1) Menganugrahkan rahmat Roh Kudus yang menjadikan si penderita sakit mempunyai kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan karena sakitnya.
Pengurapan orang sakit
Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Untuk kedua hal di atas (sakit dan usia lanjut) juga dituntut masih dapat menggunakan akal budi[2]. Orang sakit yang tidak sadar lagi atau kehilangan penggunaan akal sehat, jika mereka pernah menyatakan keinginannya sewaktu dalam keadaan sehat untuk menerima sakramen pengurapan ini. Jika dianggap perlu dan dikehendaki oleh si sakit, sakramen pengampunan dosa dapat diberikan.
Maka keluarga si sakit hendaknya menghubungi pengurus lingkungan/ stasi atau langsung pada romo.
Dalam keadaan tertentu dimungkinkan penerimaan sakramen pengurapan orang sakit setelah upacara pembaptisan darurat. Dalam hal ini pelayan sakramen pengurapan orang sakit menjamin bahwa peristiwa tersebut terdokumentasikan dengan baik.
Jamahan Tuhan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit – katolisitas.org
Syukur kepada Tuhan, Gereja memiliki Sakramen Urapan Orang Sakit, yang menjadi tanda penyertaan Kristus, sarana pengurapan dan penyembuhan orang sakit, yang dapat mendatangkan rahmat yang luar biasa, entah berupa kesembuhan rohani, jasmani, ataupun keduanya, atau jika waktunya telah tiba, merupakan persiapan bagi kita untuk bertemu muka dengan muka dengan Tuhan. Tak dapat kita pungkiri, bahwa penyakit dan penderitaan merupakan pencobaan yang terberat dalam kehidupan manusia.
[1] Maka, tak jarang, penyakit dapat menimbulkan rasa takut, ingin menutup diri, bahkan putus asa dan ‘marah’ kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya, penyakit dapat membuat kita lebih pasrah, lebih dapat melihat apa yang terpenting di dalam hidup ini, sehingga kita tidak lagi mencari segala sesuatu yang tidak penting.
Paus Yohanes Paulus II dalam surat Apostoliknya, Salvifici Doloris (On the Christian Meaning of Human Suffering), mengatakan bahwa setiap manusia yang menderita dapat mengambil bagian dalam karya Keselamatan[4] yang dipenuhi oleh Kristus. Pada saat itulah Pastor Bob mengunjungi dia dan memberikan sakramen Pengurapan Orang sakit.
Maka sehari sebelum Pastor berangkat ke retret, ia berkunjung ke ibu yang sakit itu, sambil berkata, “Nah, sekarang aku mengetahui apa yang akan kukatakan kepadamu, mengenai arti hidupmu. Maukah engkau berdoa bagi anak-anak muda yang akan mengikuti retret besok?” Ibu itu setuju, dan Pastor Bob memberikan kepada ibu itu, daftar nama anak-anak yang mengikuti retret.
Saya percaya, Tuhan mendengarkan doa ibu itu, yang didoakan ditengah penderitaan dan kesakitannya. Tuhan berkenan mengabulkannya dan membuat kalian semua di sini mengalami kasih Allah yang ajaib.
Hari berikutnya sepulang dari retret, Pastor Bob mengunjungi ibu itu di rumah sakit. Aku akan terus berdoa untuk pertobatan banyak orang, termasuk mereka yang kukasihi, anak- anak dan anggota keluargaku.
Yesus memberikan perintah kepada para muridNya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah dan mengurapi orang sakit dengan minyak (lih. Ia menggunakan tanda-tanda untuk menyembuhkan, seperti ludah dan perletakan tangan (lih. Rasul Yakobus adalah yang secara khusus menuliskan hal ini, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia mamanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesinya dengan minyak dalam nama Tuhan. Tradisi ini yang diturunkan menjadi salah satu dari ketujuh sakramen Gereja. Dalam hal ini mereka lebih daripada para imam Yahudi yang diberi kuasa untuk menyatakan apakah seseorang sudah sembuh/ tahir dari penyakit lepra. Bukan saja pada waktu Pembaptisan, tetapi sesudahnya sesuai dengan pesan Rasul Yakobus…”[10] St. Paus Innocentius I (wafat tahun 417) menyatakan bahwa Pengurapan Orang sakit dengan minyak yang telah diberkati oleh Uskup adalah sakramen yang ditujukan untuk menghapuskan dosa, dan meningkatkan kekuatan jiwa dan badan.
Konsili Trente menyebutkan bahwa “Urapan ini ditetapkan oleh Kristus Tuhan kita…., yang disinggung oleh Markus, tetapi dianjurkan kepada orang beriman dan diumumkan oleh Yakobus, Rasul dan saudara Tuhan.”[12] Konsili Vatikan II (1962-1965) menganjurkan agar Sakramen Pengurapan ini tidak hanya diberikan kepada seseorang yang sedang mengalami ajal, namun juga kepada siapa saja yang mulai mengalami sakit berat dan mereka yang menderita kelemahan karena usia lanjut. Dalam hal ini Gereja meneruskan tugas yang dipercayakan oleh Yesus untuk menyembuhkan orang sakit, terutama kesembuhan rohani. Katekismus mengikuti pengajaran Vatikan II, menegaskan bahwa Urapan orang sakit tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada di ambang kematian saja. Maka saat yang baik adalah pada saat kita mulai menghadapi bahaya maut, misalnya ketika akan menghadapi operasi besar, ataupun ketika baru mendapat diagnosa penyakit tertentu yang cukup serius; ataupun jika kita sudah lanjut usia. Yang dapat memberikan sakramen Urapan Orang sakit hanyalah imam (Uskup dan pastor). Misa dimulai seperti biasa, diawali dengan doa khusus untuk mereka yang akan menerima Pengurapan.
Imam membuat tanda salib dan memberkati para orang sakit itu dengan minyak di dahi, sambil berdoa, “Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.” Semua menjawab: “Amin”. Lalu imam mengurapi telapak tangan orang yang sakit dengan tanda salib sambil berkata, “Semoga Tuhan membebaskan Saudara dari dosa dan membangunkan Saudara dalam rahmat-Nya.” Semua menjawab: “Amen.” Kemudian, Misa dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi, seperti biasa. Perlu kita ketahui bahwa hal karunia kesembuhan total adalah kehendak Tuhan.
Kenyataan ini membuat hati kita dapat menjadi lebih berpasrah kepada Tuhan.
Melalui kisah pengalaman Pastor Bob di atas, kita mengetahui bahwa rahmat sakramen ini adalah kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penyakit tersebut ataupun kelemahan karena usia lanjut. Oleh Sakramen ini orang yang sakit menerima kekuatan dan anugerah untuk mempersatukan diri lebih erat lagi dengan sengsara Tuhan Yesus.
Dalam keadaan sedemikian, orang yang sakit seolah diangkat menjadi ‘sahabat sejati’ Tuhan Yesus yang tidak saja menjadi sahabat di waktu senang, tetapi juga di waktu susah. Orang yang sakit dapat menggabungkan penderitaannya dengan penderitaan Yesus dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan umat Allah.
Urapan ini merupakan persiapan untuk perjalanan terakhir terutama bagi mereka yang tengah menghadapi ajal. Ya, rahmat Allah akan memampukan kita untuk selalu mempunyai damai sejahtera dalam keadaan apapun juga. Semoga rahmat-Mu mempersiapkan aku untuk menyongsong Engkau kelak dalam kehidupan abadi di surga. [4] Lihat Pope John Paul II, Salfivici Doloris (On the Christian Meaning of Human Suffering), 19
[11] Lihat St. Innocent, “Letter to Decentius”, seperti dikutip oleh John Willis, The Teaching of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002), p. 430-431.
5 Simbol Pengurapan Orang Sakit dan Maknanya
Selain itu, minyak urapan juga dapat digunakan untuk acara-acara tertentu, seperti pelantikan imam, raja, dan nabi. Oleh karena itu, jaman dahulu orang biasa dilarang untuk menggunakan minyak urapan, apalagi membuatnya demi kepentingan pribadi. Sedangkan untuk perjanjian baru, minyak urapan hanya disebutkan empat kali dan masing-masing memiliki tujuan yang berbeda-beda. Salah satu dasar Alkitab penggunaan minyak dalam sakramen pengurapan orang sakit yaitu terdapat pada Yakobus 5:14 yang mengatakan, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.”
Beberapa ajaran mengatakan bahwa dengan membuat tanda salib secara tidak sadar mereka disucikan oleh Allah. Namun secara umum, penggunaan tanda salib memiliki makna yaitu untuk mengingatkan kita akan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Pada abad kedua, banyak sekali umat Kristiani yang dianiaya dan dibunuh oleh orang Romawi. Pada suatu malam, Sang Jenderal bermimpi, apabila ia ingin menang melawan Maxentinu di kota Roma, maka dia harus menandai seluruh pedangnya dengan tanda salib. Dengan mengurapi tangan, si sakit diingatkan supaya senantiasa melakukan segala aktivitasnya untuk kepentingan dan kehendak-Nya. Selain itu, menumpangkan tangan pada si sakit juga dirasa dapat memberikan kenyamanan, menunjukkan kepedulian dan perhatian.
Untuk Apa Sakramen Pengurapan Orang Sakit?
Kekeliruan mengenai pemahaman tentang makna Sakramen Pengurapan Orang Sakit kadang membuat umat takut atau enggan untuk menerima. Pemahaman yang sudah ditanam dalam pemikiran masing-masing umat adalah efek langsung dari penerimaan sakramen, yakni mempercepat dan memastikan kematian.
Pertama-tama, penulis akan menggunakan metode studi tekstual — mencermati teks asli dalam bahasa Latin dari ritus sakramen ini, baik sebelum maupun sesudah Konsili Vatikan II; kedua, hasil proses pencermatan ini kemudian dilanjutkan dengan upaya memahami model-model pembaruan yang ditekankan dalam Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Dogmatis Sacrosantum Concilium tentang Pembaruan Liturgi; dan pada bagian terakhir, penulis akan membandingkan transformasi — segi makna, teologi, ritus, pelayan, dll., — yang diterangkan melalui perbandingan sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II. Tujuan dari semua proses pencermatan ini adalah agar umat dibantu untuk memperbarui makna sakramen Pengurapan Orang Sakit dan bagaimana ritus-ritus yang dibuat dipahami dengan baik.
Praktik dalam sakramen-sakramen merupakan formasi lanjutan (on going formation) dari karya-karya Yesus dan wejangan-Nya kepada para murid, yakni seruan pembaptisan (Mat 28:19), ekaristi (Luk 22:15-20), atau kisah-kisah penyembuhan (Yoh 9:1-7). Rasul Yakobus bahkan menekankan demikian: “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (Yak 5:14). Dua hal yang ditekankan dalam pernyataan Rasul Yakobus adalah kekuatan doa dan pengurapan melalui minyak demi kesembuhan orang sakit.
Be First to Comment