Press "Enter" to skip to content

Sejarah Sakramen Mahakudus

Mereka mengajarkan bahwa Ekaristi adalah Yesus Kristus yang secara nyata melanjutkan misi penyelamatan-Nya di antara umat manusia. St. Ignatius mengatakan bahwa mereka ini beranggapan demikian karena mereka tidak percaya akan ajaran para Rasul bahwa di dalam Ekaristi hadirlah Kristus yang sama dengan Kristus yang hidup, wafat dan bangkit dari kematian demi keselamatan kita. Alasan utamanya adalah agar dapat disimpan bagi orang-orang sakit dan yang sedang mengalami ajal, maupun untuk perayaan lainnya.

Maka kesakralan Ekaristi sudah diakui dan tempat penyimpanannya pun khusus agar terhindar dari bahaya profanasi.

Begitu seriusnya kasus ini, sehingga Paus Gregorius VII memerintahkan Berengarius untuk menarik kembali ajarannya. Ini adalah pernyataan definitif pertama Gereja tentang apa yang selalu dipercaya, dan tidak pernah secara serius ditentang. Sejak abad ke-11 ini, devosi kepada Sakramen Mahakudus dalam Tabernakel menjadi semakin dikenal. St. Fransiskus Asisi juga merupakan orang kudus yang mempunyai devosi kepada Kristus dalam Sakramen Mahakudus.

“Kitab Suci mengajarkan bahwa Bapa berdiam di dalam “terang yang tak terpahami ” (1Tim 6:16) dan bahwa Allah adalah Roh (Yoh 4:24) dan St. Yohanes menambahkan, “Tak seorangpun pernah melihat Allah” (Yoh 1:18).

Itulah mengapa mereka semua menjadi terkutuk, yang telah melihat Tuhan Yesus Kristus di dalam kemanusiaan-Nya namun tidak melihat ataupun percaya di dalam roh akan ke-Allahan-Nya, bahwa Ia adalah Putera Allah yang sejati. Maka tak ada yang mengejutkan ketika Paus Urbanus IV di tahun 1264 kemudian menetapkan perayaan Tubuh Kristus (Corpus Christi). Saat menentukan perayaan itu, Paus menekankan akan kasih Kristus, yang ingin menyertai secara fisik sampai akhir zaman.

St. Thomas, seperti halnya Gereja, tidak memisahkan antara Ekaristi sebagai Kurban, Komuni dan Kehadiran Kristus yang nyata di dalamnya. Setiap kali ada pertentangan, Gereja kembali mengeluarkan pernyataan yang lebih jelas tentang ajaran mengenai Ekaristi.

Di abad ke-16, seluruh ajaran iman Katolik tentang Ekaristi Kudus ditentang oleh para Reformer Protestan. Selanjutnya ke-Allahan Kristus hadir disebabkan oleh kesatuan hipostatik (hypostatic union) dengan Tubuh dan Jiwa-Nya. Konsili Trente mengajarkan, “Putera Allah yang Tunggal adalah untuk disembah di dalam sakramen Ekaristi, dengan penyembahan termasuk secara eksternal (kelihatan). Sakramen Ekaristi adalah untuk diperlihatkan secara publik agar dapat disembah.” Pernyataan ini disetujui oleh Paus Yulius III (11 Oktober 1551), dan menjadi dasar bagi ajaran dan kemajuan devosi kepada Sakramen Mahakudus.

Sekitar seabad kemudian, di tahun 1731, Paus Klemen XIII mengeluarkan instruksi yang lebih detail tentang devosi tersebut, yaitu bahwa: Patung-patung, relikwi dan gambar-gambar yang ada di sekitar altar agar digeserkan atau diselubungi dengan kain.

Kebiasaan penyembahan abadi ini telah ada sejak abad ke-4, umumnya dilakukan delapan hari setelah Baptisan. Raja Perancis, Louis VII meminta kepada Uskup Avignon untuk mentahtakan Sakramen Mahakudus di kapel Salib Suci (14 Sept, 1226).

Pihak Vatikan meratifikasi tradisi ini, dan melanjutkannya sampai tahun 1792 di masa revolusi Perancis. Sejak itu ada banyak lembaga yang didirikan untuk secara khusus mengadakan adorasi Sakramen Mahakudus sepanjang hari, seperti: Ordo Benediktin yang mengkhususkan diri untuk penyembahan Sakramen Mahakudus di Austria (1654); Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria, dan Kongregasi Penyembahan Abadi (1817); the Pious Union of the Adorers of the Most Blessed Sacrament (1810); Asosiasi umat untuk Penyembahan abadi Ekaristi (dimulai 1641, berkembang tahun 1753 di Perancis); the Blessed Sacrament Fathers (1856) oleh St. Peter Eymard.

Para biarawati umumnya memulai hari-hari mereka dengan mengunjungi Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Para sejarawan Katolik menuliskan bahwa sebelum abad ke-14, kebiasaan mengunjungi Sakramen Mahakudus telah menjadi sesuatu yang umum.

Para reformer Protestan di Inggris yang di abad ke-16 menentang kehadiran Kristus dalam Ekaristi, tiga abad kemudian kembali menyakini kehadiran Kristus dalam Ekaristi, sebagaimana dipelopori oleh the Anglican Sisterhood of St. Margaret (1854). KHK 1983, secara lebih jelas lagi menyatakan, “Kecuali ada alasan yang berat, gereja yang di dalamnya Sakramen Mahakudus tersimpan, harus dibuka kepada umat beriman selama beberapa jam setiap hari, supaya mereka dapat berdoa di dapan sakramen Mahakudus (Kan. 937).

Anggota dari lembaga-lembaga religius setiap hari harus “menyembah Tuhan sendiri yang hadir dalam Sakramen Mahakudus” (Kan. 663,2). Devosi Benediction/ Berkat Sakramen Mahakudus dimulai di abad ke-13, dan berkaitan erat dengan penetapan perayaan Corpus Christi.

Dua lagu gubahan St. Thomas Aquinas menjadi bagian dari doa Benediction/ Berkat Sakramen Mahakudus tersebut. Dalam sejarah doa Benediction/ Berkat Sakramen Mahakudus ini terdapat doa penghormatan kepada Perawan Maria yang terberkati, karena tanpa Maria, tidak ada Inkarnasi dan tanpa Inkarnasi, tidak ada Ekaristi.

Tetapi kongres internasional pertama tentang Ekaristi dilakukan di tahun 1881, atas prakarsa Marie-Marthe Tamisier seorang awam wanita yang mempunyai devosi kepada Sakramen Mahakudus sejak masa kanak-kanak. Perbendaharaan Wahyu ilahi, “yang datang dari para Rasul berkembang di dalam Gereja, dengan bantuan Roh Kudus”. St. Yohanes Fisher (1469-1535) dan St. Thomas More (1478-1535) menimba kekuatan dari sakramen Mahakudus sebelum dibunuh sebagai martir. Dan berikanlah kepadaku, rahmat-Mu agar merindukan Sakramen-sakramen-Mu yang kudus dan secara khusus untuk bersuka cita dalam Kehadiran Tubuh-Mu yang tersuci, Kristus Penyelamatku yang manis, dalam Sakramen Kudus di altar…” St. Fransiskus Xaverius (1506-1552), setelah berkhotbah dan membaptis sepanjang hari akan menghabiskan waktu di malam hari untuk berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus.

Demikian pula, kunjungilah Yesus Kristus dalam Sakramen Mahakudus, jika pekerjaanmu memungkinkan itu. Jika Ia telah mempresentasikan Diri-Nya sendiri, di hadapan kita dengan kemuliaan-Nya itu sekarang, kita tidak akan berani mendekat kepada-Nya; tetapi Ia menyembunyikan diri-Nya seperti seorang dalam penjara, yang berkata kepada kita, “Kamu tidak melihat-Ku, tetapi tak mengapa, mintalah kepada-Ku semua yang kauinginkan dan Aku akan mengabulkannya.” St. Yohanes dari Vianney menghabiskan waktu yang panjang di hadapan Sakramen Mahakudus.

Paus Pius XII mengajarkan tentang pendahulunya itu, “Paus Pius X mengenali bahwa Sakramen Mahakudus itulah yang telah menjadi kekuatan untuk memelihara kehidupan Gereja secara mendasar, dan untuk mengangkatnya di atas segala kelompok manusia lainnya.” (Quest’ ore di fulgente, 29 May, 1954).

Benediktus XV yang mengeluarkan Kitab Hukum Kanonik 1917 mengatur tentang penyimpanan Sakramen Mahakudus “dalam setiap paroki… dan di gereja yang berhubungan dengan tempat tinggal kaum religius” (Kanon 1265, 1).Paus Pius XI menghubungkan penyembahan Kristus dalam Sakramen Mahakudus dengan doa silih terhadap dosa.

Paus mendorong umat beriman untuk membuat permohonan silih dan doa-doa yang disebut sebagai doa “Jam suci/ Holy Hour” (Miserentissimus Redemptor, 8 Mei, 1928). Jam suci ini adalah pesan yang diterima oleh St. Margareta Maria di hadapan Sakramen Mahakudus.

Gereja kini telah mempunyai berbagai bentuk penyembahan tersebut, contohnya: kunjungan ke hadapan Tabernakel setiap hari, Benediction/ Berkat Sakramen Mahakudus, prosesi Ekaristi, terutama di masa Kongres Ekaristi, devosi 40 jam, ataupun Adorasi abadi, dst (Mediator Dei, 132). Berbeda dengan pendahulunya, Paus ini tidak menulis panjang lebar tentang liturgi Ekaristi, namun menggunakan setiap kesempatan untuk mendorong umat, terutama para imam, untuk berdoa di hadapan sakramen Mahakudus.

Dengan melakukan kebiasaan adorasi ini, maka kehidupan rohani para imam akan terus bertumbuh dan diperkaya, memberi kekuatan bagi kegiatan-kegiatan misi. Namun meskipun Paus menganjurkan para imam untuk berdoa di depan altar, Paus tetap mengingatkan mereka bahwa “Doa Ekaristi dalam arti yang penuh adalah Kurban Misa Kudus” (Sacredotii Nostri Primordia, 11 Agustus 1959). Pada malam sebelum diadakannya Konsili Vatikan II, Paus St. Yohanes XXIII berpartisipasi dalam prosesi Sakramen Mahakudus di Roma. Tidak ada lagi, apa yang dikandung oleh rupa tersebut sebelumnya, sekarang menjadi sepenuhnya berbeda.

St. Sirilus menolak pandangan bahwa jika Ekaristi dibiarkan sampai hari berikutnya, maka tidak lagi menyampaikan rahmat pengudusan. Karena itu, sebab Kristus hadir, kemanusiaan-Nya tetap menjadi sumber rahmat yang menghidupkan.

Adalah “Sang Penebus manusia” yang oleh sengsara dan wafat-Nya memperoleh rahmat bagi penyelamatan kita. Melalui Gerejalah rahmat Tuhan yang tak kelihatan dan pengudusan disampaikan kepada jiwa manusia.

Adalah kehendak Kristus bahwa “Sakramen ini diterima sebagai santapan rohani, untuk mempertahankan dan membangun mereka yang hidup dengan hidup-Nya. Sungguh, hanya dalam penyembahanlah, penerimaan yang mendalam dan tulus akan bertumbuh dewasa.

Jika ini dihayati, maka tak sulit untuk melihat mengapa doa-doa di hadapan sakramen Mahakudus menjadi sangat berdayaguna. Namun untuk menimba kebijaksanaan dan kekuatan yang tak terbatas dari Ekaristi, kita harus percaya terlebih dahulu.

Betapa kita sepantasnya terus mensyukuri kehadiran Kristus dalam Ekaristi, yang selalu menyertai Gereja-Nya.

“Tuhan Yesus, celikkanlah mata hatiku, agar dapat mengenali kehadiran-Mu yang terselubung, saat aku memandang Ekaristi kudus.

Sakramen Maha Kudus

Perarakan Sakramen Maha Kudus dalam rangka Kongres Ekaristi Keuskupan Charlotte tahun 2005 Sakramen Maha Kudus ditakhtakan di atas altar utama gereja Santa Cruz, Manila Sakramen Maha Kudus boleh disambut oleh umat Katolik, yang telah menjalani upacara Komuni Pertama, sebagai bagian dari liturgi Ekaristi dalam misa. Upacara yang berkaitan dengan penakhtaan Sakramen Maha Kudus antara lain doa berkat dan adorasi Ekaristi. Menurut teologi Katolik, hosti yang telah dikonsekrasi bukan lagi merupakan roti, tetapi tertransubstansiasi menjadi tubuh, darah, jiwa, dan keilahian Kristus. Sebelumnya peneguhan sidi merupakan prasyarat umum untuk menyambut Sakramen Maha Kudus, tetapi kini banyak provinsi gerejawi mengizinkan semua orang yang sudah dibaptis untuk menyambut selama yang bersangkutan sehaluan dengan gereja Anglikan dan sudah menjalani upacara Sambut Baru.

Meskipun demikian, banyak paroki menyelenggarakan ibadat devosi kepada Sakramen Maha Kudus. Sebagian besar gereja dalam rumpun Lutheran mewajibkan warga jemaatnya untuk menjalani katekisasi praperjamuan kudus perdana (atau menjalani Peneguhan Sidi) untuk dapat dibenarkan mengambil bagian dalam perjamuan kudus.

Di gereja-gereja Lutheran yang masih menyelenggarakan perayaan Corpus Christi, monstrans dipakai untuk mewadahi Sakramen Maha Kudus dalam ibadat pemberkatan Sakramen Maha Kudus, sama seperti di Gereja Katolik.

Seorang hamba Tuhan mengunjukkan piala dalam upacara perjamuan Ekaristi gereja Metodis Sehubungan dengan teologi Ekaristi gereja Metodis, Katekismus untuk dipergunakan oleh orang-orang yang disebut umat Metodis menegaskan bahwa “[di dalam perjamuan Ekaristi] Yesus Kristus hadir di tengah-tengah umatnya yang sedang beribadat, dan memberi dirinya sendiri kepada mereka selaku Tuhan dan Juru Selamat mereka”. Gereja Metodis mengamalkan Meja Terbuka, yakni mengundang semua orang Kristen yang sudah dibaptis untuk menyambut Komuni Suci.

Adorasi Sakramen Maha Kudus – Jam Suci

Ia menarik inspirasi dari kata-kata Kristus kepada para Rasul di Gethsemane: “Bolehkah anda tidak menonton satu jam bersama saya?” Ia telah diajarkan oleh Juruselamat kepada St Margaret Mary (1647-90) sebagai salah satu amalan khusus pengabdian Sacred Heart. Pada awal abad kesembilan belas, persaudaraan telah diasaskan di Paray-le-Monial, Perancis, untuk menyebarkan ketaatan, yang sangat disyorkan oleh paus-paus itu. “Kami datang untuk menyembah Dia” (Mat 2:2)Penghormatan kepada Sakramen Maha Kudus mempunyai dasar dari Kitab Suci, yaitu bagaimana kita ingin mengikuti teladan para gembala dan para majus yang menghormati Kristus yang telah lahir dan diam di tengah- tengah kita.

Dengan demikian hosti yang telah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan itu menjadi Tubuh Kristus, Sang Allah Putra. Imam atau diakon memindahkan hosti yang telah dikonsekrasikan ke dalam mostrans dan mentahtakannya di atas altar.

Umumnya diiringi oleh lagu O Salutaris Hostia, dan Tatum Ergo.g) Prosesi: perjalanan parade umat dan imam dalam memberi penghormatan kepada Sakramen Maha Kudus.Walaupun hal kehadiran Yesus dalam Sakramen Maha Kudus telah diajarkan sejak jaman para Rasul, namun Adorasi tanpa henti baru dilakukan pada abad ke-6 yang dilakukan di katedral Lugo, Spanyol. Atau kita dapat pula mendoakan Ibadat Harian yang dibacakan oleh Gereja sepanjang tahun.c)Mengulangi doa, “Tuhan Yesus, kasihanilah aku, yang berdosa ini.” Ulangilah terus, sampai hati dan pikiran anda tenang dan masuk dalam doa kontemplasi.d)Pilihlah salah satu perikop dalam Kitab Suci.

Sakramen Maha Kudus — Google Arts & Culture

Pesta orang Portugis terbesar di dunia, yang diselenggarakan di New Bedford, Massachusetts, untuk memuliakan Sakramen Maha Kudus, mendatangkan lebih dari 100.000 pengunjung setiap tahun.

Sakramen Maha Kudus

Perarakan Sakramen Maha Kudus dalam rangka Kongres Ekaristi Keuskupan Charlotte tahun 2005 Sakramen Maha Kudus ditakhtakan di atas altar utama gereja Santa Cruz, Manila Sakramen Maha Kudus boleh disambut oleh umat Katolik, yang telah menjalani upacara Komuni Pertama, sebagai bagian dari liturgi Ekaristi dalam misa. Upacara yang berkaitan dengan penakhtaan Sakramen Maha Kudus antara lain doa berkat dan adorasi Ekaristi.

Menurut teologi Katolik, hosti yang telah dikonsekrasi bukan lagi merupakan roti, tetapi tertransubstansiasi menjadi tubuh, darah, jiwa, dan keilahian Kristus. Sebelumnya peneguhan sidi merupakan prasyarat umum untuk menyambut Sakramen Maha Kudus, tetapi kini banyak provinsi gerejawi mengizinkan semua orang yang sudah dibaptis untuk menyambut selama yang bersangkutan sehaluan dengan gereja Anglikan dan sudah menjalani upacara Sambut Baru. Meskipun demikian, banyak paroki menyelenggarakan ibadat devosi kepada Sakramen Maha Kudus. Sebagian besar gereja dalam rumpun Lutheran mewajibkan warga jemaatnya untuk menjalani katekisasi praperjamuan kudus perdana (atau menjalani Peneguhan Sidi) untuk dapat dibenarkan mengambil bagian dalam perjamuan kudus.

Di gereja-gereja Lutheran yang masih menyelenggarakan perayaan Corpus Christi, monstrans dipakai untuk mewadahi Sakramen Maha Kudus dalam ibadat pemberkatan Sakramen Maha Kudus, sama seperti di Gereja Katolik. Seorang hamba Tuhan mengunjukkan piala dalam upacara perjamuan Ekaristi gereja Metodis

Sehubungan dengan teologi Ekaristi gereja Metodis, Katekismus untuk dipergunakan oleh orang-orang yang disebut umat Metodis menegaskan bahwa “[di dalam perjamuan Ekaristi] Yesus Kristus hadir di tengah-tengah umatnya yang sedang beribadat, dan memberi dirinya sendiri kepada mereka selaku Tuhan dan Juru Selamat mereka”. Gereja Metodis mengamalkan Meja Terbuka, yakni mengundang semua orang Kristen yang sudah dibaptis untuk menyambut Komuni Suci.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

[3] Dari sudut pandang teologis, adorasi merupakan suatu bentuk latria, berdasarkan prinsip Kehadiran Nyata Kristus dalam Hosti Terberkati. Kegiatan tersebut dipraktikkan oleh berbagai orang kudus seperti Peter Julian Eymard, Yohanes Maria Vianney, dan Theresia dari Lisieux. Jika Ekaristi dipertunjukkan dan dipuja secara terus menerus selama 24 jam sehari, maka kegiatan ini disebut Adorasi Abadi.

Makna Prosesi, Adorasi, dan Visitasi Sakramen Mahakudus

Saat hening bersama Tuhan dalam Ekaristi memampukan orang lain mendengarkan dan mengenal seperti DIA berbicara kepada hati. Visitasi Sakramen Mahakudus: dimana dengan menyerahkan dirinya kepada Tuhan yang kini hadir dalam Ekaristi Kudus di hadapan-Nya.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.