Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik. NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja. Suzy Muliani Sistem katekese – Iman yang mencari pengertian Terobosan terbaru dalam dunia Katekis 5 Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Missourini Harianto Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Salut n bangga u/Pak Stefanus Tay n Ibu Ingrid Tay. Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik.
NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja.
5 Tujuan Sakramen Perkawinan dalam Kehidupan Katolik
Dalam ajaran Katolik, perkawinan merupakan sebuah sakramen, yaitu tanda cinta kasih Tuhan kepada manusia. Sakramen ini berupa upacara pemberkatan bagi pasangan yang sama-sama telah dibabtis, dan akan disempurnakan dengan persetubuhan.
Sehingga seringkali gereja enggan untuk melakukan sakramen perkawinan bagi mereka yang sebelumnya sudah pernah menikah. Walau demikian, memang di Perjanjian Lama banyak sekali praktik yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dalam hal perkawinan, yaitu poligami. Dalam perkawinan, terdapat empat sifat yang harus dipenuhi, yaitu monogami, tak terceraikan, tanda cinta kasih Allah, dan memiliki tujuan. Kita bisa melihat Kitab Hukum Kanonik 1013 tahun 1917, yang mengatakan bahwa tujuan utama dari pernikahan adalah prokreasi dan pendidikan anak.
Dan baru-baru ini Paus Fransiskus juga mengeluarkan nubuatnya mengenai pernikahan, yaitu bahwa wanita dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama, atau yang lebih mendalam lagi, bahwa aspek menyatukan pasangan dalam pernikahan lebih besar daripada aspek prokreasi. Seperti yang terdapat pada janji pemberkatan, mempelai bersedia untuk bersama-sama ada dalam suka maupun duka.
Keterbukaan ini diperkuat dengan adanya hubungan suami istri dalam kristen yang menggambarkan salah satu karunia, yaitu cinta timbal balik. Suami dan istri perlu untuk membagi tanggung jawab dalam rumah tangga sehingga terdapat keteraturan. Maka dari itu, penting sekali bagi keluarga baru untuk menjadikan Tuhan sebagai pondasi dan dasar dalam segala keputusan.
Iman Katolik …..Media Informasi dan Sarana Katekese
kanon: contoh masukan no kanon: 34,479,898-906 KITAB SUCI + Deuterokanonika Kejadian Keluaran Imamat Bilangan Ulangan Yosua Hakim-Hakim Rut 1 Samuel 2 Samuel 1 Raja-Raja 2 Raja-Raja 1 Tawarikh 2 Tawarikh Ezra Nehemia Tobit Yudit Ester Ayub Mazmur Amsal Pengkhotbah Kidung Agung Kebijaksanaan Sirakh Yesaya Yeremia Ratapan Barukh Yehezkiel Daniel Hosea Yoel Amos Obaja Yunus Mikha Nahum Habakuk Zefanya Hagai Zakharia Maleakhi 1 Makabe 2 Makabe Matius Markus Lukas Yohanes Kisah Para Rasul Roma 1 Korintus 2 Korintus Galatia Efesus Filipi Kolose 1 Tesalonika 2 Tesalonika 1 Timotius 2 Timotius Titus Filemon Ibrani Yakobus 1 Petrus 2 Petrus 1 Yohanes 2 Yohanes 3 Yohanes Yudas Wahyu : – Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju Katekismus Gereja Katolik No. katekismus yang dikehedaki, misalnya 3, 67, 834 atau 883-901 Materi iman Dokumen Gereja Pilih Dokumen Ad Gentes Apostolicam Actuositatem Christus Dominus Dei Verbum Dignitatis Humanae Gaudium Et Spes Gravissimum Educationis Inter Mirifica Lumen Gentium Nostra Aetate Optatam Totius Orientalium Ecclesiarum Perfectae Caritatis Presbyterorum Ordinis Sacrosanctum Concilium Unitatis Redintegratio
Pada kutipan KS yang lain ada seolah-olah semacam celah untuk melakukan perceraian seperti Matius 19:1-12, terutama pada ayat 9: “Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
Tetapi sebenarnya menurut para ahli kata di atas merupakan sisipan dari penulis injil.
Ada yang mengatakan bahwa selain Mat 19:1-12, 1 Kor 7:10-11 juga mengisyaratkan akan bolehnya perceraian (lihat pada ayat 11). Nah dalam hal ini sudah jelas bahwa Paulus mengatakan perceraian itu tidak diijinkan. Karena pada perikop itu dijelaskan bahwa hubungan Yesus dengan Jemaat adalah sebagai Kepala dan Tubuh yang sudah pasti tidak dapat diceraikan. Berikut kesaksian Bapa-Bapa Gereja tentang Sakramen Pernikahan: Hermas “What then shall the husband do, if the wife continue in this disposition [adultery]?
Clement of Alexandria “That Scripture counsels marriage, however, and never allows any release from the union, is expressly contained in the law: ‘You shall not divorce a wife, except for reason of immorality.’ Jerome “Do not tell me about the violence of the ravisher, about the persuasiveness of a mother, about the authority of a father, about the influence of relatives, about the intrigues and insolence of servants, or about household [financial] losses. Because it is always possible that someone may calumniate the innocent and, for the sake of a second joining in marriage, act in criminal fashion against the first, it is commanded that when the first wife is dismissed a second may not be taken while the first lives” (Commentaries on Matthew 3:19:9 [A.D. 398]). Pope Innocent I “[T]he practice is observed by all of regarding as an adulteress a woman who marries a second time while her husband yet lives, and permission to do penance is not granted her until one of them is dead” (Letters 2:13:15 [A.D. 408]).
He did not at once say, It is not lawful, lest they should be disturbed and put in disorder, but before the decision by His argument He rendered this manifest, showing that it is itself too the commandment of His Father, and that not in opposition to Moses did He enjoin these things, but in full agreement with him.
Hukum Gereja Mengenai Pernikahan Katolik
Perkawinan Katolik itu pada dasarnya berciri satu untuk selamanya dan tak terceraikan. Monogam berarti satu laki-laki dengan satu perempuan, sedang indissolubile berarti, setelah terjadi perkawinan antara orang-orang yang dibaptis (ratum)secara sah dan disempurnakan dengan persetubuhan, maka perkawinan menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian.
Perkawinan semacam ini pada umumnya diadakan antara mereka yang dibaptis dalam Gereja Katolik (keduanya Katolik), tetapi dapat terjadi perkawinan itu terjadi antara mereka yang salah satunya dibaptis di Gereja lain non-Katolik. Gereja mengikuti teori dari Paus Alexander III (1159-1182) bahwa perkawinan sakramen mulai ada atau bereksistensi sejak terjadinya kesepakatan nikah .
Objek kesepakatan nikah adalah kebersamaan seluruh hidup (consortium totius vitae yang terarah pada 3 tujuan perkawinan di atas. Gereja mempunyai kuasa untuk mengatur perkawinan warganya, meski hanya salah satu dari pasangan yang beriman Katolik.
Artinya, perkawinan mereka baru sah kalau dilangsungkan sesuai dengan norma-norma hukum kanonik (dan tentu ilahi). Karena bersifat Gerejani, maka negara tidak mempunyai hak apapun untuk menyatakan sah/tidaknya perkawinan Katolik maupun perkara di antara pasangan yang menikah.
Kalau pihak non katolik kemudian hari menjadi katolik dan percaya bahwa dirinya adalah sakramen, maka perkawinan mereka otomatis menjadi sakramen, tidak perlu ada pembaruan pernikahan beda agama yang telah mereka lakukan di gereja.
Yang paling sedikit berbeda antara upacara sakramen dengan pemberkatan paling adalah pertanyaan penyelidikan atas kesediaan pasangan, rumusan janji, doa dari imam, juga pihak non katolik tidak diwajibkan untuk berdoa secara katolik tentu saja. Yang mengganggu biasanya justru kalau pernikahan itu dilangsungkan di mesjid karena pihak katolik harus mengucapkan syahadat, atau di beberapa gereja protestan karena pihak katolik harus dibaptis secara protestan. Semua dipanggil, tetapi kalau belum terpilih ya tidak akan pernah menjadi orang katolik.
Perkawinan adalah peristiwa sadar dan terencana, maka tidak ada yang disembunyikan dari pihak katolik.
Be First to Comment