kanon: contoh masukan no kanon: 34,479,898-906 KITAB SUCI + Deuterokanonika Kejadian Keluaran Imamat Bilangan Ulangan Yosua Hakim-Hakim Rut 1 Samuel 2 Samuel 1 Raja-Raja 2 Raja-Raja 1 Tawarikh 2 Tawarikh Ezra Nehemia Tobit Yudit Ester Ayub Mazmur Amsal Pengkhotbah Kidung Agung Kebijaksanaan Sirakh Yesaya Yeremia Ratapan Barukh Yehezkiel Daniel Hosea Yoel Amos Obaja Yunus Mikha Nahum Habakuk Zefanya Hagai Zakharia Maleakhi 1 Makabe 2 Makabe Matius Markus Lukas Yohanes Kisah Para Rasul Roma 1 Korintus 2 Korintus Galatia Efesus Filipi Kolose 1 Tesalonika 2 Tesalonika 1 Timotius 2 Timotius Titus Filemon Ibrani Yakobus 1 Petrus 2 Petrus 1 Yohanes 2 Yohanes 3 Yohanes Yudas Wahyu : – Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju Katekismus Gereja Katolik No. katekismus yang dikehedaki, misalnya 3, 67, 834 atau 883-901 Materi iman Dokumen Gereja Pilih Dokumen Ad Gentes Apostolicam Actuositatem Christus Dominus Dei Verbum Dignitatis Humanae Gaudium Et Spes Gravissimum Educationis Inter Mirifica Lumen Gentium Nostra Aetate Optatam Totius Orientalium Ecclesiarum Perfectae Caritatis Presbyterorum Ordinis Sacrosanctum Concilium Unitatis Redintegratio
yang dikehedaki – 0 (nol) untuk melihat daftar isi -(catatan kaki lihat versi Cetak) Bukankah hanya Allah yang berkuasa mengampuni dosa?, dasar mereka adalah Mark 2:7 dan 1 Yoh 1:9
berikut beberapa contoh hal tersebut dalam kitab suci: 1 kor 5:1-5 berbicara tentang Paulus yang menghukum orang yang menikah dengan isteri ayahnya dan memerintahkan supaya orang tersebut dikucilkan dari jemaat dengan maksud supaya pada akhirnya jiwanya diselamatkan Mat 18:15-20 berbunyi, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata … Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat.” Ayat-ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa dosa bukanlah soal pribadi antara si pendosa dan Allah saja! Gereja memiliki kuasa mengampuni dosa karena otoritas tersebut diberikan oleh Yesus sendiri : jadi otoritas ini bukan buatan atau rekaan Gereja Katolik, Otoritas ini bukan omong kosong hal ini bisa dilihat pada ayat-ayat berikut: 2 Kor 5:17-21 “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Sebab jika aku mengampuni (Yun: Charizomai), –seandainya ada yang harus kuampuni–,maka hal itu kubuat oleh karena kamu di hadapan Kristus,” lalu pada Kol 2:13 “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni (Yun: Charizomai) segala pelanggaran kita” jadi jelaslah Allah mengampuni dosa dan Paulus juga mengampuni dosa atas nama Yesus.
Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.
Sakramen Tobat (Gereja Katolik)
Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa. Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama. Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain.
Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka.
Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). [1] Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi).
Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: “… Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu …”. Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental –yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam.
Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus “melakukan silih”, atau biasa disebut penitensi.
Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
[6] Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal –misalnya pada masa Pra-Paskah dan masa Adven.
Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun. [8] Perintah kedua dari “Lima perintah Gereja” juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat dianjurkan oleh Gereja.
Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari suatu Pengakuan Dosa.
Teks Doa Tobat Pengakuan Dosa dalam Sakramen Tobat Katolik
Selain dipanjatkan dalam Sakramen Tobat, doa tobat juga lazim didaraskan khususnya sebelum umat Katolik tidur pada malam hari.
Sakramen Tobat (Gereja Katolik)
Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa. Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama. Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain.
Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka. Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). [1] Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi).
Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: “… Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu …”. Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental –yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam. Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus “melakukan silih”, atau biasa disebut penitensi. Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
[6] Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal –misalnya pada masa Pra-Paskah dan masa Adven. Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun.
[8] Perintah kedua dari “Lima perintah Gereja” juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat dianjurkan oleh Gereja. Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari suatu Pengakuan Dosa.
Sakramen Pengakuan Dosa
Dosa dilakukan secara sadar, dengan sengaja (diinginkan), dan dalam keadaan bebas, akan berakibat merugikan orang lain dan drinya sendiri serta merusak hubungan dengan Tuhan. Akibat dosa, manusia kehilangan rahmat Allah yang pernah ia terima dalam sakramen baptis.
Jika seseorang bertobat maka, ia pun berdamai kembali dengan Allah, Gereja, dan sesama. (Pada waktu Imam memberikan absolusi, Anda harus membuat tanda salib, mengucapkan kata terima kasih, lalu keluar dari kamar pengakuan.
Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Tuhan, Kita berkumpul di sini untuk bersama-sama melaksanakan Ibadat Tobat dalam rangka mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Tobat secara pribadi menjelang……….. Saudara-saudari terkasih dalam Kristus Yesus, sampai sekarang ini sering menjadi persoalan dikalangan umat adalah mengapa harus ada penerimaan Sakramen Tobat secara pribadi (kita kenal dengan istilah pengakuan dosa) dihadapan Imam.
Yesus sendiri bersabda, “Akan ada sukacita besar di Surga karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Luk 15:7). Perdamaian ini merupakan peristiwa suka-cita yang membawa penyegaran dan hidup baru, karena itu Allah sendiri mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya (2 Kor 5:18).
Selain itu, menerima Sakramen Tobat dihadapan Imam adalah merupakan salah satu kebiasaan atau tradisi kita orang Katolik.
Penerimaaan Sakramen Tobat pribadi menjadi suatu kebiasaan atau tradisi karena dalam perjalanan sejarahnya, tradisi Sakramen Tobat ini telah mampu melestarikan, menopang, meneguhkan, membentuk dan membangun kehidupan dan kesatuan umat.
Sekarang, banyak orang mulai meragukan pengakuan dihadapan Imam, justru kita ditantang untuk mengamalkan, menyegarkan, dan kemudian mewariskan tradisi penerimaan Sakramen Tobat pribadi ini kepada generasi yang akan datang. Pemeriksaan batin adalah langkah awal untuk menuju ke pertobatan karena lewat pemeriksaan batin ini kita dibantu untuk jujur dihadapan Allah, menyadari dan mengakui kekurangan yang tidak dapat kita tutupi.
Pemeriksaan batin dapat membantu kita semakin sadar akan kebaikan Allah dan membangkitkan penyesalan yang tulus atas dosa. Karena iman kita mengerti bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah (Ibr 11:1-3) Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam kehidupan jemaat dikomunitasku dan di Paroki ku?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam masyarakat untuk menjadi garam dan terang dunia?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh menjaga dan memelihara hidup doa harianku baik secara pribadi maupun dalam kebersamaan didalam keluarga?—-hening sejenak— Bagaimana dengan tanggung jawabku atas perintah utama Yesus yakni kasih terhadap sesama?
Yesus mengajarkan bahwa kelak Ia akan kembali sebagai Raja dan Hakim untuk semua insan. Pada waktu itu yang menjadi syarat kita dapat diterima oleh Yesus dalam hidup abadi adalah karya amal kasih.
Bagaimana dengan perintah utama Yesus yakni kasih terhadap pasangan hidup kita? Allah menyatukan ikatan cinta mereka dalam sakramen perkawinan yang Kudus. Sehingga dalam satu keluarga tercipta hubungan kasih yang harmonis dan saling menghormati. Sungguhkah aku mengasihi suami atau istriku dengan segenap cinta dan pergorbanan yang tulus?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku tetap menjaga ikatan cinta yang terjalin dalam kehidupan berumahtangga selama ini?—-hening sejenak— Sungguhkah aku mengasihi dan menyayangi suami atau istriku dengan tidak menyakiti perasaannya, tidak mengeluarkan kata-kata makian, dan menyelesaikan masalah rumah tangga dengan kepala dingin atau malah lari meninggalkan rumah untuk duduk di warung atau ngobrol di rumah tetangga,?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menjadikan keluargaku menjadi keluarga yang kudus dengan menyediakan waktu untuk bersama membaca Kitab Suci, berdoa bersama dengan rutin, doa rosario secara berkala, berkumpul dalam doa komunitas, dan menghadiri misa disetiap minggunya?—-hening sejenak— Bagaimana tanggung-jawab ku dengan perintah utama Yesus untuk tidak menghalangi mereka mendatangi-Nya?
Sungguhkah aku mengajarkan kepada anak-anakku tentang Allah pencipta alam semesta dan segala kebaikan yang ada pada-Nya?—-hening sejenak– Sungguhkah aku mau menjadi anak yang berbakti dengan menaati perintah orangtuaku?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku mau jadi anak yang pintar dengan menyelesaikan tugas-tugasku disekolah?—-hening sejenak— F : Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus, saat ini Allah Yang Mahakasih dengan tangan terbuka menunggu pertobatan kita.
Allah Bapa Yang Maharahim, Engkau tidak menghendaki kematian orang berdosa.
Terimakasih ya Allah, atas pengampunan yang Kau berikan kepada kami.
Semoga sukacita pengampunan ini mendorong kami selalu hidup rukun dan damai dengan seluruh umat-Mu.
Sakramen Tobat dengan Absolusi Umum dan Tobat Batin Sempurna di Masa Pandemi
Di hari-hari penuh kewaspadaan menghadapi wabah virus corona, muncul pertanyaan terkait dengan pengakuan dosa. Pengakuan dosa dengan absolusi umum sebagaimana dimaksudkan oleh kanon 961-962 juga tidak mudah, karena mengandaikan perjumpaan. Karena itu absolusi/pengampunan hanya akan diberikan sejauh peniten memang memiliki disposisi/kondisi batin yang layak, yakni secara nyata menunjukkan pertobatan atau penyesalan dan kehendaknya untuk memperbaiki diri ini. Disposisi batin yang layak ini menjadi syarat sahnya penerimaan absolusi sebagaimana ditentukan dalam kanon 962 §1.
Pengampunan dosa berarti bahwa Allah sudah menghapus dan tidak memperhitungkan lagi dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Pendamaian ini membawa serta pemulihan atas semua hak dan kewajibannya sebagai anggota Gereja, termasuk menyambut komuni kudus. b. Kanon 961 memberikan kekeculian dengan menyatakan bahwa absolusi umum dapat diberikan kepada banyak peniten secara bersama-sama, tanpa didahului pengakuan pribadi, yakni ketika: 2) Ada kebutuhan berat, yakni menilik jumlah peniten tidak dapat tersedia cukup bapa pengakuan untuk mendengarkan pengakuan masing-masing dengan semestinya dalam waktu yang layak, sehingga peniten tanpa kesalahannya sendiri akan terpaksa lama tidak dapat menikmati rahmat sakramental atau komuni suci
c. Mengacu pada ketentuan kanon 961 §1.2°, dalam kondisi bahaya penularan virus corona, menjadi jelas adanya kebutuhan berat untuk memberikan absolusi umum kepada umat beriman. Untuk itu para peniten mesti secara personal membangun semangat tobat yang sejati, yaitu memperbaiki diri dengan tidak mengulangi perbuatan dosanya. Artinya, setelah waktunya memungkinkan peniten mesti mengakukan langsung kepada Imam dosa-dosa berat yang telah disesalinya (kan. 963). a. Dalam kondisi dimana tidak mungkin menghadap dan mengaku dosa secara pribadi kepada seorang Imam, seperti pada masa COVID-19 ini, dimungkinkan setiap umat beriman melakukan tobat batin secara sempurna dan mengakukan dosa-dosanya langsung kepada Tuhan guna mendapatkan pengampunanNya.
1) Menyesali dosa-dosanya, sang anak bungsu berkeputusan untuk kembali pulang dan berbicara langsung memohon ampun kepada bapanya. Maka begitu dari kejauhan melihat anaknya pulang, sang bapa langsung menjemputnya, memeluknya, dan menciumnya. d. Inilah saat yang tepat bagi kita untuk juga bersikap seperti anak bungsu, di saat kita tidak dapat melakukan pengakuan dosa pribadi, yakni melakukan tobat batin yang sempurna dengan berkeputusan untuk kembali pulang kepada Allah Bapa dan berbicara langsung memohon pengampunan Allah Bapa.
Tindakan penyesalan yang dibuat dengan baik akan membuat jiwa kita menjadi putih seperti salju.
b. Indulgensi penuh ini diberikan kepada umat beriman yang sungguh-sungguh bermaksud untuk menerimanya dengan memenuhi minimal salah satu persyaratannya, sebagai berikut: 3) Umat beriman pada umumnya: melakukan kunjungan kepada Sakramen Mahakudus atau Adorasi Ekaristi, membaca Kitab Suci minimal selama 30 menit, Doa Rosario, Nyanyian kepada Maria Bunda Allah, Jalan Salib, dan Koronka Kerahiman Ilahi dengan intensi: berakhirnya pandemia COVID-19, kesembuhan bagi yang sakit, dan keselamatan abadi bagi yang telah dipanggil Tuhan.
a. Absolusi umum di masa COVID-19 ini hendaknya tetap memberi ruang bagi umat beriman yang ingin mengaku dosa secara pribadi, terlebih bagi mereka yang berada dalam kondisi sakit, dengan tetap memperhatikan sisi keamanan dari penularan. b. Pengakuan dosa pribadi tidak dapat dilaksanakan melalui media sosial, seperti telephone dan video call. 1) Pengakuan dosa pribadi mengandaikan kehadiran fisik guna menampakkan sisi sakramentalitas: penyesalan diri yang nampak dan pemberian pengampunan langsung dari Imam.
Tata Cara dan Langkah Pengakuan Dosa dalam Penerimaan Sakramen Tobat bagi Umat Katolik
PORTAL PURWOKERTO – Salah satu laku rohani yang dilakukan oleh umat Katolik, khususnya pada masa Prapaskah, adalah mengaku dosa dan menerima Sakramen Tobat. Baca Juga: Teks 7 Doa Pokok Katolik yang Sering Didaraskan: Bapa Kami, Salam Maria hingga Aku Percaya
Dasar Biblis Sakramen Pengakuan Dosa : Umat Kristiani Wajib Tahu Ini
MEDIA KUPANG – Pada masa sekarang ini terutama dalam masa Adven dan Prapaskah, beberapa umat Gereja Katolik mengaku sudah tidak melakukan pengakuan dosa kepada imam selama bertahun-tahun, karena mereka beranggapan dan terpengaruh oleh pendapat bahwa tidak diperlukan pengakuan dosa bagi pengampunan dosa, lagipula tidak ada dasar Alkitab tentang Sakramen tersebut. Jelas disana ungkapan dari musuh-musuh Yesus, yang menganggap Ia menghujat Allah.
• 1 Kor 5:1-5 berbicara tentang Paulus yang menghukum orang yang menikah dengan isteri ayahnya dan memerintahkan supaya orang tersebut dikucilkan dari jemaat dengan maksud supaya pada akhirnya jiwanya diselamatkan. • Mat 18:15-20 berbunyi, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata … Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat.” Ayat-ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa dosa bukanlah soal pribadi antara si pendosa dan Allah saja! Gereja memiliki kuasa mengampuni dosa karena otoritas tersebut diberikan oleh Yesus sendiri lihat:
Di sini jelas bahwa Yesus menghembusi para Rasul, bandingkan dengan Kejadian 2:7.
Be First to Comment