Press "Enter" to skip to content

Sakramen Ekaristi Merupakan Simbol Perjamuan

Santo Paulus mengimplikasikan suatu identitas antara roti dan anggur Ekaristi yang terlihat dengan tubuh dan darah Kristus ketika ia menulis: “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Selain itu, dan dengan cara yang unik, dalam satu doa yang diajarkan oleh Yesus, yaitu Doa Bapa Kami, kata sifat epiousios—yang tidak ditemukan di tempat lain dalam literatur Yunani Klasik—apabila diurai secara linguistis berarti (roti) “super-substansial” (epi-ousios, melampaui substansinya), dan ditafsirkan sebagai rujukan kepada Roti Hidup, yaitu Ekaristi.

Laporan-laporan mengenai pelayanan Ekaristi yang tercantum dalam Perjanjian Baru sering kali ditunjukkan dengan frasa “Pemecahan Roti”, kendati tidak selalu demikian. Pada zaman ketika kebanyakan umat Kristen belum terpelajar, penggambaran visual semacam itu menjadi dikenal sebagai Biblia pauperum, atau Alkitab kaum miskin.

Alkitab itu sendiri utamanya sebuah buku liturgis yang digunakan saat Misa, dihias sangat indah dengan tangan (“beriluminasi”), dan biaya produksinya mahal. Santo Thomas Aquinas mengajarkan bahwa pratanda yang paling jelas dalam Perjanjian Lama mengenai aspek tanda dari Ekaristi adalah tindakan Melkisedek dalam Kejadian 14:18, bahwa semua pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian, merupakan pratanda dari kandungan sakramen ini, yakni Kristus sendiri yang dikurbankan bagi manusia.

Santo Thomas juga mengatakan bahwa manna merupakan suatu pratanda khusus dari efek sakramen ini sebagai rahmat, namun ia mengatakan kalau anak domba paskah merupakan figur luar biasa Ekaristi dalam ketiga aspek tanda, kandungan, dan efek. Mengenai pratanda pertama Perjanjian Lama yang disebutkan St. Thomas, tindakan Melkisedek membawa roti dan anggur untuk Abraham, sejak zaman Klemens dari Aleksandria (ca. Pratanda kedua yang disebutkan St. Thomas adalah dari pengurbanan-pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian. Manna yang memberi makan bangsa Israel di padang gurun juga dipandang sebagai simbol Ekaristi.

Melalui penguraian linguistis, Santo Hieronimus menerjemahkan “ἐπιούσιον” (epiousios) dalam Doa Bapa Kami sebagai “supersubstantialem” pada Injil Matius, dan karenanya Alkitab Douay-Rheims menuliskan supersubstantial bread (“roti yang melampaui substansinya”). Namun, pada Injil Lukas, ia menggunakan kata “cotidianum” (“sehari-hari”), dan diikuti oleh kebanyakan versi Alkitab berbahasa Inggris dengan menuliskan daily bread (“roti harian”).

Sementara dalam Alkitab LAI Terjemahan Baru tertulis “makanan … yang secukupnya” dan Doa Bapa Kami versi Katolik di Indonesia menggunakan ungkapan “rezeki pada hari ini”. “Setiap hari Sabat [roti itu harus diatur demikian] di hadapan TUHAN; itulah dari pihak orang Israel suatu kewajiban perjanjian untuk selama-lamanya.” (Imamat 24:5-9) Sejak zaman Origenes, sejumlah teolog telah melihat “roti sajian” itu sebagai pratanda Ekaristi yang dideskripsikan dalam Lukas 22:19. Keyakinan tersebut berkenaan dengan apa yang berubah (yaitu substansi roti dan anggur), bukan bagaimana perubahan itu terjadi.

Kendati tampilannya, yang disebut dengan istilah filosofis aksiden, dapat dicerna oleh pancaindra, substansinya tidak. Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus mengatakan: “Inilah tubuh-Ku”, apa yang Ia pegang di tangan-Nya memiliki keseluruhan tampilan roti.

Karena alasan ini maka dilakukan penyimpanan elemen-elemen yang telah dikonsekrasi, umumnya dalam sebuah tabernakel gereja, untuk pemberian Komuni Kudus kepada orang sakit dan menghadapi ajal, serta juga untuk tujuan sekunder, namun masih sangat dianjurkan, yaitu memuja Kristus yang hadir dalam Ekaristi. Beberapa orang mengemukakan gagasan bahwa transubstansiasi merupakan suatu konsep yang hanya dapat dipahami dalam konteks filsafat Aristotelian.

Namun, penggunaan yang paling awal diketahui atas istilah “transubstansiasi” untuk mendeskripsikan perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu oleh Hildebertus dari Lavardin, Uskup Agung Tours (wafat tahun 1133) pada sekitar tahun 1079, jauh sebelum kalangan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. (Universitas Paris baru didirikan antara tahun 1150-1170) Istilah “substansi” (substantia) sebagai realitas atau kenyataan dari sesuatu digunakan sejak abad-abad awal Kekristenan Latin, misalnya ketika mereka menyatakan bahwa Putra memiliki “substansi” yang sama (consubstantialis) seperti Bapa. Imam Katolik Roma di Sisilia membagikan Ekaristi kepada seorang anak saat Komuni Kudus pertamanya. “Dengan alasan Tahbisan suci mereka, para pelayan biasa Komuni Kudus adalah Uskup, Imam, dan Diakon, yang memilikinya untuk melayankan Komuni Kudus kepada para anggota awam dari umat beriman Kristus pada saat perayaan Misa.

“Para pelayan luar biasa Komuni Kudus” tidak untuk disebut “para pelayan Ekaristi”, sekalipun yang luar biasa,[27] karena sebutan demikian akan menyiratkan bahwa mereka juga, entah bagaimana caranya, mentransubstansiasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. “[28] “Hanya bila ada suatu kebutuhan para pelayan luar biasa dapat membantu Imam selebran sesuai dengan norma hukum. Salah satu aturan bagi umat Katolik yang menjadi anggota Gereja Latin menyebutkan: “Seseorang yang akan menerima Ekaristi Mahakudus harus berpantang dari segala macam makanan dan minuman, kecuali air semata dan obat-obatan, sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni kudus.

Tetapi, Ekaristi Mahakudus dapat diberikan kepada anak-anak dalam bahaya maut apabila mereka mampu membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa dan menerima komuni dengan hormat” (KHK 1983, Kan.

Dalam Gereja Katolik Timur, Ekaristi dilayankan kepada para bayi segera setelah mereka menerima Sakramen Baptis dan Penguatan (Krismasi). “Komuni Kudus memiliki bentuk yang lebih penuh sebagai suatu tanda apabila disambut dalam dua rupa.

“Uskup Diosesan juga diberikan wewenang untuk mengizinkan Komuni dua rupa kapan saja dipandang tepat kepada Imam yang kepadanya dipercayakan suatu komunitas sebagai gembalanya. Sejak abad ke-20 akhir, banyak Konferensi Episkopal yang mengizinkan komunikan (sesuai pertimbangan yang bijaksana dari masing-masing pribadi) menerima Hosti di tangan, kecuali ketika Komuni diberikan dengan cara intinksi (mencelupkan sebagian Hosti dalam Piala sebelum menerimakannya).

Para pelayan Katolik menerimakan Sakramen Tobat, Ekaristi, dan Pengurapan Orang Sakit secara licit kepada anggota-anggota dari Gereja-Gereja Timur yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik apabila mereka memintanya atas kemauan sendiri dan memiliki disposisi yang layak.

[47][49] Dilakukan juga suatu pengumpulan materiil untuk membantu para janda dan anak yatim serta mereka yang membutuhkan karena berbagai alasan seperti penyakit. Demikian pula, Santo Ambrosius dari Milan membantah keberatan-keberatan terhadap ajaran ini, dengan menulis, “Kamu mungkin dapat mengatakan: ‘Rotiku adalah [roti] biasa.’ Ia menggunakannya untuk menanggapi Berengarius dari Tours, yang menyatakan bahwa Ekaristi hanya bermakna simbolis.

Peristiwa tersebut terjadi jauh hari sebelum belahan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. Upaya yang dilakukan oleh beberapa teolog Katolik abad ke-20 untuk menyajikan perubahan Ekaristis sebagai suatu perubahan makna atau signifikansi (transignifikasi, dan bukan transubstansiasi) ditolak oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965 dalam surat ensiklik Mysterium fidei.

Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia tertanggal 17 April 2003, Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa segala kewenangan para uskup dan imam utamanya merupakan suatu fungsi dari panggilan mereka untuk merayakan Ekaristi.

Devosi ini meliputi sejumlah praktik yang dilakukan pada hari Jumat pertama selama 9 bulan berturut-turut.

Pada hari-hari tersebut, mereka yang mempraktikkan devosi ini menghadiri Misa Kudus dan menerima komuni. [52] Dalam banyak komunitas Katolik dianjurkan praktik meditasi Jam Suci selama Penakhtaan Sakramen Mahakudus setiap hari Jumat Pertama.

Bagian tersebut berisi teks-teks khusus untuk perayaan Pembaptisan, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Tahbisan, dan Perkawinan di dalam Misa, mengecualikan Pengakuan Dosa (Tobat atau Rekonsiliasi) sebagai satu-satunya sakramen yang tidak dirayakan di dalam Perayaan Ekaristi. Terdapat juga teks-teks perayaan Misa untuk Profesi Religius, Pemberkatan Gereja, dan sejumlah ritus lainnya. Hosti ditakhtakan dalam monstrans , diapit oleh lilin-lilin, dan para putra altar melakukan adorasi sambil berlutut.

Penakhtaan Ekaristi adalah praktik menampilkan hosti yang telah dikonsekrasi di atas altar dalam sebuah Monstrans. Adorasi Ekaristi adalah suatu ungkapan devosi dan penyembahan kepada Kristus, yang diyakini benar-benar hadir. [55] Dari perspektif teologis, adorasi merupakan salah satu bentuk latria, berdasarkan pada ajaran tentang kehadiran Kristus dalam Hosti Terberkati.

[66] Pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus tanggal 2 Juni 1991, Dewan Kepausan untuk Kaum Awam mengeluarkan pedoman khusus yang mengizinkan adorasi abadi di paroki-paroki. Sejak Abad Pertengahan, praktik adorasi Ekaristi di luar perayaan Misa telah digalakkan oleh para paus. [67] Dalam Ecclesia de Eucharistia, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa, “Penyembahan Ekaristi di luar Misa mengandung nilai tak terhingga bagi kehidupan Gereja.

… Adalah tanggung jawab para pastor untuk mendorong praktik adorasi Ekaristi dan penakhtaan Sakramen Mahakudus, juga melalui kesaksian pribadi mereka.

[69] Paus Benediktus XVI menetapkan agar disediakan lima tempat untuk melakukan adorasi abadi bagi umat awam di kelima distrik Keuskupan Roma.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Menurut beberapa kitab Perjanjian Baru, Ekaristi dilembagakan oleh Yesus Kristus saat Perjamuan Malam Terakhir. Sedangkan istilah “Perjamuan Kudus”, khususnya di Indonesia, umumnya digunakan oleh kebanyakan Gereja Protestan. [1] Namun kata “Ekaristi” tidak hanya merujuk pada ritusnya saja (Perjamuan Kudus atau Misa Kudus), tetapi juga pada roti — baik yang beragi ataupun tidak beragi — dan anggur yang dikuduskan (dikonsekrir) dalam ritus tersebut.

Kata benda Yunani εὐχαριστία (eucharistia), yang berarti “ucapan syukur”, tidaklah digunakan dalam Perjanjian Baru sebagai nama sebuah ritual.

Istilah “Perjamuan Tuhan” umumnya digunakan di kalangan Baptis, juga sebagian Methodis dan Anglikan evangelis. Komuni berasal dari bahasa Latin: communio (saling berbagi atau persekutuan), dengan menerjemahkan istilah Yunani κοινωνία (koinōnía) in 1 Korintus 10:16:

[11][12] Istilah “Misa” sendiri awalnya berasal dari bahasa Latin: missa (secara harafiah berarti pembubaran), yaitu sebuah kata yang diambil dari seruan penutup di akhir perayaan Ekaristi: Ite, missa est (di Indonesia diterjemahkan jadi: “Pergilah, kamu diutus”). Sementara istilah “Misteri Suci” (Divine Mysteries) umum digunakan untuk merujuk pada roti dan anggur yang sudah dikonsekrir.

Kisah mengenai bagaimana Yesus menetapkan Ekaristi pada malam sebelum Penyaliban (Perjamuan Terakhir) dicatat dalam 4 kitab Perjanjian Baru: ketiga Injil Sinoptik (Matius 26:26-28, Markus 14:22-24, Lukas 22:17-20) dan 1 Korintus 11:23-25. St. Ignatius dari Antiokhia (hidup antara tahun 35 atau 50 — 98 atau 117), salah seorang Bapa Gereja, dalam Suratnya kepada Jemaat Smirna bab VI menyinggung mereka yang tidak mau menyambut Ekaristi karena tidak mengakuinya sebagai “daging Juruselamat kita Yesus Kristus”. [20] Lalu dalam Surat kepada Jemaat Filadelfia bab IV, St Ignatius mengungkapkan hal serupa yang mengaitkan Ekaristi dengan Komuni Kudus. Banyak tradisi Kekristenan yang mengajarkan bahwa Yesus hadir secara istimewa dalam perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus.

[24] Sementara beberapa aliran Kekristenan lain hanya mempercayai Ekaristi sebagai suatu seremonial atau peringatan akan wafatnya Kristus. Pada umumnya kebanyakan denominasi dalam Kekristenan memandang Perjamuan Kudus atau Ekaristi sebagai sakramen. Dewan Gereja-gereja se-Dunia (“World Council of Churches”), dalam dokumen “Baptism, Eucharist and Ministry”, mencoba menyajikan pemahaman umum mengenai makna Ekaristi demi kesepahaman segenap umat Kristiani pada umumnya, yaitu sebagai: “Ucapan Syukur kepada Bapa”, “Anamnesis atau Peringatan akan Kristus”, “Epiklesis atau Seruan kepada Roh”, “Persekutuan Orang Beriman”, “Perjamuan Kerajaan Sorga”.

[27] Melalui Ekaristi, umat juga memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan serta dapat mempersembahkannya bagi mereka yang telah meninggal.

Menurut KGK 1412, konsekrasi dilakukan oleh imam dalam perayaan Ekaristi (Misa Kudus) dengan mengucapkan kata-kata “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu…. Inilah piala darah-Ku….”[27] Konsekrasi diucapkan dalam Doa Syukur Agung, di mana saat itu seorang pastor (imam) — melalui imamatnya — bertindak selaku Kristus sendiri (in persona Christi). Pastor, atau pelayan lain, kemudian akan memberikan hosti yang telah dikonsekrir kepada komunikan (penerima komuni) sambil mengatakan “Tubuh Kritus”, suatu pernyataan bahwa Tubuh Kristus yang sebenarnya dan nyata sedang akan diberikan; lalu komunikan menjawab “Amin” sebagai tanda persetujuan dan imannya.

Ritus Bizantium adalah yang paling banyak digunakan di kalangan Gereja-Gereja Timur, dan perayaan Ekaristi-nya dikenal dengan nama Liturgi Suci. [34] Sebagian Gereja Protestan lebih menekankan Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan kematian dan pengorbanan Yesus bagi umat manusia. Ada suatu gerakan resmi dalam jemaat Lutheran yang merayakan Perjamuan Kudus mingguan, menggunakan ritus formal yang sangat mirip dengan Katolik Roma dan High Anglican; namun secara historis jemaat Lutheran umumnya merayakan Perjamuan Kudus secara bulanan atau kuartalan. Menurut pandangan Calvinis, sesuai dengan Pengakuan Iman Westminster, roti dan anggur menjadi sarana bagi orang-orang percaya untuk mengalami persekutuan nyata dengan Kristus dalam wafat-Nya; Tubuh dan Darah Kristus hadir dengan iman mereka yang mempercayainya, sebagaimana roti dan anggur benar-benar hadir dalam panca indera mereka, tetapi kehadiran tersebut bersifat “rohani”, yang mana merupakan karya Roh Kudus.

Istilah “komuni tertutup” digunakan untuk merujuk pada praktik membatasi penerimaan roti dan anggur Ekaristi atau Perjamuan Kudus hanya kepada umat yang berada dalam persekutuan penuh dengan suatu gereja partikular, denominasi, jemaat, atau aliran. Sementara istilah “komuni terbuka” adalah sebaliknya, yakni memperbolehkan semua umat Kristen yang telah dibaptis untuk menerima roti dan anggur Perjamuan.

Bahkan Gereja Katolik juga mengizinkan penerimaan komuni oleh jemaat Kristen lainnya jika ada bahaya kematian atau menurut penilaian uskup diosesan ada keperluan berat lain yang mendesak; dengan syarat ia memintanya dengan sukarela, memperlihatkan iman Katolik sehubungan dengan sakramen ini (terutama kepercayaan bahwa Tubuh dan Darah Kristus yang sebenarnya yang akan diterimanya), dan dalam keadaan layak. Sementara kebanyakan denominasi Protestan, termasuk juga Anglikan, menerapkan penerimaan komuni terbuka di mana beberapa mensyaratkan bahwa penerimanya haruslah bagian dari gereja yang menjadi mitranya atau cukup sudah dibaptis saja.

Roti tersebut dikenal dengan istilah “Prosphora”, atau prósphoron (bahasa Yunani: πρόσφορον), dan terbuat dari: tepung terigu putih, ragi, garam, air.

Sementara di berbagai denominasi Protestan terdapat beragam variasi penggunaan roti untuk Perjamuan Kudus, baik yang menggunakan ragi maupun tidak.

11. Mengapa ekaristi sebagai pusat kehidupan katolik? 12. Ekaristi menjadi sakramen paling utama di

Karena kita dapat merayakan pengubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. c. Setiap hari Minggu datang ke gereja bersama orang tua

(Maaf saya tidak belajar ini.) 17. a) menjalani tugas gerejani yakni yang menyangkut pelayanan sakramen, pengajaran, dll

Santo (laki-laki) dan Santa (perempuan) 21. a. Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu

b. Inilah piala darah-Ku, darah perjanjian baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa, lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku 23 (saya tidak belajar ini)

25. untuk menyatakan kepercayaannya akan Kristus yang telah wafat, bangkit, dan sungguh akan datang kembali

3 Makna Sakramen Ekaristi dalam Kehidupan Katolik

Ekaristi merupakan salah satu sakramen/ritual dalam agama Katolik yang rutin dilakukan setiap minggu saat ibadah. ( Baca KGK 1234) Istilah ekaristi sendiri berasal dari kata Yunani yang berarti berterimakasih atau mengucap syukur. Hal tersebut dikarenakan makna kelahiran Yesus Kristus sendiri yang meminta umat-Nya untuk menjadikan roti dan anggur sebagai peringatan akan Dia.

Karena manusia telah berdosa, maka mereka tidak bisa bersatu dengan Allah Tritunggal Yang Maha Kudus.

Namun, kehadiran Yesus menghancurkan penghalang tersebut dengan peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya, sehingga Ia mengalahkan maut yang seharusnya diterima manusia. Nah, dengan perayaan ekaristi, jemaat bersama-sama mengenang peristiwa penebusan-Nya dan bersatu dalam tubuh Kristus. Dalam Lukas 22:19-20 berbunyi, “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: ‘Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.’ Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.’” Oleh karena Yesus disalib satu kali untuk selamanya, maka ekaristi bertujuan supaya kita mendapat buah-buah arti penebusan dosa yaitu keselamatan.

Ayat tersebut menjadi dasar bagi umat Katolik mengenai makna ekaristi, yaitu bersatunya kita dengan Kristus.

Demikianlah beberapa ulasan artikel ini, banyak pendapat mengenai makna roti dan anggur dalam ekaristi atau perjamuan kudus.

Sudahkah Kita Pahami Pengertian Ekaristi? – katolisitas.org

Tentu idealnya semua orang Katolik mengetahui hal ini, tetapi sayangnya, kenyataan berbicara lain. ((Father Frank Chacon, Jim Burnham, Beginning Apologetics 3, How to Explain and Defend the Real Presence of Christ in the Eucharist, (San Juan Catholic Seminars, NM), p.

Itulah sebabnya Gereja memperlakukan Hosti Kudus dengan hormat, dan melakukan prosesi untuk menghormati Hosti suci yang disebut Sakramen Maha Kudus, dan mengadakan adorasi di hadapan-Nya dengan meriah (lih. Kristus sendiri yang mengundang kita untuk menyambut Dia dalam Ekaristi (KGK 1384), dan karena itu kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang agung dan kudus ini, dengan melakukan pemeriksaan batin. Karena Ekaristi itu sungguh-sungguh Allah, maka kita tidak boleh menyambutNya dalam keadaan berdosa berat. Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan Kristiani (LG 11) karena di dalamnya terkandung seluruh kekayaan rohani Gereja, yaitu Kristus sendiri (KGK 1324). Gereja Katolik mengajarkan bahwa kurban salib Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 9:28). Dengan demikian, Ekaristi menjadi kenangan hidup akan Misteri Paska dan akan segala karya agung yang telah dilakukan oleh Tuhan kepada umat-Nya, dan sekaligus harapan nyata untuk Perjamuan surgawi di kehidupan kekal (lih.

Ekaristi berasal dari kata ‘eucharistein‘ yang artinya ucapan terima kasih kepada Allah (KGK 1328). Ekaristi adalah kurban pujian dan syukur kepada Allah Bapa, di mana Gereja menyatakan terima kasihnya kepada Allah Bapa untuk segala kebaikan-Nya di dalam segala sesuatu: untuk penciptaan, penebusan oleh Kristus, dan pengudusan. Oleh Ekaristi Kristus mempersatukan kita dengan semua umat beriman menjadi satu Tubuh, yaitu Gereja. Ekaristi memperkuat kesatuan dengan Gereja yang telah dimulai pada saat pembaptisan (KGK 1396).

Oleh Ekaristi Kristus mempersatukan kita dengan semua umat beriman menjadi satu Tubuh, yaitu Gereja. Ekaristi memperkuat kesatuan dengan Gereja yang telah dimulai pada saat pembaptisan (KGK 1396).

Ekaristi mendorong kita ke persatuan umat beriman, sebab Ekaristi, menurut perkataan Santo Agustinus adalah ‘sakramen kasih sayang, tanda kesatuan dan ikatan cinta,’ (KGK 1398) yang seharusnya secara penuh dialami bersama oleh semua orang yang beriman di dalam Kristus.

Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Roti manna yang turun dari surga (lih.

Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Roti manna yang turun dari surga (lih. Manna (Kel 16:34) menggambarkan Ekaristi sebagai roti hidup yang turun dari surga (Yoh 6:51). Tongkat Harun (Bil 17: 5) yang menandai imamatnya, menggambarkan peran Imamat kudus dalam Kristus, yaitu tubuhNya. Ini menggambarkan Yesus yang satu dan sama hadir dalam Ekaristi, dapat dibagikan kepada semua orang, tanpa Dia sendiri menjadi terbagi-bagi atau berkurang/ hilang. hadir dalam Ekaristi, dapat dibagikan kepada semua orang, tanpa Dia sendiri menjadi terbagi-bagi atau berkurang/ hilang. Yesus berkata bahwa Ia lebih tinggi nilainya dari pada manna yang diberikan kepada orang Israel di gurun. Yesus mengatakan bahwa mukjizat-Nya lebih hebat daripada mukjizat manna ini, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam Ekaristi, roti dapat sungguh-sungguh diubah Yesus menjadi diri-Nya sendiri, seperti yang dikatakan-Nya. Yesus mengatakan bahwa mukjizat-Nya lebih hebat daripada mukjizat manna ini, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam Ekaristi, roti dapat sungguh-sungguh diubah Yesus menjadi diri-Nya sendiri, seperti yang dikatakan-Nya.

Orang-orang yang mendengarkan pengajaran ‘Roti Hidup’ ini memahami bahwa Yesus mengajarkan sesuatu yang literal (tidak figuratif/ simbolis), sehingga mereka meninggalkan Yesus sambil berkata, “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya untuk dimakan” (Yoh 6:52) 53-58),… jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (Yoh 6:53); Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman (Yoh 6:55). 53-58),… jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (Yoh 6:53); Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman (Yoh 6:55). Setelah banyak yang meninggalkan Dia karena pengajaran ini, Yesus bahkan bertanya kepada ke dua-belas rasulNya, “ Apakah kamu tidak mau pergi juga ?”(Yoh 6:67).

Rasul Paulus juga menambahkan, jika seseorang makan dan minum tanpa mengakui Tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri (1 Kor 11:28-29). Pengajaran ini tidak masuk di akal, jika kehadiran Yesus dalam Ekaristi hanya simbolis belaka.

Para Bapa Gereja merupakan saksi yang menjamin keaslian pengajaran Alkitab, karena mereka sungguh-sungguh menyaksikan para rasul mengajar dan menuliskan Injil, seperti Rasul Matius, Yohanes dan St. Paulus menuliskan surat-suratnya. Berikut ini adalah para Bapa Gereja yang mengajarkan tentang kehadiran Yesus di dalam Ekaristi:

Tahun 110 ia menulis 7 surat kepada gereja-gereja sebelum kematiannya sebagai martir di Roma. ((Terjemahan dari Letter to the Romans 7,3, Jurgens, p.22, # 54a., “Aku tidak menginginkan makanan sementara maupun kesenangan untuk hidup ini. ((Terjemahan dari Against Heresies 5,2,2; Jurgens, p.99, #249, “Ia(Yesus) telah menyatakan piala itu, sebagai bagian dari ciptaan, sebagai Darah-Nya sendiri, daripadanya Ia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti itu, sebagai bagian dari ciptaan, Dia telah menjadikannya sebagai Tubuh-Nya sendiri, daripadanya Ia memberikan pertumbuhan pada tubuh kita.”)) St. Cyril dari Yerusalem, pada tahun 350 mengajarkan agar kita sebagai pengikut Kristus percaya sepenuhnya akan kehadiran Yesus di dalam Ekaristi, sebab Yesus sendiri yang mengatakannya ((Terjemahan dari Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 4),1; Jurgens, p. 360, #843, “Dia (Yesus), dengan demikian, menyatakan dan mengatakan tentang Roti itu, “Ini adalah Tubuh-Ku,” siapa yang akan berani untuk terus meragukan? Walaupun perasaan mengatakan kepadamu sesuatu yang lain, biarlah iman membuat kamu teguh percaya.

((Terjemahan dari On the Trinity, Bk 8, Ch 14: dikutip oleh John Willis, S.J., dalam The Teachings of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002), p. 405, ” Dia (Yesus) sendiri berkata: ‘Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Para Bapa Gereja ini membuktikan bahwa jemaat Kristen awal percaya akan Kehadiran Yesus di dalam Ekaristi. Mereka semua mendapat pengajaran dari Rasul Yohanes yang menulis tentang Yesus sebagai “Roti Hidup” (Yoh 6).

Jika kita dengan hati terbuka mempelajari Alkitab, dan tulisan para Bapa Gereja, kita akan melihat bahwa kenyataan menunjukkan bukti yang kuat yang mendasari pengajaran Gereja Katolik tentang Kehadiran Yesus secara real dan substansial di dalam Ekaristi.

Percaya penuh akan kehadiran-Nya di dalam Ekaristi dan menerima Ekaristi dengan sikap yang benar merupakan bentuk perwujudan iman dan kasih kita kepada Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi kita sampai wafat di salib.

Ekaristi adalah Komuni Kudus – katolisitas.org

Oleh kuasa Roh Kudus-Nya, Kristus menghadirkan kembali kurban ini di dalam Ekaristi, untuk maksud yang mulia ini: supaya kita dapat dipersatukan dengan Dia dan mengambil bagian di dalam kehidupan-Nya sendiri; dan dengan demikian sedikit demi sedikit, kita diubah untuk menjadi lebih serupa dengan-Nya. Maka, Ekaristi yang mempersatukan kita dengan Kristus, pertama- tama adalah sakramen cinta kasih Allah.

Begitu besar dan dalamnya anugerah ini, sehingga layaklah kita menyambutnya dengan ucapan syukur kepada Allah. Dan memang inilah arti kata ‘Ekaristi’, yaitu: ucapan syukur kepada Allah.

Oleh karena kasih Allah-lah yang pertama-tama kita rayakan dalam Ekaristi, maka Gereja mengajarkan bahwa sakramen Ekaristi adalah “sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paska, di mana di dalamnya Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan.” ((KGK 1323)) Pernahkah kita renungkan, apakah yang dimaksud dengan “tinggal di dalam” Tuhan Yesus?

Saat Yesus mengajarkan hal ini, banyak orang yang tidak percaya, atau lebih tepatnya, sulit mempercayai ajaran-Nya, sehingga mereka meninggalkan Dia. Namun Yesus tidak mengubah ajaran-Nya, malah Ia bertanya kepada para rasul-Nya, kalau-kalau mereka juga mau pergi meninggalkan Dia. Ekaristi adalah persatuan yang melampaui semuanya ini, sebab Ekaristi adalah persatuan dengan Kristus dan melalui Kristus, kita disatukan dengan Allah Bapa dan Roh Kudus. Katekismus Gereja Katolik/ KGK 1331)) dan dengan demikian, juga mengambil bagian di dalam hidup ilahi-Nya.

Karena Kristus hanya satu dan Tubuh-Nya juga hanya satu, maka satu jugalah kita semua anggota-anggota-Nya, baik Gereja yang masih berziarah di dunia ini, Gereja yang sudah berjaya di surga, maupun Gereja yang masih dimurnikan di Api Penyucian. Itulah sebabnya di dalam Komuni kudus ini kita mengingat juga persekutuan dengan para kudus di surga, terutama Bunda Maria; ((KGK 1370)) dan kita dapat mengajukan intensi doa permohonan bagi saudara- saudari kita yang telah mendahului kita, yaitu mereka yang ‘telah meninggal di dalam Kristus namun yang belum sepenuhnya dimurnikan’ sehingga mereka dapat memasuki terang dan damai Kristus ((KGK 1371)) yang kekal dalam kerajaan Surga.

Gal 4:5-7); ia “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Ptr 1:4), adalah anggota Kristus (Bdk. 1 Kor 6:15; 12:27), “ahli waris” bersama Dia (Rm 8:17) dan kenisah Roh Kudus (Bdk.

Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya….. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Maka di atas segalanya, Komuni kudus merupakan bukti cinta kasih Allah.

Kristus yang adalah Allah, telah mengosongkan diri-Nya dengan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi manusia. Dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia merendahkan diri-Nya, sampai wafat di kayu salib (lih.

Ia membuktikan kasih-Nya yang terbesar, dengan menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, sahabat-sahabat-Nya (lih. Kini setelah kebangkitan-Nya, Ia masih terus merendahkan diri-Nya, sampai mau hadir di dalam sepotong roti, agar setiap orang yang tergabung di dalam Gereja-Nya, bahkan seorang anak kecil sekalipun, dapat menyambut-Nya, tanpa perlu merasa takut. Selain kasih dan kerendahan hati, Komuni kudus mengajarkan kepada kita makna pengorbanan.

Komuni kudus = ‘preview‘ persatuan kekal kita dengan Allah di surga kelak Maka Ekaristi menuntun kita semua untuk mencapai tujuan akhir, di mana persekutuan dengan Allah dan sesama mencapai kesatuan yang sempurna, yaitu “keadaan persatuan dengan Kristus, yang pada saat yang sama membuatnya mungkin untuk masuk ke dalam kesatuan yang hidup dengan Allah sendiri, sehingga Tuhan dapat menjadi semua di dalam semua (1Kor 15:28).” ((Joseph Cardinal Ratzinger (Pope Benedictus XVI), Called to Communion, (San Francisco: Ignatius Press, 1991), p. 33)) Katekismus mengajarkan bahwa dengan Komuni kudus kita menerima rahmat ilahi, dan dengan demikian Ekaristi merupakan antisipasi kemuliaan surgawi. Persiapan diri ini yang dimaksud di sini adalah: membaca dan merenungkan bacaan Kitab Suci pada hari itu, hening di sepanjang jalan menuju ke gereja, datang lebih awal, berpuasa 1 jam sebelum menyambut Ekaristi, memeriksa batin: jika dalam keadaan dosa berat, melakukan pengakuan dosa dalam sakramen Tobat sebelum menerima Ekaristi.

Sebab jika demikian dapat dipastikan bahwa hati kita tidak sepenuhnya terarah kepada Tuhan. Bersikap aktif: tidak hanya menerima tapi juga memberi kepada Tuhan St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa penyembahan yang sempurna mencakup dua hal, yaitu menerima dan memberikan berkat-berkat ilahi (lih. Dalam perayaan Ekaristi, kita seharusnya tidak hanya menonton atau sekedar menerima, tetapi ikut mengambil bagian di dalam peran Kristus sebagai Imam Agung dan Kurban tersebut.

Kristus, satu-satunya Imam Agung dan Kurban yang sempurna, menyempurnakan segala penyembahan kita. Partisipasi kita secara aktif dalam kurban Kristus ini bukan saja dari segi ikut menyanyi, atau membaca segala doa yang tertulis, melainkan terutama partisipasi mengangkat hati dan jiwa untuk menyembah dan memuji Tuhan, dan meresapkan di dalam hati, segala perkataan doa yang diucapkan ataupun dinyanyikan.

Kitapun dikuatkan di dalam pengharapan, karena Roh Kudus yang sama, yang telah membangkitkan Kristus dapat pula membangkitkan kita dari dosa dan segala kesulitan kita. Sungguh, kasih dan pengorbanan Kristus merupakan sumber kekuatan bagi kita untuk menjalani kehidupan ini.

Karena itulah Gereja mengajarkan dalam The Enchiridion of Indulgences (Buku ketentuan mengenai Indulgensi) yang dikeluarkan oleh Vatikan tanggal 29 Juni 1968 (silakan klik), bahwa dengan merenungkan pengorbanan Yesus dan luka-luka-Nya di kayu salib sebagaimana dijabarkan dalam doa yang sederhana berikut ini, kita dapat memperoleh indulgensi.

Lihatlah, Tuhan Yesus yang baik dan lemah lembut, En ego, o bone et dulcissime Iesu. Dengan mendoakan doa yang singkat di atas, kita diundang untuk meresapkan di dalam hati, bahwa Kristus telah memilih untuk menderita dan menyerahkan nyawa-Nya demi kasih-Nya kepada kita. Jangan sampai pikiran kita dipenuhi oleh banyak hal lain kecuali Tuhan sendiri.

Oleh karena persatuan inilah, Ekaristi juga disebut sebagai Komuni Kudus. Bagaimana kita tahu bahwa Kristus memilih Komuni Kudus untuk bersatu dengan umat-Nya? Doa seperti apakah yang baik untuk didoakan setelah menerima Komuni Kudus? Apakah hubungan antara Komuni Kudus dengan apa yang terjadi di Sorga?

Pengertian dan Makna Ekaristi

Sedangkan dalam bahasa Yahudi disebut berkat yang artinya doa puji syukur dan permohonan atas karya penyelamatan Allah. Dengan demikian sebelum merayakan Ekaristi, seharusnya memahami esensi dari perayaan tersebut agar dapat memberi perubahan dalam hidup (Martasudjita, 2003: 269).

Penulis berpandangan bahwa suatu keharusan bagi umat beriman Kristiani untuk mensyukuri segala kelimpahan dan pengalaman yang dirasakan dalam hidup meskipun sederhana. Singkatnya perayaan Ekaristi yang dirayakan tidak hanya dinilai dari kuantitas tetapi lebih pada kualitas. Namun kemudian menyadari dan memahami bahwa ternyata mereka berbeda karena dasar iman akan Yesus Kristus. Gereja meyakini bahwa perayaan Ekaristi bukan dilaksanakan berdasarkan inisiatif dan kemauan sendiri, tetapi merupakan perintah Yesus Kristus yang tergambar nyata dalam Perjamuan Malam Terakhir (Luk 22:19; 1Kor 11:24).

Melalui perjamuan malam terakhir Yesus menjelaskan sengsara dan wafat di kayu salib sebagai penyerahan diri-Nya secara total demi Karya Penyelamatan manusia. Pada Malam Terakhir Yesus memerintah agar momen ini dirayakan kembali sebagai bentuk pengenangan akan Dia (Luk 22:19; 1Kor 11:24).

Setelah sengsara dan wafat-Nya di kayu salib Yesus mengadakan kembali perjamuan makan dengan para murid. Pada aspek teologis Ekaristi dipandang sebagai puncak dan pusat hidup umat Kristiani Gereja universal maupun lokal.

Dengan demikian sakramen- sakramen lain, tugas-tugas pelayanan gerejani dan karya kerasulan Gereja mencapai puncaknya dalam Ekaristi. Melalui perayaan Ekaristi Kristus memberi daya kehidupan dan memperbaharui serta menguduskan iman umat kristiani (PO 5).

Dengan merayakan Ekaristi umat Kristiani memperbaharui iman kepada Allah dan memperoleh inspirasi rohani yang digunakan sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi setiap pergulatan hidup (Prasetyantha, 2008: 82). Lalu mempercayakannya kepada Gereja untuk menghadirkan dan mengenangkan kembali peristiwa penyelamatan-Nya di kayu salib. Kewajiban ini merupakan konsekuensi dari Ekaristi yang dipahami sebagai puncak dan pusat hidup seluruh umat beriman Kristiani.

merupakan perayaan kurban Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang ditetapkan oleh-Nya, dengan tujuan agar peristiwa pengorbanan-Nya di kayu salib tetap abadi dan selalu dikenang sampai pada saat waktu kedatangan-Nya untuk kedua kalinya dalam Kemuliaan. Sakramen Ekaristi adalah lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah, penerimaan Kristus hingga dipenuhi rahmat dan jaminan kehidupan kekal bersama-Nya. Ekaristi tidak hanya terbatas dan berhenti pada perayaan, tetapi juga sebagai tindakan nyata umat beriman yang diungkapkan dalam peribadatan.

Sedangkan aksi terhadap sesama tampak dalam tindakan pemberian ucapan selamat, pembacaan Sabda, khotbah dan berkat. Iman yang dirayakan dalam Ekaristi diharapkan dapat berbuah semangat berbagi, maka dengan demikian sebagai pribadi maupun kelompok umat beriman telah melayani Allah.

Jika Ekaristi hanya dipandang sebagai peristiwa penebusan bagi masing-masing pribadi, maka akan sulit untuk menghidupi sikap peduli dan saling berbagi dengan sesama. Pernyataan ini sangat relevan di zaman sekarang, banyak orang ingin sesuatu yang serba cepat dan Mengaitkannya dengan Perjamuan Ekaristi, dapat pula dipandang sebagai tempat “pemberhentian” dari berbagai kesibukan pekerjaan. Jika demikian tentu tidak mungkin rahmat dan buah Ekaristi dapat dirasakan, terlebih lagi semangat untuk saling berbagi.

pada dasarnya Ekaristi bertujuan membantu umat untuk mempersatukan mereka dengan Allah melalui doa yang sungguh- sungguh. Kitab Hukum Kanonik mengemukakan bahwa Ekaristi merupakan Sakramen yang paling luhur, karena dalam perayaan ini Kristus dihadirkan, dikurbankan dan disantap.

Selain itu, Ekaristi juga sebagai sumber yang menandakan dan menghasilkan kesatuan umat Allah serta menyempurnakan pembangunan Tubuh Kristus. Sakramen-Sakramen lain dan karya kerasulan gerejawi memiliki kaitan yang dekat dengan Ekaristi serta semuanya diarahkan kepadanya.

Namun demikian bukan itu yang dimaksud, tetapi lebih pada peristiwa pengorbanan Kristus dalam sengsara dan wafat-Nya di salib demi menebus dosa manusia. Peristiwa ini yang melambangkan penyerahan dan pemberian diri Yesus Kristus secara total demi keselamatan manusia (KHK, 1995: 897, bdk Dok. Merayakan Ekaristi memberi dampak kesatuan antar umat dalam Kristus dengan sama-sama menyantap Tubuh dan Darah-Nya. Makna kesatuan berarti terdapat kepedulian, solidaritas dan rela berkorban sebagai bentuk nyata dari rasa tersebut.

Penjelasan diawali dengan membahas teks-teks Ekaristi dalam Perjanjian Baru, lalu kemudian menemukan poin-poin teologis yang akan dibahas.

Teks-teks dalam Perjanjian Baru terkait Perjamuan Malam Terakhir, sebagai dasar ajaran realis praesentia yang diungkapkan oleh Yesus dengan Selama hidup dalam pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, sering kali Yesus mengungkapkan perjamuan eskatologis (Mat 8:11; 22:1-14). Melalui Ekaristi umat beriman Kristiani telah mencicipi perjamuan eskatologis berupa kebersamaan kekal dengan Allah (1Kor 11:26).

Ekaristi dirayakan bukan atas dasar inisiatif manusia, tetapi merupakan penetapan dan perintah Yesus Kristus sendiri, “perbuatlah ini untuk memperingati Hadir untuk membawa harapan bagi mereka yang merasa hidup namun secara rohani mati, memperbaiki dan mengubah sistem sosial serta persoalan ekonomi melalui tindakan efektif.

Dalam hal ini Yesus ingin menekankan hakikat perayaan Ekaristi secara lebih luas dan konkret.

Semangat berbagi sejalan dengan makna utama Ekaristi sebagai Sakramen dan perayaan wafat serta kebangkitan Yesus.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.