3 alasan perkawinan menjadi sakramen di dalam gereja katolik Pengkudusan cinta suami istri merupakan alat dan sarana keselamatan pribadi Allah sendiri hadir di dalam ikatan persatuan suami istri yang menjamin kesetiaan, bahwa apa yang dipersatukan Allah jangan diceraikan manusia. Berdasarkan makna sakramen dalam gereja katolik, perkawinan dimasukkan ke dalam sakramen karena di dalam sakramen perkawinan ada persatuan antara dua manusia di dalam kehidupan gereja, yang merupakan tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah. Di dalam sakramen perkawinan terjadi persatuan antara hubungan suami dan istri, umat dengan gereja, dan umat dengan Allah. Didalam perkawinan juga ada campur tangan Allah, dimana apa yang dipersatukan Tuhan jangan diceraikan manusia, sebagai tanda keselamatan manusia.
Kata kunci: sakramen, perkawinan, katolik, gereja, panggilan, sarana, tanda, keselamatan
Iman Katolik …..Media Informasi dan Sarana Katekese
kanon: contoh masukan no kanon: 34,479,898-906 KITAB SUCI + Deuterokanonika Kejadian Keluaran Imamat Bilangan Ulangan Yosua Hakim-Hakim Rut 1 Samuel 2 Samuel 1 Raja-Raja 2 Raja-Raja 1 Tawarikh 2 Tawarikh Ezra Nehemia Tobit Yudit Ester Ayub Mazmur Amsal Pengkhotbah Kidung Agung Kebijaksanaan Sirakh Yesaya Yeremia Ratapan Barukh Yehezkiel Daniel Hosea Yoel Amos Obaja Yunus Mikha Nahum Habakuk Zefanya Hagai Zakharia Maleakhi 1 Makabe 2 Makabe Matius Markus Lukas Yohanes Kisah Para Rasul Roma 1 Korintus 2 Korintus Galatia Efesus Filipi Kolose 1 Tesalonika 2 Tesalonika 1 Timotius 2 Timotius Titus Filemon Ibrani Yakobus 1 Petrus 2 Petrus 1 Yohanes 2 Yohanes 3 Yohanes Yudas Wahyu : – Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju Katekismus Gereja Katolik No. katekismus yang dikehedaki, misalnya 3, 67, 834 atau 883-901 Materi iman Dokumen Gereja Pilih Dokumen Ad Gentes Apostolicam Actuositatem Christus Dominus Dei Verbum Dignitatis Humanae Gaudium Et Spes Gravissimum Educationis Inter Mirifica Lumen Gentium Nostra Aetate Optatam Totius Orientalium Ecclesiarum Perfectae Caritatis Presbyterorum Ordinis Sacrosanctum Concilium Unitatis Redintegratio
Pada kutipan KS yang lain ada seolah-olah semacam celah untuk melakukan perceraian seperti Matius 19:1-12, terutama pada ayat 9: “Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
Tetapi sebenarnya menurut para ahli kata di atas merupakan sisipan dari penulis injil. Ada yang mengatakan bahwa selain Mat 19:1-12, 1 Kor 7:10-11 juga mengisyaratkan akan bolehnya perceraian (lihat pada ayat 11). Nah dalam hal ini sudah jelas bahwa Paulus mengatakan perceraian itu tidak diijinkan.
Karena pada perikop itu dijelaskan bahwa hubungan Yesus dengan Jemaat adalah sebagai Kepala dan Tubuh yang sudah pasti tidak dapat diceraikan. Berikut kesaksian Bapa-Bapa Gereja tentang Sakramen Pernikahan: Hermas “What then shall the husband do, if the wife continue in this disposition [adultery]?
Clement of Alexandria “That Scripture counsels marriage, however, and never allows any release from the union, is expressly contained in the law: ‘You shall not divorce a wife, except for reason of immorality.’
Jerome “Do not tell me about the violence of the ravisher, about the persuasiveness of a mother, about the authority of a father, about the influence of relatives, about the intrigues and insolence of servants, or about household [financial] losses. Because it is always possible that someone may calumniate the innocent and, for the sake of a second joining in marriage, act in criminal fashion against the first, it is commanded that when the first wife is dismissed a second may not be taken while the first lives” (Commentaries on Matthew 3:19:9 [A.D. 398]). Pope Innocent I “[T]he practice is observed by all of regarding as an adulteress a woman who marries a second time while her husband yet lives, and permission to do penance is not granted her until one of them is dead” (Letters 2:13:15 [A.D. 408]).
He did not at once say, It is not lawful, lest they should be disturbed and put in disorder, but before the decision by His argument He rendered this manifest, showing that it is itself too the commandment of His Father, and that not in opposition to Moses did He enjoin these things, but in full agreement with him.
Sakramen Perkawinan
Pada kutipan KS yang lain ada seolah-olah semacam celah untuk melakukan perceraian seperti Matius 19:1-12, terutama pada ayat 9: “Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.” Tetapi sebenarnya menurut para ahli kata di atas merupakan sisipan dari penulis injil. Kita tahu bahwa hukum Taurat itu mengijinkan perceraian sehingga akhirnya penulis injil menyisipkan kata “Kecuali karena zinah” agar tidak menimbulkan kesan bahwa Yesus mengubah hukum taurat, karena Yesus dalam injil Matius mengatakan “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Mat 5:17-18) Jadi maksud Yesus tetap bahwa perkawinan itu tetap tak terceraikan. Ada yang mengatakan bahwa selain Mat 19:1-12, 1 Kor 7:10-11 juga mengisyaratkan akan bolehnya perceraian (lihat pada ayat 11). Nah dalam hal ini sudah jelas bahwa Paulus mengatakan perceraian itu tidak diijinkan. Karena pada perikop itu dijelaskan bahwa hubungan Yesus dengan Jemaat adalah sebagai Kepala dan Tubuh yang sudah pasti tidak dapat diceraikan.
Jerome “Do not tell me about the violence of the ravisher, about the persuasiveness of a mother, about the authority of a father, about the influence of relatives, about the intrigues and insolence of servants, or about household [financial] losses. Because it is always possible that someone may calumniate the innocent and, for the sake of a second joining in marriage, act in criminal fashion against the first, it is commanded that when the first wife is dismissed a second may not be taken while the first lives” (Commentaries on Matthew 3:19:9 [A.D. 398]). Pope Innocent I “[T]he practice is observed by all of regarding as an adulteress a woman who marries a second time while her husband yet lives, and permission to do penance is not granted her until one of them is dead” (Letters 2:13:15 [A.D. 408]).
Be First to Comment