Karena ritus pembaptisan seperti ini dirasa lebih efektif mengungkapkan peristiwa “kelahiran baru” seseorang ke dalam Karajaan Allah yang dimasukinya melalui Sakramen Permandian. Tapi demi alasan praktis, Gereja tetap diijinkan untuk memakai ritus pembaptisan sederhana dengan “menuangkan sedikit air pada kepala”. Untuk lebih mamahami hal ini, mari kita kembali menengok sejarah Gereja seputar ritus sakramen permandian.
*** Dalam bab pertama Injil Markus, seperti telah diramalkan Nabi Yesaya, Yohanes Pembaptis tampil di padang gurung sambil memaklumkan sebuah “pembaptisan pertobatan” demi pengampunan atas dosa.
Ia mulai menyebut adanya “pengurapan” minyak suci, “tanda salib” dan “penumpangan tangan” atas calon permandian. Sebelum Kaisar Romawi Konstantinus mengumumkan pada tahun 313 bahwa Gereja Kristen bukan lagi sebuah agama ilegal, maka setiap orang, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang menggabungkan diri menjadi orang Kristen dipandang sebagai sebagai penjahat dan dihukum dengan sangat keji.
Kemungkian besar Gereja waktu itu menyusun sebuah proses perkenalan kepada orang yang baru bergabung ke dalam komunitas umat beriman. Gereja (umat beriman) butuh waktu untuk mengenal dan percaya kesungguhan hati setiap calon permandian sebelum mereka dipermandikan (sama seperti si calon permadian juga butuh waktu untum memperlajari lebih tentang Gereja yang merupakan agama “di bawah tanah” pada masa itu).
Pada waktu itu, masa katekumen (dari bahasa Yunani yang berarti “instruction” atau pelajaran) terdiri atas dua bagian.
Setelah Liturgi Sabda (sesudah homili) seorang calon permandian diminta untuk meninggalkan Gereja atau tempat berlangsungnya perayaan misa kudus. Puncak dari upacara itu dimulai pada Hari Kamis Suci dengan sebuah wadah pemandian sebagai sarana penyucian rohani. Lalu sesudah itu, sambil memutarkan badan ke arah timur, para calon berseru: “Sekrang saya menyerahkan diriku kepadaMu, O Yesus Kristus.”
Peristiwa “penanggalan pakaian” ini melambakan “penanggalan manusia lama dari seseorang” (taking off the old self) dan kembali ke keadaan murni taman Eden sebelum munusia pertama jatuh ke dalam dosa dan lebih dari itu ada kepercayaan orang pada masa itu bahwa roh-roh jahat sering melekat pada pakaian seseorang seperti kutu busuk. Untuk pertama kali, orang yang baru dibaptis mengambil bagian secara penuh dalam seluruh misa dan menerima Komuni Kudus. Para ahli Kitab Suci mengandaikan bahwa ketika “seluruh rumahtangga” dipermandikan, permandian itu termasuk anak-anak, bahkan yang paling kecil sekalipun (bayi). Tapi sekali lagi, oleh karena perkembangan refleksi iman/teologi, seperti penjelasan St. Agustinus tentang Dosa Asal pada abad V, yang akhirnya membuat permandian bayi menjadi amat populer dan dominan.
Dalam keadaan seperti itu, sebuah ritus (tata upacara) yang lebih sederhana, praktis dan cepat, amat dibutuhkan. Sampai pada akhir abad VIII, upacara permandian yang sebelumnya panjang dan berlangsung selama berminggu-minggu telah dibuat sangat singkat.
Anak-anak menerima upacara pengusiran roh jahat selama tiga kali pada minggu-minggu sebelum Paska dan Sabtu Suci. Sebelum awal abad XI sejumlah uskup mengingatkan bahwa bayi kemungkian besar selalu berada dalam bahaya kematian yang tiba-tiba dan karena itu mereka mendorong para orangtua untuk tidak menunggu sampai perayaaan besar pada Hari Sabtu suci untuk mempermandikan bayi-bayi mereka.
Karena biar bagaimanapun bentuk, panjang atau pendeknya ritus Sakramen Permandian, hakekatnya tetapi sama dan sah sebagai tanda kelahiran baru.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dengan masuk ke dalam air, orang yang dibaptiskan itu dilambangkan telah mati. Ketika ia keluar lagi dari air, hal itu digambarkan sebagai kebangkitannya kembali.
Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”
baptizo) asal usul katanya adalah kata βάπτω – bapto, yang berarti menenggelamkan. Secara makna religius sendiri berarti membersihkan diri dari dosa atau lebih sederhana penyucian dalam kehidupan kekristenan. [5] Di pihak lain dapat diungkapkan sebagai makna bahwa orang tersebut adalah pengikut kristus. Ritual Kristen ini dimulai oleh Yohanes Pembaptis, yang menurut Alkitab membaptis Yesus di Sungai Yordan. Tetapi di sisi lain, untuk kasus membaptis dalam “dalam nama Yesus” saja, khususnya Baptisan Petrus pada Kisah Para Rasul 2:38-39; 10:44-48; dan Paulus pada Kisah Para Rasul 19:1-8 sebenarnya bukan tidak mepresentasikan kehadiran Allah Tritunggal.
Sehingga perlu memperhatikan konteks ketika memaknai suatu baptisan dan rumusan baptis. Baptisan air secara umum dilakukan dan disaksikan oleh banyak orang pada waktu pelaksanaannya. Baptisan Roh yang disinggung oleh Yohanes Pembaptis dalam Matius 3:11b dengan kata-kata “Baptisan roh kudus dan api” baru diberikan kepada yang bersangkutan oleh Yesus bilamana dia setelah pertobatannya itu benar-benar melaksanakan Kehendak ALLAH. Sehingga Baptisan Api sendiri melambangkan orang kristen yang dibaptis siap untuk menghadapi penyiksaan atau penderitaan bersama dengan Yesus Tuhan untuk mempertahankan Iman yang melekat di dalam Kristus.
Contoh Kasus Salah Seorang penjahat di samping Yesus, ia diselamatkan karena anugerah Allah tanpa melalui proses baptisan. Akan tetapi jikalau tidak memakai rumusan baptisan tersebut atau rumusannya salah “”Dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yang adalah Yesus Kristus”, maka perlu dibaptis ulang. dan metode baptisan, entah itu percik atau selam, tidak perlu dibaptis ulang.
Alasan ini mendasar dikarenakan jikalau dibaptis ulang dalam metode apapun itu mencela keesaan Allah Tritunggal.
Bagaimana sejarah terbentuknya ketujuh sakramen? – katolisitas.org
[1] Penentuan dari Magisterium ini mengakhiri berbagai pertanyaan tentang asal usul ketujuh sakramen. Yoh 3:5) dan amanat agung-Nya kepada para murid-Nya, sesaat sebelum Ia naik ke Surga (lih.
Dengan demikian, sakramen Baptis dapat dikatakan sebagai sakramen yang pertama bagi umat Kristiani, dan penerapannya sudah dilakukan sejak jemaat perdana sejak tahun sekitar 33 SM, dan dicatat juga dalam Kitab Suci (Kis 2:38; 8:38; 1Ptr 3:18-22; 1Kor 1:17, Tit 3:5). Telah sejak abad-abad awal, para Bapa Gereja mengajarkan makna Baptisan untuk menguduskan, mengampuni dosa, dan memberi kelahiran kembali di dalam Kristus.
Seperti halnya Baptisan, Ekaristi juga ditetapkan oleh Yesus, yaitu pada saat Perjamuan Terakhir bersama para murid-Nya (lih. Dengan demikian sakramen Ekaristi pun telah berasal dari abad pertama, menjadi cara ibadat jemaat perdana (lih. Oleh karena itu, di abad-abad awal, Gereja memandang Baptisan dan turunnya kuasa Roh Kudus untuk maksud pengutusan (yang kemudian dikenal dengan sakramen Penguatan) sebagai kesatuan Inisiasi umat Kristen. Selanjutnya, dalam perkembangannya terdapat perbedaan praktek pelaksanaan antara di Gereja Latin/ Barat dan Timur.
Di Gereja Barat, pemberian Penguatan langsung setelah Baptisan dilakukan untuk Baptis dewasa. Selanjutnya, Paus Innocentius III (1204) menentukan bahwa pengurapan dengan minyak di dahi dalam sakramen Penguatan, dilakukan oleh Uskup.
Konsili tersebut hanya menyebutkan bahwa akibat Penguatan adalah penambahan rahmat dan kekuatan untuk menjadi saksi Kristus. Yesus sendiri mengajarkan juga bagaimana cara menangani mereka yang telah berbuat kesalahan serius dengan sanksi ekskomunikasi (Mat 18:15-17).
Maka sejak zaman para rasul, Gereja telah melaksanakan sanksi ekskomunikasi pada kasus-kasus yang berat, dengan maksud untuk menyembuhkan. Tentang pentingnya Pengakuan Dosa diketahui melalui tulisan Hermas, seorang penulis Kristen di akhir abad ke-1.
Ia menuliskan tentang pentingnya pertobatan kedua setelah Baptisan, jika orang yang sudah dibaptis jatuh lagi ke dalam dosa.
Selanjutnya, ritual dari pelaksanaan sakramen ini berkembang, seperti yang tertulis dalam Roman sacramentary dan Old Gelasian.
Di Gereja Timur (Assyria), ritus Tobat kuno yang dikenal berasal dari abad ke-7, oleh Patriarkh Hyoshiab. Perkembangannya adalah sebagai akibat permenungan Gereja, yang melihat pentingnya Pengakuan Dosa bagi keselamatan jiwa umatnya. Selanjutnya sakramen Pengakuan dikukuhkan dalam Konsili Lateran yang ke 4 (1215), “Setiap anggota umat beriman, jenis kelamin apapun, harus dengan setia mengakukan semua dosanya sedikitnya sekali setahun kepada imam parokinya, melakukan penitensi dengan sungguh-sungguh, menerima Komuni saat Paskah, jika tidak terhalang untuk melakukan hal ini oleh karena alasan apapun, tetapi dengan persetujuan imam paroki.”[11] Selanjutnya, rahmat penyembuhan Kristus dapat mengalir melalui pengolesan dengan minyak dan penumpangan tangan penatua jemaat (lih. [12] Pengurapan orang sakit yang mencakup berkat dan/ atau eksorsisme dengan minyak, untuk mendatangkan kesembuhan rohani dan jasmani, telah dikenal sejak abad ke-4.
[13] Di abad ke-5 telah diperoleh banyak informasi tentang minyak urapan orang sakit yang diberkati oleh Uskup.
Di abad ke-13, dinyatakan pembedaan antara doa vigili dan sakramen Pengurapannya itu sendiri. Seiring dengan waktu, Gereja melalui Konsili Vatikan II memperbaharui tentang penerimaan sakramen Pengurapan Orang Sakit.
Sakramen ini tidak hanya ditujukan untuk orang-orang yang mendekati ajal, tetapi juga pada umat beriman yang telah mulai mengalami adanya bahaya kematian karena penyakit atau karena usia lanjut, dapat menerima sakramen ini. Sakramen Tahbisan ditetapkan oleh Yesus secara implisit, melalui fakta bahwa diri-Nya sendiri adalah Pelayan Allah (Ibr 3:1-; 13:20; 1Ptr 2:25).
Gereja digambarkan sebagai tubuh dengan banyak anggota, yang memiliki fungsi dan perannya masing-masing. Berdasarkan penglihatannya, Hermas menginterpretasikan bahwa akhir dunia akan segera terjadi, maka ia mensyaratkan pertobatan kedua hanya mungkin dilakukan sekali saja, setelah Baptisan.
[9]Para Bapa Gereja mendukung adanya penitensi sebagai tanda pertobatan, seperti terlihat dalam tulisan Pacianus, Parenesi, n.12: PL 13:1082-1900, “Kumohon kepadamu, saudara-saudaraku, dalam nama Gereja; aku berdoa dan mendorong kamu… Jangan malu tentang perbuatan penitensi yang harus kau lakukan. P. Peter the Cantor, Verbum abbreviatum, 143: PL 205:342, seperti dikutip Anscar J. Chupungco, Handbook for Liturgical Studies, p. 143.
Para pengajar mengajarkan bahwa mereka yang meninggal tanpa mengakukan dosa sebelumnya, masuk neraka. [13]Contohnya: papyrus dari Barcelona (abad ke-4) yang dipublikasikan Roca-Puig; Apostolic Constitution (Buku VIII, 29); dan the Euchologion of Serapion oleh Uskup Thumuis, Upper Egypt (339-362).
Makna dan Macam-Macam Baptis
Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis mengajarkan jika tidak perlu orang selalu melakukan pembasuhan diri di setiap minggunya. Baptisan yang dilakukan oleh Yohanes ini merupakan simbol dari perubahan dan baptisan ini tidak memiliki kuasa untuk melakukan perubahan lalu Yesus memberikan kuasa tersebut saat Yohanes membaptis Diri-Nya di Sungai Yordan.
Alkitab juga mengajarkan jika setiap orang yang sudah melakukan pertobatan dan percaya dalam Tuhan Yesus, maka akan diberikan pengampunan. Sakramen baptis juga menandakan jika kita adalah milik Kristus dan tanda jika kita sudah menjadi murid Kristus dan inilah yang membuat Tuhan Yesus memberikan perintah supaya semua murid diberikan tanda baptis yang suci.
Yohanes sudah mengawali baptisan sebagai sebuah tanda hidup yang baru dan pada perbincangan Nikodemus, Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali (Yoh 3:5,7).
Ada beberapa Gereja yang menolak pembaptisan bayi ini, akan tetapi untuk Gereja Katolik, pembaptisan ini dilaksanakan sebagai perwujudan sabda yang Tuhan Yesus berikan yakni, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka…” dan juga kisah di dalam Alkitab tentang pembaptisan semua anggota keluarga Kristen. Baptis anak tidak didasari dari ayat-ayat Alkitab secara langsung, akan tetapi di dalam Perjanjian Baru bisa di lihat ada beberapa ayat yang tersirat tentang baptis yang juga diperuntukan untuk anak atau bayi, seperti pada Kisah Para Rasul 16:15 dan juga 18:8 yang menuliskan “seisi rumah di baptis”. Baptis darurat ini diperuntukkan bagi orang yang sedang kritis atau sakratul maut namun pernah mengatakan jika ingin masuk menjadi Katolik saat masih sehat. Apabila yang akan di baptis masih bayi atau kecil, maka ini bergantung dari keinginan orang tua. Untuk Penerimaan ini akan dilakukan pada perayaan Ekaristi yang dilaksanakan setiap hari Sabtu atau Minggu. Semoga bisa bermanfaat dan semakin menambah wawasan anda seputar iman Kristen.
Jelaskan sejarah atau peristiwa sakramen baptis
Ketika ia keluar lagi dari air, hal itu digambarkan sebagai kebangkitannya kembali. Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”
Be First to Comment