Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk tanda suci (objek materi atau tindakan) yang memiliki kemiripan dengan Sakramen, lihat Sakramentali Salah satu contoh penggunaan kata sacramentum adalah sebagai sebutan untuk sumpah bakti yang diikrarkan para prajurit Romawi; istilah ini kemudian digunakan oleh Gereja dalam pengertian harafiahnya dan bukan dalam pengertian sumpah tadi. Gereja-Gereja Pentakosta klasik, kaum Injili, Nazarin dan Fundamentalis, menganut suatu bentuk imamat yang unik. Kegiatan ordinansi lebih ditekankan peran imamat daripada peran sakramentalnya sehingga ordinansi lebih dipandang sebagai suatu tindakan pengorbanan yang dipersembahkan oleh orang-orang percaya dari pribadinya masing-masing, daripada sebagai suatu ritual yang mengandung kuasa sendiri. Beberapa golongan (khususnya Anabaptis dan kelompok-kelompok Persaudaraan) mengakui upacara pembasuhan kaki sebagai sakramen (lihat Injil Yohanes 13:14), dan beberapa golongan lainnya (misalnya Polish National Catholic Church of America) ingin agar mendengarkan Pembacaan Injil dianggap sebagai suatu sakramen pula. Gereja Bala Keselamatan tidak mempraktikkan sakramen-sakramen formal dengan berbagai macam alasan, termasuk adanya keyakinan bahwa lebih baik bila berkonsentrasi pada realitas di balik simbol-simbol; meskipun demikian, Gereja ini tidak melarang warganya untuk menerima sakramen-sakramen di denominasi-denominasi lain.
Artikel ke-39 dalam Buku Doa Bersama (Book of Common Prayer) tahun 1662 menyatakan bahwa Pembaptisan dan Komuni Suci adalah dua sakramen dominikal yang diakui dalam Gereja Inggris, dan kelima praktik lainnya dianggap “secara umum disebut sakramen.” Katekismus Gereja Episkopal di Amerika Serikat (anggota Komuni Anglikan), versi revisi lengkap tahun 1979, menyatakan: “Allah tidak membatasi diri-Nya dengan ritus-ritus ini; ritus-ritus tersebut adalah pola-pola dari cara-cara yang tak terhitung jumlahnya di mana Allah menggunakan hal-hal yang bersifat material untuk menjangkau kita.”
Mereka lebih suka menggunakan istilah “Misteri”, karena “Bagaimana hal itu mungkin terjadi” tak dapat dipahami oleh manusia. Kaum Quaker tidak mempraktikkan sakramen-sakramen formal, karena percaya bahwa segala aktivitas semestinya dipandang suci.
Sakramen Pengakuan dosa di Kamus Inggris – Indonesia-Inggris
They taught their children —my older brother, Bernard; my two younger sisters, Róża and Edyta; and me —to pray, attend church services, and observe the sacrament of penance. Dinyatakan juga bahwa pembenaran sedemikian dapat (1) ditingkatkan melalui kebajikan, atau perbuatan baik secara pribadi; (2) hilang karena dosa yang membawa maut dan karena tidak percaya; (3) diperoleh kembali melalui sakramen pengakuan dosa.
It also claims that such justification can be (1) increased by personal merit, or good works; (2) lost by mortal sin and by unbelief; (3) regained by the sacrament of penance. [Terdakwa percaya] bahwa sakramen pengakuan dosa tidak de jure Divino [berdasarkan hukum ilahi], bahwa ini tidak ditetapkan oleh Kristus maupun diakui oleh Alkitab, bahwa tidak dibutuhkan pengakuan dosa dalam bentuk apa pun selain daripada mengaku dosa kepada Allah sendiri.” “[You have believed] that sacramental confession is not de jure Divino [according to divine law], that it was not instituted by Christ nor proved by the Scriptures, nor is any kind of confession necessary other than that to God himself.”
In Catholic teaching, the Sacrament of Penance is the method of the Church by which individual men and women confess sins committed after baptism and have them absolved by God through the administration of a Priest. Although his strength was failing, he ordered himself to be carried out to church, where he made his confession in Christian way, received the divine Eucharist, and surrendered his soul to God in the arms of the priests. Penyesalan sempurna menghapus kebersalahan dan hukuman kekal yang disebabkan oleh dosa berat, bahkan sebelum peniten menerima absolusi dalam Sakramen Tobat, asalkan orang tersebut memiliki suatu ketetapan hati yang kuat untuk melakukan pengakuan dosa sakramental sesegera mungkin. Bagian tersebut berisi teks-teks khusus untuk perayaan Pembaptisan, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Tahbisan, dan Perkawinan di dalam Misa, mengecualikan Pengakuan Dosa (Tobat atau Rekonsiliasi) sebagai satu-satunya sakramen yang tidak dirayakan di dalam Perayaan Ekaristi.
Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Dalam Gereja Katolik, Meterai Pengakuan (bahasa Inggris: Seal of Confession) adalah kewajiban mutlak semua imam untuk tidak mengungkapkan apa pun yang mereka ketahui dari para peniten (orang yang mengaku dosa) selama berlangsungnya Sakramen Tobat.
3 Makna Sakramen Minyak Suci dalam Kehidupan Katolik
Kendati demikian, sekarang pun masih banyak orang yang enggan untuk mendapat pengurapan minyak suci ketika sedang sakit, karena mereka beranggapan hal tersebut akan mempercepat kematian. Untuk mempertegas tujuan dari sakramen ini, kita bisa melihat Kitab Hukum Kanonik 1004; KGK 1514 yang mengatakan bahwa pengurapan orang sakit dapat diberikan kepada orang beriman yang telah dapat menggunakan akal budi, mulai dari berada dalam bahaya karena sakit atau usia lanjut. Maka, jelas bahwa sakramen tidak serta merta mempercepat kematian, melainkan dilakukan pada siapa pun yang membutuhkan pengurapan untuk kesembuhan dan kekuatan. Namun seiring perkembangannya, pengurapan minyak suci di maknai tidak hanya untuk penyembuhan fisik tetapi juga rohani:
Maka, pengampunan dosa dapat diterima melalui sakramen minyak suci apabila orang tersebut mengakui dosanya dengan sungguh-sungguh. Sakramen minyak suci juga bertujuan untuk memberi kekuatan pada seseorang yang berjuang melawan rasa sakit.
Katekese Sakramen Penguatan
Seperti Baptis dan Ekaristi, adalah satu dari tiga Sakramen Inisiasi Gereja Katolik. Rahmat ini mengamankan dan menguatkan orang tersebut untuk menjadi saksi Kristus yang hidup.
Dalam sakramen, Tuhan mempergunakan benda-benda biasa seperti air, roti, minyak dan juga tindakan-tindakan tertentu untuk berbicara secara langsung kepada jiwa kita.
Perkecualian terjadi apabila calon penerima sakramen adalah orang dewasa yang baru masuk Katolik. Pertama, obat gosok itu meresap ke dalam kulitmu serta menghangatkan tubuhmu sehingga kamu merasa nyaman. Hal ini ditetapkan oleh Paus Paulus VI dalam Konstitusi Apostolis Divinae Consortes Naturae. Karunia Roh Kudus adalah kekuatan dari atas saat pribadi melaksanakan rahmat pembaptisan ke dalam praktik hidup dan bertindak sebagai “saksi” Kristus [1302-1305,1317] Bahkan ketika kamu melupakan-Ku, Aku akan tetap setia dalam untung dan malang.
Ia akan melakukan segala yang mungkin untuk memahami iman Katolik dengan segenap hati dan pikirannya. KEDUA, Sakramen Baptis melahirkan seseorang dalam hidup kristiani dan memberikan rahmat pertumbuhannya. Artinya dia dimampukan untuk terbuka dan bekerjasama secara penuh dengan Roh Kudus. Tanpa Krisma, si terbaptis tetap bisa tumbuh dalam hidup iman (melanjutkan rahmat kelahiran baru yang diterima dalam baptis), tetapi belum memiliki kekuatan atau “kerangka” untuk sungguh menjadi dewasa secara rohani.
Pemberian Krisma membuat eksplisit, publik dan kelihatan apa yang sudah diterima dalam Sakramen Baptis, yaitu partisipasi pada tri-tugas Kristus. Hal ini menjadi rancu dan salah kaprah, karena yang benar namanya adalah Sakramen Penguatan (Bahasa Inggris: “The Sacrament of Confirmation”).
Biasanya Minyak Krisma ini diberkati oleh Uskup sebelum perayaan Kamis Putih setiap tahun bersamaan dengan pembaharuan janji imamat para imam, dimana semua imam/pastor berkumpul bersama di Gereja Katedral dalam perayaan ekaristi pemberkatan minyak Krisma dan pembaharuan janji imamat para imam tersebut. Ketika diterima dalam Gereja Katolik, Romo memberi Sakramen Penguatan dan komuni pertama. KEDUA, sangat mungkin penerimaan Anda ke dalam Gereja Katolik dilakukan dalam perayaan Ekaristi yang diadakan untuk pembaptisan orang dewasa, sehingga Anda juga langsung diberi Sakramen Penguatan dan komuni pertama. Memang adalah peraturan Gereja bahwa para imam juga boleh memberikan Sakramen Penguatan ketika membaptis orang dewasa atau menerima orang yang telah dibaptis ke dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik (KHK kan 883, No.
Bahkan, setiap imam boleh memberikan sakramen penguatan JIKA ORANG ITU BERADA DALAM BAHAYA MAUT (Kan 883, No. Maka, tidak perlu dan tak boleh menerima Sakramen Krisma lagi, juga jika diberikan Uskup.
Ada tiga sakramen yang memberikan meterai rohani abadi, yaitu Baptis, Krisma, dan Tahbisan. Pembekalan yang demikian itu akan sangat Anda rasakan kegunaan dalam penghayatan iman dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai orang Katolik. Para calon mempelai diharapkan sudah menerima Sakramen Penguatan(Krisma) sebelum melangsungkan pernikahan di depan altar. 6; Ordo Celebrandi Matrimonium, 1991) Gereja mengajarkan, “Orang-orang Katolik yang belum menerima Sakramen Penguatan hendaklah menerimanya untuk melengkapi Sakramen Inisiasi Kristiani sebelum diizinkan menikah, bila hal itu dapat dilaksanakan tanpa kesulitan besar.” Bila jadwal penerimaanSakramen Krisma oleh uskup di paroki yang bersangkutan itu masih jauh dan calon mempelai tidak mungkin mendapatkan Krisma sebelum tanggal perkawinan mereka, maka pastor paroki bisa memberikan kepada calon mempelai itu Sakramen Krisma yang dibutuhkan.
Efektivitas pengaruh Roh Kudus pada saat pemberian krisma kepada umat yang menerima, kelihatannya tidak terasa. Hanya berupa upacara liturgis yang tidak menimbulkan efek nyata, bahkan terkesan ritual belaka. Dari segi makna dan sejarahnya, tentu saja sidi tidak sama dengan Sakramen Penguatan. Sidi tidak diberikan oleh uskup yang mempunyai suksesi apostolik sejak para rasul.
Pendek kata, sejak kaum protestan memisahkan diri dari Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik, (abad 16) maka mereka sudah berbeda sama sekali secara hakikat dan martabat Gerejawi. Saya menerima sakramen Penguatan tahun 1985 di gereja Salib Suci stasi gunung Sempu, Paroki Pugeran, Yogyakarta dari tangan Mgr Julius Darmaatmadja, uskup Keuskupan Agung Semarang waktu itu. Apalagi ketika itu juga ada perayaan peresmina gereja tersebut yang dihadiri bupati Bantul. Kembali ke tempat duduk, berdoa dalam hati, mengenangkan betapa baiknya Tuhan, diiringi lagu-lagu liturgi dari koor yang memang isinya pujian – permohonan pada Roh Kudus dan nadanya sangat membantu doa. Dalam beberapa kali latihan sebelum hari-H, katekis selalu menekankan bahwa dalam liturgi Sakramen Penguatan, Roh Kudus benar-benar melantik saya menjadi Saksi Kristus, bahwa saya sudah menjadi Katolik mandiri yang harus belajar iman Katolik dan mewartakan Kristus dengan penuh kasih tanpa disuruh-suruh lagi oleh orangtua atau guru agama. Maka saya bisa mengalami tuntunan Roh Kudus itu bukan hanya sesaat, namun sepanjang waktu dalam proses hidup sehari-hari. Sampai kini, buah sakramen Penguatan itu selalu saya alami: semangat, damai, suka cita, kemurahan hati,… dst berselang-seling tanpa perasaan euforia. Selebihnya Roh Kudus membimbing dengan halus dalam hidup rutin yang manusiawi dan bermartabat.
Sampai akhirnya saya berjumpa beberapa kali dalam wawancara pribadi dengan Mgr Julius Kardinal Darmaatmadja di Seminari. KGK 1298 Apabila upacara Penguatan dirayakan terpisah dari Pembaptisan, seperti yang berlaku dalam ritus Roma, maka ritus Sakramen mulai dengan pembaharuan janji Pembaptisan dan pengakuan iman dari mereka yang menerima Penguatan. Kalau seorang dewasa dibaptis, maka ia langsung menerima Penguatan dan ikut serta dalam Ekaristi (Bdk. Rahmat pengudusan ini akan tetap ada dalam diri seseorang yang dibaptis, asalkan ia tidak melakukan dosa berat. Hal tepukan di pipi atau di bahu oleh Uskup pada saat ia menerimakan Sakramen Penguatan, itu maksudnya adalah untuk mengingatkan orang yang menerimanya bahwa sebagai saksi Kristus ia harus siap untuk mengikuti teladan Kristus, yaitu berani berkorban/menderita, bahkan sampai rela wafat demi Dia, dan demi melakukan kebaikan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah. Dalam => PERJANJIAN LAMA, Umat Allah mengharapkan turunnya Roh Kudus atas seorang Mesias (Juru Selamat).
Yesus menjalaninya dalam Roh kasih dan kesatuan yang sempurna dengan Bapa-Nya di surga. “Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar bahwa tanah Samaria telah menerima firman Tuhan Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ.
Ternyata didapati bahwa salah satu calon pengantin tersebut belum menerima sakramen penguatan. “Sudah mau jadi manten, kok belum penguatan ta mas?” tanya Rama Paroki. Jawabnya, “Sudah Rama, saya baptis dewasa, tapi penguatan kok ndak mudheng (tidak paham) kapan diterimakannya. Krisma (dari bahasa Yunani: chrisma = pengurapan) atau penguatan (terjemahan kata Latin: confirmatio) diterimakan oleh Bapa Uskup sebagai pemimpin Gereja yang resmi di keuskupan kita.
Dengan penerimaan Sakramen Penguatan ini, seorang Katolik dilantik melalui pencurahan Roh Kudus menjadi warga Gereja yang penuh dan harus siap ikut bertanggungjawab dengan segala tugas dan kewajiban Gereja sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat! Penerimaan Sakramen Penguatan tentu saja selalu diupayakan dalam perayaan Ekaristi, apalagi biasanya Misa tersebut dipimpin oleh Bapa Uskup. Dengan perayaan Ekaristi, seorang yang telah menerima Sakramen Penguatan ditopang dengan kekuatan rohani tiada tara sehingga menjadi seorang yang tangguh dan handal dalam mewartakan Injil di tengah dunia ini. Ketiga, selama berabad-abad, patokan usia penerima Sakramen Penguatan menurut Gereja Latin ialah “Dapat menggunakan akal” (KHK Kan 890 #2 dan 891).
KHK Kan 97 #2, dikatakan bahwa seorang anak, “Setelah berumur genap tujuh tahun diandaikan dapat menggunakan akal-budinya”. Inilah alasan dahulu Sakramen Penguatan bisa diberikan kepada anak-anak yang berusia tujuh tahun ke atas.
Bisa saja seseorang yang masih dalam usia kanak-kanak, tapi karena kekuatan Roh Kudus berani berjuang untuk Kristus sampai titik darah terakhir (KGK 1308). Dengan berpedoman pada hal ini, maka Konferensi Para Uskup bisa “menentukan usia lain” (KHK Kan 891) untuk penerima Sakramen Penguatan.
Banyak Konferensi Para Uskup yang menetapkan usia 15-16 tahun sebagai syarat penerima Sakramen Penguatan.
Be First to Comment