Press "Enter" to skip to content

Sakramen Ekaristi Disebut Sebagai

Santo Paulus mengimplikasikan suatu identitas antara roti dan anggur Ekaristi yang terlihat dengan tubuh dan darah Kristus ketika ia menulis: “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Selain itu, dan dengan cara yang unik, dalam satu doa yang diajarkan oleh Yesus, yaitu Doa Bapa Kami, kata sifat epiousios—yang tidak ditemukan di tempat lain dalam literatur Yunani Klasik—apabila diurai secara linguistis berarti (roti) “super-substansial” (epi-ousios, melampaui substansinya), dan ditafsirkan sebagai rujukan kepada Roti Hidup, yaitu Ekaristi. Laporan-laporan mengenai pelayanan Ekaristi yang tercantum dalam Perjanjian Baru sering kali ditunjukkan dengan frasa “Pemecahan Roti”, kendati tidak selalu demikian. Pada zaman ketika kebanyakan umat Kristen belum terpelajar, penggambaran visual semacam itu menjadi dikenal sebagai Biblia pauperum, atau Alkitab kaum miskin.

Alkitab itu sendiri utamanya sebuah buku liturgis yang digunakan saat Misa, dihias sangat indah dengan tangan (“beriluminasi”), dan biaya produksinya mahal. Santo Thomas Aquinas mengajarkan bahwa pratanda yang paling jelas dalam Perjanjian Lama mengenai aspek tanda dari Ekaristi adalah tindakan Melkisedek dalam Kejadian 14:18, bahwa semua pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian, merupakan pratanda dari kandungan sakramen ini, yakni Kristus sendiri yang dikurbankan bagi manusia.

Santo Thomas juga mengatakan bahwa manna merupakan suatu pratanda khusus dari efek sakramen ini sebagai rahmat, namun ia mengatakan kalau anak domba paskah merupakan figur luar biasa Ekaristi dalam ketiga aspek tanda, kandungan, dan efek. Mengenai pratanda pertama Perjanjian Lama yang disebutkan St. Thomas, tindakan Melkisedek membawa roti dan anggur untuk Abraham, sejak zaman Klemens dari Aleksandria (ca.

Pratanda kedua yang disebutkan St. Thomas adalah dari pengurbanan-pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian.

Manna yang memberi makan bangsa Israel di padang gurun juga dipandang sebagai simbol Ekaristi. Melalui penguraian linguistis, Santo Hieronimus menerjemahkan “ἐπιούσιον” (epiousios) dalam Doa Bapa Kami sebagai “supersubstantialem” pada Injil Matius, dan karenanya Alkitab Douay-Rheims menuliskan supersubstantial bread (“roti yang melampaui substansinya”). Namun, pada Injil Lukas, ia menggunakan kata “cotidianum” (“sehari-hari”), dan diikuti oleh kebanyakan versi Alkitab berbahasa Inggris dengan menuliskan daily bread (“roti harian”).

Sementara dalam Alkitab LAI Terjemahan Baru tertulis “makanan … yang secukupnya” dan Doa Bapa Kami versi Katolik di Indonesia menggunakan ungkapan “rezeki pada hari ini”. “Setiap hari Sabat [roti itu harus diatur demikian] di hadapan TUHAN; itulah dari pihak orang Israel suatu kewajiban perjanjian untuk selama-lamanya.” (Imamat 24:5-9) Sejak zaman Origenes, sejumlah teolog telah melihat “roti sajian” itu sebagai pratanda Ekaristi yang dideskripsikan dalam Lukas 22:19.

Keyakinan tersebut berkenaan dengan apa yang berubah (yaitu substansi roti dan anggur), bukan bagaimana perubahan itu terjadi.

Kendati tampilannya, yang disebut dengan istilah filosofis aksiden, dapat dicerna oleh pancaindra, substansinya tidak. Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus mengatakan: “Inilah tubuh-Ku”, apa yang Ia pegang di tangan-Nya memiliki keseluruhan tampilan roti.

Karena alasan ini maka dilakukan penyimpanan elemen-elemen yang telah dikonsekrasi, umumnya dalam sebuah tabernakel gereja, untuk pemberian Komuni Kudus kepada orang sakit dan menghadapi ajal, serta juga untuk tujuan sekunder, namun masih sangat dianjurkan, yaitu memuja Kristus yang hadir dalam Ekaristi. Beberapa orang mengemukakan gagasan bahwa transubstansiasi merupakan suatu konsep yang hanya dapat dipahami dalam konteks filsafat Aristotelian.

Namun, penggunaan yang paling awal diketahui atas istilah “transubstansiasi” untuk mendeskripsikan perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu oleh Hildebertus dari Lavardin, Uskup Agung Tours (wafat tahun 1133) pada sekitar tahun 1079, jauh sebelum kalangan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. (Universitas Paris baru didirikan antara tahun 1150-1170) Istilah “substansi” (substantia) sebagai realitas atau kenyataan dari sesuatu digunakan sejak abad-abad awal Kekristenan Latin, misalnya ketika mereka menyatakan bahwa Putra memiliki “substansi” yang sama (consubstantialis) seperti Bapa. Imam Katolik Roma di Sisilia membagikan Ekaristi kepada seorang anak saat Komuni Kudus pertamanya. “Dengan alasan Tahbisan suci mereka, para pelayan biasa Komuni Kudus adalah Uskup, Imam, dan Diakon, yang memilikinya untuk melayankan Komuni Kudus kepada para anggota awam dari umat beriman Kristus pada saat perayaan Misa.

“Para pelayan luar biasa Komuni Kudus” tidak untuk disebut “para pelayan Ekaristi”, sekalipun yang luar biasa,[27] karena sebutan demikian akan menyiratkan bahwa mereka juga, entah bagaimana caranya, mentransubstansiasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. “[28] “Hanya bila ada suatu kebutuhan para pelayan luar biasa dapat membantu Imam selebran sesuai dengan norma hukum. Salah satu aturan bagi umat Katolik yang menjadi anggota Gereja Latin menyebutkan: “Seseorang yang akan menerima Ekaristi Mahakudus harus berpantang dari segala macam makanan dan minuman, kecuali air semata dan obat-obatan, sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni kudus. Tetapi, Ekaristi Mahakudus dapat diberikan kepada anak-anak dalam bahaya maut apabila mereka mampu membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa dan menerima komuni dengan hormat” (KHK 1983, Kan. Dalam Gereja Katolik Timur, Ekaristi dilayankan kepada para bayi segera setelah mereka menerima Sakramen Baptis dan Penguatan (Krismasi). “Komuni Kudus memiliki bentuk yang lebih penuh sebagai suatu tanda apabila disambut dalam dua rupa.

“Uskup Diosesan juga diberikan wewenang untuk mengizinkan Komuni dua rupa kapan saja dipandang tepat kepada Imam yang kepadanya dipercayakan suatu komunitas sebagai gembalanya. Sejak abad ke-20 akhir, banyak Konferensi Episkopal yang mengizinkan komunikan (sesuai pertimbangan yang bijaksana dari masing-masing pribadi) menerima Hosti di tangan, kecuali ketika Komuni diberikan dengan cara intinksi (mencelupkan sebagian Hosti dalam Piala sebelum menerimakannya).

Para pelayan Katolik menerimakan Sakramen Tobat, Ekaristi, dan Pengurapan Orang Sakit secara licit kepada anggota-anggota dari Gereja-Gereja Timur yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik apabila mereka memintanya atas kemauan sendiri dan memiliki disposisi yang layak. [47][49] Dilakukan juga suatu pengumpulan materiil untuk membantu para janda dan anak yatim serta mereka yang membutuhkan karena berbagai alasan seperti penyakit. Demikian pula, Santo Ambrosius dari Milan membantah keberatan-keberatan terhadap ajaran ini, dengan menulis, “Kamu mungkin dapat mengatakan: ‘Rotiku adalah [roti] biasa.’ Ia menggunakannya untuk menanggapi Berengarius dari Tours, yang menyatakan bahwa Ekaristi hanya bermakna simbolis.

Peristiwa tersebut terjadi jauh hari sebelum belahan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. Upaya yang dilakukan oleh beberapa teolog Katolik abad ke-20 untuk menyajikan perubahan Ekaristis sebagai suatu perubahan makna atau signifikansi (transignifikasi, dan bukan transubstansiasi) ditolak oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965 dalam surat ensiklik Mysterium fidei. Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia tertanggal 17 April 2003, Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa segala kewenangan para uskup dan imam utamanya merupakan suatu fungsi dari panggilan mereka untuk merayakan Ekaristi. Devosi ini meliputi sejumlah praktik yang dilakukan pada hari Jumat pertama selama 9 bulan berturut-turut.

Pada hari-hari tersebut, mereka yang mempraktikkan devosi ini menghadiri Misa Kudus dan menerima komuni. [52] Dalam banyak komunitas Katolik dianjurkan praktik meditasi Jam Suci selama Penakhtaan Sakramen Mahakudus setiap hari Jumat Pertama. Bagian tersebut berisi teks-teks khusus untuk perayaan Pembaptisan, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Tahbisan, dan Perkawinan di dalam Misa, mengecualikan Pengakuan Dosa (Tobat atau Rekonsiliasi) sebagai satu-satunya sakramen yang tidak dirayakan di dalam Perayaan Ekaristi. Terdapat juga teks-teks perayaan Misa untuk Profesi Religius, Pemberkatan Gereja, dan sejumlah ritus lainnya.

Hosti ditakhtakan dalam monstrans , diapit oleh lilin-lilin, dan para putra altar melakukan adorasi sambil berlutut.

Penakhtaan Ekaristi adalah praktik menampilkan hosti yang telah dikonsekrasi di atas altar dalam sebuah Monstrans. Adorasi Ekaristi adalah suatu ungkapan devosi dan penyembahan kepada Kristus, yang diyakini benar-benar hadir. [55] Dari perspektif teologis, adorasi merupakan salah satu bentuk latria, berdasarkan pada ajaran tentang kehadiran Kristus dalam Hosti Terberkati.

[66] Pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus tanggal 2 Juni 1991, Dewan Kepausan untuk Kaum Awam mengeluarkan pedoman khusus yang mengizinkan adorasi abadi di paroki-paroki. Sejak Abad Pertengahan, praktik adorasi Ekaristi di luar perayaan Misa telah digalakkan oleh para paus. [67] Dalam Ecclesia de Eucharistia, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa, “Penyembahan Ekaristi di luar Misa mengandung nilai tak terhingga bagi kehidupan Gereja. … Adalah tanggung jawab para pastor untuk mendorong praktik adorasi Ekaristi dan penakhtaan Sakramen Mahakudus, juga melalui kesaksian pribadi mereka.

[69] Paus Benediktus XVI menetapkan agar disediakan lima tempat untuk melakukan adorasi abadi bagi umat awam di kelima distrik Keuskupan Roma.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Meskipun demikian, kata “hosti” tetap dipertahankan sebagai sebutan bagi roti Ekaristi selaku representasi liturgis dari kurban Kristus. Hosti atau roti sakramen dalam Gereja-Gereja Timur dikenal dengan sebutan prosforon (bahasa Yunani: πρόσφορον), yang berarti “persembahan”. Pengolahan roti Ekaristi hanya boleh dilakukan oleh seorang pemeluk agama Kristen Ortodoks yang berkelakuan baik, sebaiknya sesudah melakukan pengakuan dosa, dan sambil berdoa serta berpuasa.

Sebelum dipanggang, dua bungkah adonan ditumpuk, satu di atas yang lain, kemudian ditera dengan tera liturgi khusus.

Prosforon harus masih baru, belum kering atau berjamur, pada saat disajikan di atas altar dalam perayaan Liturgi Ilahi. Dalam agama Kristen mazhab barat, hosti sering kali berwujud wafer tak beragi, bundar, dan pipih.

Hosti sering kali diolah oleh para biarawati sebagai salah satu sumber pendapatan bagi paguyuban mereka. Akan tetapi di Selandia Baru, Serikat Santo Vinsensius de Paul mempekerjakan para tunagrahita untuk memanggang, memotong, dan memilah roti tersebut.

Dengan cara ini, serikat tersebut menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang yang tidak berpeluang mendapatkannya di bidang lain. Pada 1995, Kardinal Joseph Ratzinger, selaku Prefek Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen kala itu, menyurati konferensi-konferensi Wali Gereja, memperluas lingkup aturan Kitab Hukum Kanonik dengan mengeluarkan pernyataan bahwa roti rendah gluten dapat dianggap “bahan sahih” untuk dijadikan hosti selama tidak ada zat-zat tambahan yang “mengubah sifat zat dari roti itu.”[3] Sejak era 2000-an, hosti rendah gluten telah dibuat di Amerika Serikat, terutama di sejumlah daerah dalam wilayah negara bagian Missouri dan wilayah negara bagian New York. Di kalangan denominasi-denominasi Protestan, terdapat berbagai macam praktik terkait roti yang digunakan dalam Perjamuan Kudus.

Ekaristi sebagai Perjamuan

Maka perjamuan makan dan minum menjadi suatu unsur pokok yang diperjuangkan oleh setiap orang. Perayaan Ekaristi merupakan kenangan akan karya keselamatan Allah yang memuncak pada misteri Paskah (Martasudjita, 2003: 295). Upacara- upacara liturgi bukanlah tindakan perorangan, melainkan perayaan Gereja sebagai sakramen kesatuan, yakni umat kudus berhimpun dan diatur di bawah uskup. umat berkumpul untuk merayakan perayaan Ekaristi, serta mampu mengungkapkan imannya dan bersyukur atas penebusan Tuhan yang telah dialami dalam kehidupan setiap hari. Hendaknya sambil mempersembahkan hosti yang tak bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersama dengannya, mereka belajar mempersembahkan diri, dan dari hari ke hari berkat perantaraan Kristus makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antar mereka sendiri, sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya. Dari perayaan Ekaristi itulah mengalir kekuatan yang menjiwai dan menggerakkan seluruh hidup orang kristiani untuk mengarungi suka duka kehidupannya.

Perayaan Ekaristi merupakan perayaan perjamuan surgawi, perjamuan eskatologis seperti apa yang dikatakan Yesus dalam injil Yohanes “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak manusia dan minum darah-Nya kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Allah telah memberikan diri-Nya dengan perantaraan Putra-Nya Yesus Kristus demi keselamatan umat manusia sampai akhir zaman. Dalam Ekaristi, Allah memberikan diri-Nya melalui Yesus Kristus Putra-Nya rela wafat di atas kayu salib.

Maka melalui santapan Ekaristi umat mempersiapkan diri untuk mengalami kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan akhir zaman yang telah dijanjikan oleh Allah sendiri sekaligus umat dituntut untuk merayakan Ekaristi di dunia secara hikmat, suci dan pantas.

Mengapa disebut Sakramen Ekaristi?

Dalam konteks agama katolik, Sakramen berarti: Tanda dan Sarana keselamatan Allah yang diberikan kepada manusia. Tujuan Sakramen: (SC 59) Menguduskan manusia, Membangun Tubuh Kristus, Mempersembahkan ibadat kepada Allah (Yoh 6: 25-71, Mat 26:26-28, 1Kor 11:23-26, Luk 24:30-31). Ekaristi bukanlah sekedar lambang belaka, tetapi adalah sungguh Tubuh, Darah, Jiwa dan Keallahan Yesus Kristus. Dalam Perayaan Ekaristi, imam mengkonsekrasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus dengan kata-kata penetapan yang diambil dari Kitab Suci: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi mu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1Kor 11:23-25).

Kristus telah membayar lunas seluruh hutang dosa kita, dan peristiwa itu selalu dihadirkan dalam Ekaristi.

Ekaristi sebagai sakramen pemersatu – katolisitas.org

1. apa sih Unsur-unsur pemersatu dalam Ensiklik Eclesia de Eucharisti art 23 gimana? Saint Paul refers to this unifying power of participation in the banquet of the Eucharist when he writes to the Corinthians: “The bread which we break, is it not a communion in the body of Christ? For as bread is completely one, though made of up many grains of wheat, and these, albeit unseen, remain nonetheless present, in such a way that their difference is not apparent since they have been made a perfect whole, so too are we mutually joined to one another and together united with Christ”.42 The argument is compelling: our union with Christ, which is a gift and grace for each of us, makes it possible for us, in him, to share in the unity of his body which is the Church.

The joint and inseparable activity of the Son and of the Holy Spirit, which is at the origin of the Church, of her consolidation and her continued life, is at work in the Eucharist.

This was clearly evident to the author of the Liturgy of Saint James: in the epiclesis of the Anaphora, God the Father is asked to send the Holy Spirit upon the faithful and upon the offerings, so that the body and blood of Christ “may be a help to all those who partake of it … for the sanctification of their souls and bodies”.43 The Church is fortified by the divine Paraclete through the sanctification of the faithful in the Eucharist. Dari paragraf di atas, maka kita dapat melihat beberapa hal yang penting, seperti: 1) Ekaristi sebagai pemersatu antara Kristus dan Gereja atau Tubuh Kristus, 2) Ekaristi mempersatukan masing-masing anggota di dalam Gereja, 3) Di dalam Ekaristi, Gereja dipersatukan dengan Tritunggal Maha Kudus. Ia mempersatukan diri dengan doa syafaat-Nya kepada Bapa untuk semua manusia. Kurban Kristus yang hadir di atas altar memberi kemungkinan kepada semua generasi Kristen, untuk bersatu dengan kurban-Nya.Di dalam katakombe, Gereja sering digambarkan seperti wanita yang sedang berdoa, dengan Lengan terbuka lebar, dalam sikap seorang Orante [sikap seorang berdoa].

Dari KGK, 1368 dan EE, 23, maka kita dapat melihat bahwa di dalam Ekaristi terjadi persatuan kurban antara Gereja, sebagai Tubuh Mistik Kristus dan Kristus sendiri, sebagai kepala Gereja.

Dengan demikian persatuan Kurban ini menjadikan Kristus dan Gereja sebagai kurban yang tak terpisahkan, dimana Kristus sendiri membawa Gereja – sebagai mempelai wanita yang kudus dan tak bercela. Dan ini ditegaskan oleh rasul Paulus, yang mengatakan “supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.” (Ef 5:27). Thus in the cross, when the blood and water flows from His side, the Church is already conceived, and later finds its full manifestation in the Pentecost.))

1 Kor 12:12), hanya mungkin terjadi karena seluruh anggota diikat oleh Sang Kepala, yaitu Kristus. Dan KGK, 1396 menegaskan “Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja.

Komuni membaharui, memperkuat, dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan.

Sama seperti Pentakosta terjadi setelah misteri paskah (penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus), maka Roh Kudus senantiasa tercurah kepada seluruh umat Allah pada saat mereka berpartisipasi dalam setiap perayaan Ekaristi.

Ekaristi Sebagai Sumber Dan Puncak Kehidupan Kristiani

Itulah sebabnya Gereja memperlakukan Hosti Kudus dengan hormat, dan melakukan prosesi untuk menghormati Hosti suci yang disebut Sakramen Maha Kudus, dan mengadakan adorasi di hadapan-Nya dengan meriah (lih. Kristus sendiri yang mengundang kita untuk menyambut Dia dalam Ekaristi (KGK 1384), dan karena itu kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang agung dan kudus ini, dengan melakukan pemeriksaan batin. Karena Ekaristi itu sungguh-sungguh Allah, maka kita tidak boleh menyambutNya dalam keadaan berdosa berat. Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan Kristiani (LG 11) karena di dalamnya terkandung seluruh kekayaan rohani Gereja, yaitu Kristus sendiri (KGK 1324).

Gereja Katolik mengajarkan bahwa kurban salib Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 9:28). Dengan demikian, Ekaristi menjadi kenangan hidup akan Misteri Paska dan akan segala karya agung yang telah dilakukan oleh Tuhan kepada umat-Nya, dan sekaligus harapan nyata untuk Perjamuan surgawi di kehidupan kekal (lih. Ekaristi berasal dari kata ‘eucharistein‘ yang artinya ucapan terima kasih kepada Allah (KGK 1328). Ekaristi adalah kurban pujian dan syukur kepada Allah Bapa, di mana Gereja menyatakan terima kasihnya kepada Allah Bapa untuk segala kebaikan-Nya di dalam segala sesuatu: untuk penciptaan, penebusan oleh Kristus, dan pengudusan.

Komuni memperdalam persatuan kita dengan Yesus, hal ini berdasarkan atas perkataan Yesus, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum Darah-Ku, ia tinggal dalam Aku dan Aku di dalam Dia” (KGK 1391).

Oleh Ekaristi Kristus mempersatukan kita dengan semua umat beriman menjadi satu Tubuh, yaitu Gereja.

Ekaristi memperkuat kesatuan dengan Gereja yang telah dimulai pada saat pembaptisan (KGK 1396). Oleh Ekaristi Kristus mempersatukan kita dengan semua umat beriman menjadi satu Tubuh, yaitu Gereja.

Ekaristi memperkuat kesatuan dengan Gereja yang telah dimulai pada saat pembaptisan (KGK 1396). Ekaristi mendorong kita ke persatuan umat beriman, sebab Ekaristi, menurut perkataan Santo Agustinus adalah ‘sakramen kasih sayang, tanda kesatuan dan ikatan cinta,’ (KGK 1398) yang seharusnya secara penuh dialami bersama oleh semua orang yang beriman di dalam Kristus. Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Roti manna yang turun dari surga (lih. Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Roti manna yang turun dari surga (lih. Manna (Kel 16:34) menggambarkan Ekaristi sebagai roti hidup yang turun dari surga (Yoh 6:51). Tongkat Harun (Bil 17: 5) yang menandai imamatnya, menggambarkan peran Imamat kudus dalam Kristus, yaitu tubuhNya.

Ini menggambarkan Yesus yang satu dan sama hadir dalam Ekaristi, dapat dibagikan kepada semua orang, tanpa Dia sendiri menjadi terbagi-bagi atau berkurang/ hilang. hadir dalam Ekaristi, dapat dibagikan kepada semua orang, tanpa Dia sendiri menjadi terbagi-bagi atau berkurang/ hilang. Yesus berkata bahwa Ia lebih tinggi nilainya dari pada manna yang diberikan kepada orang Israel di gurun. Yesus mengatakan bahwa mukjizat-Nya lebih hebat daripada mukjizat manna ini, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam Ekaristi, roti dapat sungguh-sungguh diubah Yesus menjadi diri-Nya sendiri, seperti yang dikatakan-Nya. Yesus mengatakan bahwa mukjizat-Nya lebih hebat daripada mukjizat manna ini, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam Ekaristi, roti dapat sungguh-sungguh diubah Yesus menjadi diri-Nya sendiri, seperti yang dikatakan-Nya. Orang-orang yang mendengarkan pengajaran ‘Roti Hidup’ ini memahami bahwa Yesus mengajarkan sesuatu yang literal (tidak figuratif/ simbolis), sehingga mereka meninggalkan Yesus sambil berkata, “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya untuk dimakan” (Yoh 6:52)

53-58),… jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (Yoh 6:53); Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman (Yoh 6:55). 53-58),… jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (Yoh 6:53); Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman (Yoh 6:55). Setelah banyak yang meninggalkan Dia karena pengajaran ini, Yesus bahkan bertanya kepada ke dua-belas rasulNya, “ Apakah kamu tidak mau pergi juga ?”(Yoh 6:67).

Rasul Paulus juga menambahkan, jika seseorang makan dan minum tanpa mengakui Tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri (1 Kor 11:28-29). Pengajaran ini tidak masuk di akal, jika kehadiran Yesus dalam Ekaristi hanya simbolis belaka. Berikut ini adalah para Bapa Gereja yang mengajarkan tentang kehadiran Yesus di dalam Ekaristi:

Tahun 110 ia menulis 7 surat kepada gereja-gereja sebelum kematiannya sebagai martir di Roma. ((Terjemahan dari Letter to the Romans 7,3, Jurgens, p.22, # 54a., “Aku tidak menginginkan makanan sementara maupun kesenangan untuk hidup ini.

((Terjemahan dari Against Heresies 5,2,2; Jurgens, p.99, #249, “Ia(Yesus) telah menyatakan piala itu, sebagai bagian dari ciptaan, sebagai Darah-Nya sendiri, daripadanya Ia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti itu, sebagai bagian dari ciptaan, Dia telah menjadikannya sebagai Tubuh-Nya sendiri, daripadanya Ia memberikan pertumbuhan pada tubuh kita.”)) St. Cyril dari Yerusalem, pada tahun 350 mengajarkan agar kita sebagai pengikut Kristus percaya sepenuhnya akan kehadiran Yesus di dalam Ekaristi, sebab Yesus sendiri yang mengatakannya ((Terjemahan dari Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 4),1; Jurgens, p. 360, #843, “Dia (Yesus), dengan demikian, menyatakan dan mengatakan tentang Roti itu, “Ini adalah Tubuh-Ku,” siapa yang akan berani untuk terus meragukan?

Walaupun perasaan mengatakan kepadamu sesuatu yang lain, biarlah iman membuat kamu teguh percaya.

((Terjemahan dari On the Trinity, Bk 8, Ch 14: dikutip oleh John Willis, S.J., dalam The Teachings of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002), p. 405, ” Dia (Yesus) sendiri berkata: ‘Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Para Bapa Gereja ini membuktikan bahwa jemaat Kristen awal percaya akan Kehadiran Yesus di dalam Ekaristi.

Mereka semua mendapat pengajaran dari Rasul Yohanes yang menulis tentang Yesus sebagai “Roti Hidup” (Yoh 6). Jika kita dengan hati terbuka mempelajari Alkitab, dan tulisan para Bapa Gereja, kita akan melihat bahwa kenyataan menunjukkan bukti yang kuat yang mendasari pengajaran Gereja Katolik tentang Kehadiran Yesus secara real dan substansial di dalam Ekaristi. Percaya penuh akan kehadiran-Nya di dalam Ekaristi dan menerima Ekaristi dengan sikap yang benar merupakan bentuk perwujudan iman dan kasih kita kepada Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi kita sampai wafat di salib.

Pengertian dan Makna Ekaristi

Sedangkan dalam bahasa Yahudi disebut berkat yang artinya doa puji syukur dan permohonan atas karya penyelamatan Allah. Dengan demikian sebelum merayakan Ekaristi, seharusnya memahami esensi dari perayaan tersebut agar dapat memberi perubahan dalam hidup (Martasudjita, 2003: 269). Penulis berpandangan bahwa suatu keharusan bagi umat beriman Kristiani untuk mensyukuri segala kelimpahan dan pengalaman yang dirasakan dalam hidup meskipun sederhana.

Singkatnya perayaan Ekaristi yang dirayakan tidak hanya dinilai dari kuantitas tetapi lebih pada kualitas. Namun kemudian menyadari dan memahami bahwa ternyata mereka berbeda karena dasar iman akan Yesus Kristus. Gereja meyakini bahwa perayaan Ekaristi bukan dilaksanakan berdasarkan inisiatif dan kemauan sendiri, tetapi merupakan perintah Yesus Kristus yang tergambar nyata dalam Perjamuan Malam Terakhir (Luk 22:19; 1Kor 11:24).

Melalui perjamuan malam terakhir Yesus menjelaskan sengsara dan wafat di kayu salib sebagai penyerahan diri-Nya secara total demi Karya Penyelamatan manusia. Pada Malam Terakhir Yesus memerintah agar momen ini dirayakan kembali sebagai bentuk pengenangan akan Dia (Luk 22:19; 1Kor 11:24). Setelah sengsara dan wafat-Nya di kayu salib Yesus mengadakan kembali perjamuan makan dengan para murid.

Pada aspek teologis Ekaristi dipandang sebagai puncak dan pusat hidup umat Kristiani Gereja universal maupun lokal.

Dengan demikian sakramen- sakramen lain, tugas-tugas pelayanan gerejani dan karya kerasulan Gereja mencapai puncaknya dalam Ekaristi. Melalui perayaan Ekaristi Kristus memberi daya kehidupan dan memperbaharui serta menguduskan iman umat kristiani (PO 5).

Dengan merayakan Ekaristi umat Kristiani memperbaharui iman kepada Allah dan memperoleh inspirasi rohani yang digunakan sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi setiap pergulatan hidup (Prasetyantha, 2008: 82). Lalu mempercayakannya kepada Gereja untuk menghadirkan dan mengenangkan kembali peristiwa penyelamatan-Nya di kayu salib. Kewajiban ini merupakan konsekuensi dari Ekaristi yang dipahami sebagai puncak dan pusat hidup seluruh umat beriman Kristiani. merupakan perayaan kurban Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang ditetapkan oleh-Nya, dengan tujuan agar peristiwa pengorbanan-Nya di kayu salib tetap abadi dan selalu dikenang sampai pada saat waktu kedatangan-Nya untuk kedua kalinya dalam Kemuliaan.

Sakramen Ekaristi adalah lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah, penerimaan Kristus hingga dipenuhi rahmat dan jaminan kehidupan kekal bersama-Nya. Ekaristi tidak hanya terbatas dan berhenti pada perayaan, tetapi juga sebagai tindakan nyata umat beriman yang diungkapkan dalam peribadatan.

Sedangkan aksi terhadap sesama tampak dalam tindakan pemberian ucapan selamat, pembacaan Sabda, khotbah dan berkat. Iman yang dirayakan dalam Ekaristi diharapkan dapat berbuah semangat berbagi, maka dengan demikian sebagai pribadi maupun kelompok umat beriman telah melayani Allah.

Jika Ekaristi hanya dipandang sebagai peristiwa penebusan bagi masing-masing pribadi, maka akan sulit untuk menghidupi sikap peduli dan saling berbagi dengan sesama.

Pernyataan ini sangat relevan di zaman sekarang, banyak orang ingin sesuatu yang serba cepat dan Mengaitkannya dengan Perjamuan Ekaristi, dapat pula dipandang sebagai tempat “pemberhentian” dari berbagai kesibukan pekerjaan. Jika demikian tentu tidak mungkin rahmat dan buah Ekaristi dapat dirasakan, terlebih lagi semangat untuk saling berbagi.

pada dasarnya Ekaristi bertujuan membantu umat untuk mempersatukan mereka dengan Allah melalui doa yang sungguh- sungguh. Kitab Hukum Kanonik mengemukakan bahwa Ekaristi merupakan Sakramen yang paling luhur, karena dalam perayaan ini Kristus dihadirkan, dikurbankan dan disantap.

Selain itu, Ekaristi juga sebagai sumber yang menandakan dan menghasilkan kesatuan umat Allah serta menyempurnakan pembangunan Tubuh Kristus. Sakramen-Sakramen lain dan karya kerasulan gerejawi memiliki kaitan yang dekat dengan Ekaristi serta semuanya diarahkan kepadanya. Namun demikian bukan itu yang dimaksud, tetapi lebih pada peristiwa pengorbanan Kristus dalam sengsara dan wafat-Nya di salib demi menebus dosa manusia. Peristiwa ini yang melambangkan penyerahan dan pemberian diri Yesus Kristus secara total demi keselamatan manusia (KHK, 1995: 897, bdk Dok. Merayakan Ekaristi memberi dampak kesatuan antar umat dalam Kristus dengan sama-sama menyantap Tubuh dan Darah-Nya. Makna kesatuan berarti terdapat kepedulian, solidaritas dan rela berkorban sebagai bentuk nyata dari rasa tersebut. Penjelasan diawali dengan membahas teks-teks Ekaristi dalam Perjanjian Baru, lalu kemudian menemukan poin-poin teologis yang akan dibahas. Teks-teks dalam Perjanjian Baru terkait Perjamuan Malam Terakhir, sebagai dasar ajaran realis praesentia yang diungkapkan oleh Yesus dengan Selama hidup dalam pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, sering kali Yesus mengungkapkan perjamuan eskatologis (Mat 8:11; 22:1-14). Melalui Ekaristi umat beriman Kristiani telah mencicipi perjamuan eskatologis berupa kebersamaan kekal dengan Allah (1Kor 11:26).

Ekaristi dirayakan bukan atas dasar inisiatif manusia, tetapi merupakan penetapan dan perintah Yesus Kristus sendiri, “perbuatlah ini untuk memperingati Hadir untuk membawa harapan bagi mereka yang merasa hidup namun secara rohani mati, memperbaiki dan mengubah sistem sosial serta persoalan ekonomi melalui tindakan efektif.

Dalam hal ini Yesus ingin menekankan hakikat perayaan Ekaristi secara lebih luas dan konkret. Semangat berbagi sejalan dengan makna utama Ekaristi sebagai Sakramen dan perayaan wafat serta kebangkitan Yesus.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.