Press "Enter" to skip to content

Sakramen Kematian Katolik

Untuk menerangkan tentang Sakramen Orang Mati dan Sakramen Orang Hidup ini, saya akan mengacu kepada Katekismus Santo Pius X (KSPX)* yang disusun oleh Paus Santo Pius X dalam bentuk tanya jawab mengenai suatu ajaran Gereja Katolik. Kata sakramen berarti tanda-tanda rahmat yang dapat dirasakan dan berdaya guna, ditetapkan oleh Yesus Kristus untuk menguduskan jiwa kita.

Mengapa anda menyebut sakramen tanda-tanda rahmat dapat dirasakan dan berdaya guna?

Ada sebagian umat Katolik menganggap bahwa penerimaan Sakramen-sakramen hanyalah sekadar ritual yang terlihat.

Namun, ajaran iman Katolik tidak menganggap Sakramen-sakramen sekadar ritual belaka. Contohnya saat Pembaptisan, tanda-tanda rahmat itu ditunjukkan dengan penuangan air baptis ke dahi sambil Imam atau Uskup mengucapkan kalimat “Aku membaptis engkau dalam Nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus.” Pada saat itu juga, kita menerima rahmat pengudusan (sanctifying grace) dari Allah dalam Sakramen Pembaptisan. Rahmat adalah sebuah karunia batin dan adikodrati yang diberikan kepada kita bukan karena jasa-jasa kita, melainkan melalui jasa-jasa Yesus Kristus untuk mendapatkan kehidupan yang abadi. Yesus Kristus melalui penderitaan dan wafat-Nya memberikan kepada sakramen-sakramen daya menganugerahkan rahmat. Bagaimana dua sakramen ini disebut mengenai hal itu (menganugerahkan rahmat pengudusan pertama)? Dua sakramen ini, Pembaptisan dan Tobat, mengenai hal itu disebut sakramen-sakramen orang mati, karena sakramen-sakramen ini ditetapkan terutama untuk mengembalikan kehidupan rahmat kepada jiwa yang mati karena dosa. 5 sakramen ini – Penguatan, Ekaristi, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Perkawinan – dalam hal itu disebut sakramen-sakramen orang hidup karena mereka yang telah menerimanya haruslah bebas dari dosa berat, yaitu sudah hidup melalui rahmat pengudusan. Dosa apa yang dilakukan oleh seseorang yang sadar bahwa dirinya tidak berada dalam keadaan rahmat namun menerima salah satu dari sakramen-sakramen orang hidup?

Dia, yang sadar bahwa dia tidak berada dalam keadaan rahmat namun menerima salah satu dari sakramen-sakramen orang hidup, melakukan sebuah dosa sakrilegi yang serius. Demikianlah kita bisa melihat ajaran iman Katolik tentang hubungan sakramen-sakramen dan rahmat. Sebagai contoh, bagaimana sikap batin yang benar sebelum menerima Sakramen Ekaristi?

Seseorang harus lebih dulu menerima Komuni pertama, harus berada dalam keadaan rahmat atau dengan kata lain bebas dari dosa berat / dosa yang mendatangkan maut (mortal sin)** serta harus berpuasa 1 jam sebelum menerima Sakramen Ekaristi (Komuni Kudus) terkecuali dalam keadaan sakit.

Inilah bentuk sikap batin yang diperlukan sebelum kita menerima Komuni Kudus. Sesuai ajaran iman Katolik, bila kita berada dalam keadaan tanpa rahmat (atau berada dalam keadaan terikat dosa berat), kita tidak boleh menerima Sakramen-sakramen Orang Hidup ini.

Demikianlah yang diajarkan oleh Santo Paulus “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1 Kor 11:27) Pada akhirnya, bila kita dalam keadaan berdosa berat tetap memaksakan diri menerima Sakramen Ekaristi; maka bukan rahmat pengudusan yang kita terima dari Sakramen Ekaristi melainkan kita malah semakin menambah dosa kita sendiri. Banyak dari kita menganggap bahwa segala bentuk Sakramen, Liturgi, Devosi dsb menjadi sekadar seremonial ibadah atau ritual saja.

Kita tidak lagi memiliki sikap batin yang benar dalam menerima Sakramen-sakramen Suci secara khusus saat menerima Sakramen terbesar dari antara sakramen-sakramen lainnya, yaitu Sakramen Ekaristi. Bagi anda umat Katolik yang akan menerima Sakramen Ekaristi yang pertama (Komuni Pertama) ataupun Krisma, anda pasti diwajibkan untuk menerima Sakramen Pengakuan Dosa / Tobat lebih dulu. Dalam Perayaan 100 Tahun Publikasi Katekismus Santo Pius X, Kardinal Burke menyatakan bahwa Katekismus Santo Pius X juga adalah poin rujukan yang pasti dan sangat diperlukan pada masa sekarang. Ini berarti bahwa Katekismus Santo Pius X dapat juga dijadikan rujukan dalam menerangkan ajaran Katolik di samping Katekismus Gereja Katolik yang dipublikasikan dalam masa kepausan Beato Yohanes Paulus II dan Kompendium Katekismus Gereja Katolik yang dipublikasikan pada masa Kepausan Benediktus XVI.

Mengapa Gereja Katolik Peringati Hari Arwah Seluruh Orang Beriman Setiap 2 November? Ini Alasannya

Hal ini juga sebenarnya mau menunjukkan bahwa sebagai orang Kristiani, kita mempercayai adanya kehidupan kekal. Yang dimaksudkan di sini ialah adanya tahap terakhir dalam proses pemurnian pada perjalanan kepada Allah.

10 Sakramen Dalam Gereja Katolik dan Penjelasannya

Sakramen dalam agama Kristen memiliki makna sebagai sarana penganugerahan rahmat oleh Tuhan kepada orang-orang yang beriman. Babtisan secara umum sebenarnya memberi makna bahwa seseorang telah menerima Kristus, dan percaya mereka akan diselamatkan melalui penebusan-Nya. Selain sebagai pemberian keselamatan, babtisan juga menandakan bahwa kita mau ambil bagian dalam kehidupan-Nya. Perbedaannya hanya pada babtisan darah penyebab seseorang meninggal adalah karena membela imannya.

Awal mula adanya sakramen krisma didasarkan pada pemberian Roh Kudus dalam Kitab Perjanjian Baru. Lalu mengapa dikatakan pengutusan, tentu saja karena mereka akan ditugaskan untuk menyatakan Kristus melalui perbuatan dan imannya.

Ekaristi dalam gereja Katolik rutin dilakukan setiap hari minggu, bahkan bisa juga pada hari-hari biasa. Tidak hanya tangisan dan rasa sesal karena emosi sementara, melainkan mereka juga harus memiliki sikap hati yang mau berubah.

Walaupun memang, setelah manusia melakukan sakramen tobat, bukan berarti mereka tidak akan berdosa lagi, namun yang Allah nilai di sini adalah kesungguhan kita untuk menjauhi perbuatan dosa. Namun, apabila sakramen ini benar-benar dibutuhkan mendesak, maka kita bisa memanggil Romo dan menjadwalkan pertemuan sendiri.

Walaupun seseorang telah melakukan sakramen tobat, bukan berarti mereka akan terbebas dari hukuman. Sebenarnya adanya sakramen ini didasarkan oleh tindakan Yesus yang mau menyembuhkan dan mengampuni banyak orang berdosa.

Oleh karena inilah, sakramen pengurapan orang sakit tidak hanya dimaknai sebagai penyembuhan, melainkan juga pengampunan. Selanjutnya, seiring bergantinya abad, terjadi perubahan mendasar makna mengenai sakramen pengurapan orang sakit. Oleh karena itulah dalam ajaran Katolik, pasangan yang sudah menikah tidak boleh bercerai. Gereja juga enggan untuk melakukan sakramen pernikahan bagi orang yang sudah menikah sebelumnya. Dalam Kitab Hukum Kanonik, terdapat lima gagasan mengenai tujuan pernikahan, sebagai berikut: Setelah seseorang sudah ditasbihkan melalui sakramen ini, itu tandanya mereka harus membaktikan dirinya sebagai citra Kristus.

Demikian sepuluh sakramen dalam agama Katolik, semoga informasi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk tanda suci (objek materi atau tindakan) yang memiliki kemiripan dengan Sakramen, lihat Sakramentali Meskipun tidak semua orang dapat menerima semua sakramen, sakramen-sakramen secara keseluruhan dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman, yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu. Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya; sakramen memerlukan adanya iman meskipun kata-kata dan elemen-elemen ritualnya berdampak menyuburkan, menguatkan, dan memberi ekspresi bagi iman (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 224). Penjelasan tiap sakramen tersebut berikut ini terutama didasarkan atas Kompendium Katekismus Gereja Katolik.

Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus. Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri.

Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.

Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya. Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang dilayankan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”.

Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah.

Sakramen-sakramen juga invalid jika materia atau forma-nya kurang sesuai dengan yang seharusnya. Syarat terakhir berada di balik penilaian Tahta Suci pada tahun 1896 yang menyangkal validitas imamat Anglikan. Adapun masing-masing Gereja Katolik Ritus Timur, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu termasuk berkonsultasi dengan (namun tidak harus memperoleh persetujuan dari) Tahta Suci, dapat menetapkan halangan-halangan (Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, kanon 792). Syarat-syarat bagi validitas pernikahan seperti cukup umur (kanon 1095) serta bebas dari paksaan (kanon 1103), dan syarat-syarat bahwa, normalnya, mengikat janji pernikahan dilakukan di hadapan pejabat Gereja lokal atau imam paroki atau diakon yang mewakili mereka, dan di hadapan dua orang saksi (kanon 1108), tidaklah digolongkan dalam Hukum Kanonik sebagai halangan, tetapi sama saja efeknya. Ada tiga sakramen yang tidak boleh diulangi: Pembaptisan, Penguatan dan Imamat: efeknya bersifat permanen. Akan tetapi, jika ada keraguan mengenai validitas dari pelayanan satu atau lebih sakramen-sakramen tersebut, maka dapat digunakan suatu formula kondisional pemberian sakramen misalnya: “Jika engkau belum dibaptis, aku membaptis engkau …”

Siap Mati

Dalam sakramen ini kita diberi kesempatan untuk berdamai dengan Tuhan serta menerima pengampunan dan kesembuhan. Apabila kematian sudah sangat dekat, Pastor juga bisa memberikan “Apostolic Pardon”, sebuah berkat istimewa yang diiringi dengan kutipan doa berikut: “May God open to you the gates of paradise and welcome you to everlasting joy.” adalah salah satu sakramen terpenting dalam hal ini, terutama untuk mereka yang sudah mendekati ajal. Dalam sakramen ini kita diberi kesempatan untuk berdamai dengan Tuhan serta menerima pengampunan dan kesembuhan.

Apabila kematian sudah sangat dekat, Pastor juga bisa memberikan “Apostolic Pardon”, sebuah berkat istimewa yang diiringi dengan kutipan doa berikut: “May God open to you the gates of paradise and welcome you to everlasting joy.” Sakramen Pengurapan Orang Sakit bisa dicari oleh mereka yang merasa mereka berada dalam ancaman kematian karena sakit atau umur.Sakramen ini boleh diterima berkali-kali, jadi kita tidak usah merasa takut untuk menerima sakramen ini dan lalu nantinya sembuh. Jika Tuhan berkenan, sakramen ini bisa membawa kesembuhan dan juga mempersiapkan jiwa kita untuk kehidupan yang kekal.

Jika Tuhan berkenan, sakramen ini bisa membawa kesembuhan dan juga mempersiapkan jiwa kita untuk kehidupan yang kekal.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.