Arti dari bahtera perkawinan dapat masuk ke dalam jenis kiasan sehingga penggunaan bahtera perkawinan dapat bukan dalam arti yang sebenarnya.
Perkawinan Katolik Menggali simbol simbol perkawinan adat suku Dayak Tunjung sebagai ungkapan dalam perkawinan Gereja Katolik di Kec. Linggang Bigung, Kab. Kutai Barat, Kalimantan Timur
42 Pada bab sebelumnya, telah diuraikan mengenai perkawinan adat suku Dayak Tunjung di kabupaten Kutai Barat. Hanya saja yang membedakan adalah pemahaman orang risten tentang apa artinya dihubungkan satu sama lain “di dalam Tuhan” Cooke, 1991:43.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 Landasan persekutuan hidup suami istri kita jumpai pertama dalam Kitab Suci.
Maka dengan demikian dapat disimpulkan pandangan Yesus mengenai hakikat perkawinan sebagai berikut: perkawinan ialah kesatuan erat antara seorang pria dan seorang wanita, yang dipersatukan oleh Allah sendiri, sedemikian erat sehingga keduanya bukan lagi dua melainkan satu Hadiwardoyo, 1988: 22.
Pra Konsili Vatikan II, Gereja masih memandang dimensi persekutuan hidup pria dan wanita dalam perkawinan lebih sebagai kontrak. Pandangan Kitab Hukum Kanonik 1917 yang terkesan statis ini mengalami perkembangan dengan munculnya berbagai refleksi teologis-sistematis tentang perkawinan antara tahun 1950-1960 Rubiyatmoko, 2011:18.
Secara singkat tujuan perkawinan katolik dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kebahagiaan atau kesejahteraan suami istri bonum coniugum Pasangan suami istri yang hendak menikah harus memiliki suatu kehendak bahwa mereka nantinya akan saling membahagiakan dan menyejahterakan pasangannya. Kasih suami istri merupakan cinta kasih dasariah untuk mengupayakan apa yang baik bagi pasangannya Susianto Budi, 2015:8. b. Keterbukaan pada kelahiran bonum prolis Kelahiran anak sebagai tujuan perkawinan tidak bermaksud bahwa keluarga tersebut nantinya harus memiliki anak. Maka, jika pasangan suami istri secara jelas menolak kehadiran anak dalam perkawinannya, tentu saja ini bertentangan dengan hakikat dan tujuan dari perkawinan katolik. 47 a. Unitas kesatuan Menjadi suami dan istri berarti suatu perubahan total dalam kehidupan seseorang. Dalam Kej 2:24 dikatakan: “Seorang laki-laki meninggalkan ayah ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Di sinilah letak ajaran Gereja, bahwa sifat tak-dapat-diputuskan perkawinan indissolubilitas mempunyai dasar dan kekuatannya dalamKristus.
Paham perkawinan sebagai sakramen berasal dari ajaran Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus 5:11-33. Dalam surat Efesus tersebut dijelaskan bahwa hubungan cinta kasih suami istri bukan hanya luhur dan mulia tetapi bersifat ilahi, karena di kehendaki oleh Allah dan menunjuk kepada kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya Susianto Budi, 2015:9.
Dengan kata lain, lewat sakramen perkawinan kesetiaan yang tak terceraikan antara suami istri mendapat makna baru dan lebih mendalam.
Apa simbol-simbol perkawinan dan nilai-nikai perkawinan dalam agama Katolik? Sebut dan Jelaskan !
Kerangka dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi, semotika, konsep makna, interaksi simbolik, interpretasi budaya dan simbol-simbol non verbal.
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII
Sebab ia membutuhkan perpaduan aneka ragam kebajikan dan sifat khas dari bermacam-macam karier khusus. Melihat simbol perkawinan di masyarakat Perhatikan gambar-gambar berikut ini!Sumber: http://wol.jw.org.Diakses tgl. 2) Diskusikan dalam kelompok kecil pertanyaan-pertanyaan berikut ini: a) Apa makna simbol bahtera/kapal berkaitan dengan perkawinan?b) Apa makna simbol cincin?c) Apa makna simbol peraduan burung?3) Setelah mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan tersebut, sekarang coba simak tulisan berikut ini.a) Makna Perkawinan Menurut Peraturan Perundang-undangan• Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, di mana sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga unsur batin/rohani.• Undang-Undang No.
Di mulai dari lamaran, lalu memberi mas kawin (belis), kemudian peneguhan, dan seterusnya. Tuliskan pasal dan ayatnya!16 Kelas XII SMA/SMK 2) Sekarang cobalah menyimak teks-teks Kitab Suci berikut ini dan bandingkan dengan teks Kitab Suci yang kamu temukan!Kejadian 2:18-2518TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. 12Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina.”b. Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. Ikatan suci demi kesejahteraan suami-istri dan anak maupun masyarakat itu, tidak tergantung dari manusiawi semata-mata.
Menurut sifat kodratinya lembaga perkawinan dan cinta kasih suami-istri bertujuan untuk 18 Kelas XII SMA/SMK mendapatkan keturunan serta pendidikan. Persatuan mesra itu, sebagai saling serah diri antara dua pribadi, begitu pula kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami istri yang sepenuhnya, dan tidak terceraikannya kesatuan mereka menjadi mutlak perlu.Kristus Tuhan melimpahkan berkat-Nya atas cinta kasih yang beranekaragam itu, yang berasal dari sumber cinta kasih Ilahi, dan terbentuk menurut pola persatuan-Nya dengan Gereja.
Selanjutnya Ia tinggal beserta mereka supaya seperti Ia sendiri mengasihi Gereja dan menyerahkan Diri untuknya, begitu pula suami-istri dengan saling menyerahkan diri dan mengasihi dengan kesetiaan yang tak kunjung henti. Mereka akan membalas budi orang tua dengan cinta mesra, rasa syukur, ungkapan terima kasih 19Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekertidan kepercayaan, serta akan membantu orang tua di saat mengalami kesukaran dan menemani mereka dalam kesunyian di usia lanjut.
Status janda, sebagai kelangsungan panggilan berkeluarga ditanggung dengan keteguhan hati, dan hendaknya dihormati oleh semua orang. 48).Pengabdian kepada manusiaUmat manusia zaman sekarang terpukau oleh rasa kagum akan berbagai penemuan serta kekuasaannya sendiri.
Konsili tidak dapat menunjukkan secara lebih jelas-tentang kesetiakawanan, penghargaan, serta cinta kasih Umat itu terhadap seluruh keluarga manusia yang mencakupnya, selain dengan menjalin temuwicara tentang pelbagai hal.
Konsili menerangi permasalahan itu dengan cahaya Injil, menyediakan bagi manusia daya-kekuatan pembawa keselamatan, yang oleh gereja, dibawah bimbingan Roh Kudus, diterima dari pendirinya.
Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka dan pengurusan rumah tangga oleh ibu, terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih muda, perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan. Hendaknya para pendidik itu menjaga jangan sampai memaksa mereka, langsung atau tidak langsung untuk mengikat pernikahan atau memilih orang tertentu menjadi jodoh mereka.Demikianlah keluarga, lingkup berbagai generasi bertemu dan saling membantu untuk meraih kebijaksanaan yang lebih penuh, dan memadukan hak pribadi-pribadi dengan tuntutan hidup sosial lainnya, merupakan dasar bagi masyarakat. Hak orang tua untuk melahirkan keturunan dan mendidiknya dalam pangkuan keluarga juga harus dilindungi. Untuk mencapai tujuan itu semangat iman kristiani, suara hati moril manusia; dan kebijaksanaan serta kemahiran mereka yang menekuni ilmu-ilmu suci, akan banyak membantu.
• Menuliskan sebuah doa atau puisi untuk orang tua.Doa PenutupYa Allah Yang Mahasetia, Engkau telah menguduskan cinta kasih suami istri dan mengangkat perkawinan menjadi lambang persatuan Kristus dengan Gereja. Menyimak berita“Sebuah konferensi tentang keluarga yang disponsori oleh Vatikan berakhir pada Jumat di Manila dengan seruan bagi umat Katolik Asia untuk melawan aborsi, kontrasepsi, dan pernikahan sesama jenis se-bagai “ancaman terhadap eksistensi keluarga”.Next >
Indah dan Dalamnya Makna Sakramen Perkawinan Katolik – katolisitas.org
Teman kuliah sekelas saya ada yang lulusan sekolah pendeta, sebelum menjadi seorang Katolik. many things, but I should say, first and foremost, is the Church teaching regarding Marriage” (Banyak hal, namun yang terutama, adalah ajaran Gereja tentang Perkawinan). Ini adalah sesuatu yang layak kita renungkan, karena sebagai orang Katolik, kita mungkin pernah mendengar ada orang mempertanyakan, mengapa Gereja Katolik menentang perceraian, aborsi dan kontrasepsi, mengapa Gereja umumnya tidak dapat memberikan sakramen Perkawinan (lagi) kepada wanita dan pria yang sudah pernah menerima sakramen Perkawinan sebelumnya, atau singkatnya, mengapa disiplin mengenai perkawinan begitu ‘keras’ di dalam Gereja Katolik. Walaupun dalam Perjanjian Lama perkawinan monogami (satu suami dan satu istri) tidak selalu diterapkan karena kelemahan manusia, kita dapat melihat bahwa perkawinan monogami adalah yang dimaksudkan Allah bagi manusia sejak semula. Jadi, perkawinan antara pria dan wanita berkaitan dengan penciptaan manusia menurut citra Allah. Kasih yang timbal balik, setia, dan total tanpa batas antara Allah Bapa dengan Yesus Sang Putera ‘menghasilkan’ Roh Kudus.
Pada Perjanjian Lama, kita dapat membaca bagaimana Allah menjadikan Yerusalem (bangsa Israel) sebagai istri-Nya (Yeh 16:3-14; Yes 54:6-dst; 62:4-dst; Yer 2:2; Hos 2:19; Kid 1-dst) untuk menggambarkan kesetiaanNya kepada umat manusia. Pada Perjanjian Baru, Yesus sendiri menyempurnakan nilai perkawinan ini dengan mengangkatnya menjadi gambaran akan hubungan kasih-Nya kepada Gereja-Nya (Ef 5:32). Melihat keagungan makna perkawinan ini tidaklah berarti bahwa semua orang dipanggil untuk hidup menikah.
(KGK 1601) Hal ini berkaitan dengan gambaran kasih Allah yang bebas (tanpa paksaan), setia, menyeluruh dan ‘berbuah’. Sakramen Perkawinan juga mengangkat hubungan kasih antara suami dengan istri, untuk mengambil bagian di dalam salah satu perbuatan Tuhan yang ajaib, yaitu penciptaan manusia. Syarat ketiga adalah, mengingat pentingnya kesepakatan yang bebas dan bertanggung jawab, maka perjanjian Perawinan ini harus didahului oleh persiapan menjelang Perkawinan.
(KGK 1639) Atas dasar inilah, maka Perkawinan Katolik yang sudah diresmikan dan dilaksanakan tidak dapat diceraikan. Ikatan perkawinan yang diperoleh dari keputusan bebas suami istri, dan telah dilaksanakan, tidak dapat ditarik kembali.
Sejak jaman Kristen awal, Perkawinan merupakan gambaran dari kasih Kristus kepada GerejaNya, sehingga ia bersifat seumur hidup, monogami, dan tak terceraikan. Tetapi jika ia menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan yang lain, ia juga berbuat zinah.” (The Shepherd of Hermas, 4:1:6) St. Ignatius dari Antiokhia (35-110), dalam suratnya kepada St. Polycarpus, mengajarkan kesetiaan antara suami istri, dan bahwa suami harus mengasihi istrinya seperti Tuhan Yesus mengasihi Gereja-Nya. [5] Perkawinan sebagai lambang persatuan antara Kristus dan Gereja ditekankan kembali oleh St. Leo Agung (440-461). St. Yustinus Martyr (151): “Yesus berkata begini: “Barangsiapa melihat dan menginginkan seorang wanita, ia telah berbuat zinah di dalam hatinya di hadapan Tuhan.” Dan, “Barangsiapa kawin dengan seseorang yang telah dicerikan suaminya, berbuat zinah.” Menurut Guru kita, seperti mereka yang berdosa karena perkawinan kedua…, demikianlah juga mereka berdosa karena melihat dengan nafsu kepada seorang wanita.
Ia menentang bukan saja mereka yang telah berbuat zinah namun mereka yang ingin berbuat zinah; sebab bukan hanya perbuatan kita yang nyata bagi Tuhan tetapi bahkan pikiran kita (St. Justin Martyr, First Apology 15) St. Ignatius dari Antiokhia (35-110), dalam suratnya kepada St. Polycarpus, mengajarkan kesetiaan antara suami istri, dan bahwa suami harus mengasihi istrinya seperti Tuhan Yesus mengasihi Gereja-Nya. [6] Perkawinan sebagai lambang persatuan antara Kristus dan Gereja ditekankan kembali oleh St. Leo Agung (440-461).
[8] Karena persatuan ini, maka seseorang tidak dapat menikah lagi selagi pasangan terdahulu masih hidup, sebab jika demikian ia berzinah.
[10] Origen (185-254) mengajarkan bahwa Tuhanlah yang mempersatukan sehingga suami dan istri bukan lagi dua melainkan ‘satu daging’. St. Yohanes Krisostomus (347-407), menjelaskan bahwa di dalam ayat, “Apa yang telah dipersatukan Tuhan, janganlah diceraikan manusia” (Mat 19:6), artinya adalah bahwa seorang suami haruslah tinggal dengan istrinya selamanya, dan jangan meninggalkan atau memutuskan dia. Hak perkawinan telah diberikan kepadamu untuk alasan ini; supaya kamu tidak jatuh ke dalam dosa dengan wanita asing.
‘Jika kamu terikat dengan seorang wanita, jangan bercerai; sebab kamu tidak diizinkan untuk menikah dengan orang lain, selagi istrimu masih hidup.” (St. Ambrosius, Abraham 1:7:59)”Dengarkanlah hukum Tuhan, yang bahkan mereka yang mengajarkannya harus juga mematuhinya: “Apa yang dipersatukan Allah, jangan diceraikan manusia” (Commentary on Luke 8:5) St. Hieronimus (396): “… Sepanjang suami masih hidup,… meskipun ia berzinah.. atau terikat kepada berbagai kejahatan, jika ia [sang istri] meninggalkannya karena perbuatan jahatnya, ia [suaminya itu] tetaplah adalah suaminya dan ia [sang istri] tidak dapat menikah dengan orang lain.” (St. Jerome, Letters 55:3). St. Paus Innocentius I (408): “Praktek ini dilakukan oleh semua: tentang seorang wanita, yang dianggap sebagai orang yang berbuat zinah jika ia menikah kedua kalinya sementara suaminya masih hidup, dan izin untuk melakukan penitensi tidak diberikan kepadanya sampai salah satu dari pria itu meninggal dunia.” (Pope Innocentius I, Letters 2:13:15). Maka, seorang pasangan secara hukum boleh dilepaskan, pada kasus perzinahan, tetapi ikatan untuk tidak menikah lagi, tetap berlaku. Itulah mengapa, seorang laki-laki berbuat zinah, jika ia menikahi seorang wanita yang telah dilepaskan [oleh suaminya], justru karena alasan perzinahan ini.” (St. Augustine, Adulterous Marriages 2:4:4)”Tak diragukan lagi hakekat perkawinan adalah ikatan ini, sehingga ketika seorang laki-laki dan perempuan telah dipersatukan dalam perkawinan, mereka harus tetap tidak terpisahkan sepanjang hidup mereka, atau tidak boleh bagi salah satu pihak dipisahkan dari yang lain, kecuali karena alasan perzinahan.
Sejak awal mula Allah menghendaki persatuan antara pria dan wanita, yang diwujudkan secara mendalam di dalam Perkawinan. Karena itu Perkawinan Katolik bersifat tetap seumur hidup, setia, monogami, dan terbuka terhadap kelahiran baru.
Jadi tepat jika dikatakan bahwa sakramen Perkawinan melibatkan tiga pihak, yaitu, suami, istri dan di atas segalanya, Kristus sendiri. “Marriage takes three to make a go… and when Christ is at the center, it will prevail until the end, and even now on earth, receive a foretaste of the wedding feast of the Lamb!”
Be First to Comment