kalau pernikahan itu dilangsungkan di mesjid karena pihak katolik harus mengucapkan syahadat, atau di beberapa gereja protestan karena pihak katolik harus dibaptis secara protestan. Semua dipanggil, tetapi kalau belum terpilih ya tidak akan pernah menjadi orang katolik.

Perkawinan adalah peristiwa sadar dan terencana, maka tidak ada yang disembunyikan dari pihak katolik.

TUJUAN PERKAWINAN KATOLIK

Kalau kita hadir dalam suatu pemberkatan nikah di Gereja, salah satu bagian penting dalam acara tersebut adalah masing-masing pengantin mengucapkan janji perkawinan di hadapan Tuhan, imam, dan dua orang saksi, dan hadirin lainnya. Janji kasih itu sendiri sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali. Menarik bahwa istilah latin yang dipakai untuk mengungkapkan hakekat ini adalah ‘consortium totius vitae’, artinya: senasib-sepenanggungan dalam suka dan duka. Ungkapan ini sangat sederhana, namun begitu kaya dan tidak selalu mudah untuk mewujudkannya.

Dalam hal ini sangat dibutuhkan semangat kerendahan hati, keterbukaan, dan saling mau berkorban. Pengalaman menunjukkan bahwa mengandalkan kekuatan sendiri sering terasa terlalu berat mewujudkan janji tersebut.

Perkawinan sering mudah terasa hambar karena dorongan yang paling dalam ini tinggal sedikit, bahkan hampir lenyap. Untuk dapat terus membahagiakan pasangannya, penting sekali sikap-sikap yang mendukung arah tersebut, misalnya:

Karena persetubuhan merupakan ungkapan puncak dari cinta perkawinan, maka perlu dilaksanakan secara manusiawi.

Namun masih ada buah-buah lain dari suatu perkawinan, misalnya: kedamaian dan kebahagiaan hati hidup bersama dengan pasangannya. Jadi melalui perkawinan, pasangan suami-isteri dipanggil untuk saling membahagiakan dan menyempurnakan diri di hadapan Tuhan.

Hakikat dan Tujuan Perkawinan Katolik

Dengan mempelajarinya diharapkan setiap orang menjadi tahu dan bila pada akhirnya memilihnya sebagai jalan hidup, orang tidak salah dalam melangkah pada pilihan yang sangat menentukan dalam hidup ini. Untuk itu orang hendaknya memperlengkapi diri dengan bacaan-bacaan atau bahan-bahan tentang Perkawinan Katolik.

Namun dalam hal ini pasangan calon perkawinan akan dibantu dengan sarana yang namanya penyelidikan secara hukum kanonik (akan ditulis secara khusus apa itu penyelidikan kanonik di artikel yang lain).

Tujuan penyelidikan kanonik ini disamping untuk mengetahui soal apakah perkawinan yang sedang disiapkan ada halangannya atau tidak (akan ditulis di artikel yang lain) juga untuk menyamakan persepsi kedua calon menikah itu tentang istilah “saling mencintai” itu. Jika syarat minimal terpenuhi, hal itu menjadikan seseorang punya hak untuk mendapatkan haknya. Selanjutnya perkawinan, baru boleh dilangsungkan jika pasangan mau hidup bersama dengan saling mencintai tanpa syarat apapun. Oleh karena itulah isijanji perkawinan itu adalah “akan tetap setia dalam segala situasi”. Tentang pertanyaan kenapa harus berjanji dan terikat oleh janji, kita sudah mendapatkan jawabannya dalam pengertian perkawinan di atas.

Intinya perjanjian harus diucapkan atau dilakukan, supaya orang tahu bahwa pasangan laki-laki perempuan itu memang benar-benar mau menikah. Sebabjustru apa yang bebas dipilih dan diputuskan untuk dilakukan dengan sadar, tanpa paksaan, dengan pengertian dan tanggungjawab yang penuh, lalu dijanjikan, tentu tidak ada lain selain dipenuhi tanpa syarat apapun. Dengan diucapkan di depan para saksi yang hadir, maka perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat tanggungjawab si pengucap janji secara tetap dan tidak dapat ditarik kembali.Pasangan harus berjanji secara formal di depan Imam sebagai saksi peneguh dan dua orang saksi dari pihak masing-masing serta umat yang hadir, dan secara nonformal sebetulnya pada semua orang yang tahu bahwa mereka akan menikah atau sudah mengucapkan janji perkawinan itu. Jadi janji merekaitu sudah punya kekuatan hukum formal baik secara sipil maupun keagamaan.

Akan sangat berbeda bila mereka berjanji antar mereka sendiri, di hutan atau di manapun pada bulan dan bintang, atau matahari sekalipun, tentu tidak akan ada pengaruh hukum dan tanggungjawab moralnya. Misalnya dalam hal pendapatan keuangan tolok ukurnya adalah UMR di daerah atau suatu negara. Secara lahiriah, jasmaniah/badaniah orang akan disebut sejahtera bila semua kebutuhan lahiriahnya terpenuhi dengan cukup. Tapi kalau orang sudah disebut sejahtera pastilah ia bahagia, karena seluruh kebutuhannya terpenuhi.

Kesejahteraan akan menjadi lengkap dan penuh bila kebutuhan pada kedua sisinya terpenuhi. Tujuan penerusan keturunan atau kelahiran anak menjadi sesuatu yang hakiki dalam perkawinan katolik.

Suami istri dipanggil untuk ikut serta dalam karya kelangsungan penciptaan Allah di dunia. Hal ini merupakan tugas perutusan yang sangat khas bagi pasangan suami-istri, karena hadirnya secara berkelanjutan generasi manusia untuk mengisi muka bumi.

Di samping bahwa kelahiran anak dalam keluarga akan membawa kebahagiaan tersendiri, hadirnya anak akan menjadi sarana agar cinta kasih Allah Tritunggal atau cinta yang berdimensi triniter dapat dihayati secara lengkap dalam keluarga.

Demikian gambaran singkat mengenai hakikat dan tujuan perkawinan katolik, yang oleh Kristus sendiri telah diangkat kepada martabat sakramen. Jadi perkawinan adalah juga tanda dan sarana keselamatan dari Allah bagi manusia.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.