Press "Enter" to skip to content

Sakramen Baptis Merupakan Sakramen Yang Diterima Titik-Titik Seumur Hidup

“Kata mereka Varden sudah bersekutu dengan kaum Urgal dan mengumpulkan tentara untuk menyerang kita. Kulit di sekitar rahangnya kering dan pecah-pecah, penuh gundukan lemak keras, seperti mentega dingin yang membusuk. Kontras dengan leher dan rahangnya, anggota tubuhnya yang lain sangat kurus di luar kewajaran.

Pedagang pertama dengan sia-sia berusaha mengecilkan pantatnya agar bisa masuk ke kursi sepenuhnya.

Hanya berkat usaha tanpa henti Raja untuk kallanlah makanya kalian bisa mendebat kami dengan aman. Kalau ia, dengan segala kebijakannya, terpaksa menarik dukungan, kalian akan hancur!”

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk tanda suci (objek materi atau tindakan) yang memiliki kemiripan dengan Sakramen, lihat Sakramentali Meskipun tidak semua orang dapat menerima semua sakramen, sakramen-sakramen secara keseluruhan dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman, yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu.

Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya; sakramen memerlukan adanya iman meskipun kata-kata dan elemen-elemen ritualnya berdampak menyuburkan, menguatkan, dan memberi ekspresi bagi iman (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 224). Penjelasan tiap sakramen tersebut berikut ini terutama didasarkan atas Kompendium Katekismus Gereja Katolik. Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus.

Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri.

Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan. Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya.

Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang dilayankan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”.

Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah. Sakramen-sakramen juga invalid jika materia atau forma-nya kurang sesuai dengan yang seharusnya. Syarat terakhir berada di balik penilaian Tahta Suci pada tahun 1896 yang menyangkal validitas imamat Anglikan. Adapun masing-masing Gereja Katolik Ritus Timur, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu termasuk berkonsultasi dengan (namun tidak harus memperoleh persetujuan dari) Tahta Suci, dapat menetapkan halangan-halangan (Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, kanon 792). Syarat-syarat bagi validitas pernikahan seperti cukup umur (kanon 1095) serta bebas dari paksaan (kanon 1103), dan syarat-syarat bahwa, normalnya, mengikat janji pernikahan dilakukan di hadapan pejabat Gereja lokal atau imam paroki atau diakon yang mewakili mereka, dan di hadapan dua orang saksi (kanon 1108), tidaklah digolongkan dalam Hukum Kanonik sebagai halangan, tetapi sama saja efeknya. Ada tiga sakramen yang tidak boleh diulangi: Pembaptisan, Penguatan dan Imamat: efeknya bersifat permanen. Akan tetapi, jika ada keraguan mengenai validitas dari pelayanan satu atau lebih sakramen-sakramen tersebut, maka dapat digunakan suatu formula kondisional pemberian sakramen misalnya: “Jika engkau belum dibaptis, aku membaptis engkau …”

Sakramen apakah yang hanya dapat diterimakan satu kali saja? – katolisitas.org

Yohanes Richard Kita semua adalah satu tubuh mistik Kristus. dalam kursus kali ini, saya menjadi tahu dan mengerti tentang gereja, asal usulnya, tujuannya, dan saya menjadi tahu gereja mana yg harus saya pilih Semoga gereja Katolik tetap utuh dan konsisten dalam ajaran iman kendati kini gembala kita sudah makin sedikit dan tidak pro;porsional dengan umatnya. The parish priest could also use this to teach in his homily as it should provide a very good understanding to the laities.

Katekese Sakramen Penguatan

Seperti Baptis dan Ekaristi, adalah satu dari tiga Sakramen Inisiasi Gereja Katolik. Rahmat ini mengamankan dan menguatkan orang tersebut untuk menjadi saksi Kristus yang hidup.

Dalam sakramen, Tuhan mempergunakan benda-benda biasa seperti air, roti, minyak dan juga tindakan-tindakan tertentu untuk berbicara secara langsung kepada jiwa kita. Perkecualian terjadi apabila calon penerima sakramen adalah orang dewasa yang baru masuk Katolik. Pertama, obat gosok itu meresap ke dalam kulitmu serta menghangatkan tubuhmu sehingga kamu merasa nyaman. Hal ini ditetapkan oleh Paus Paulus VI dalam Konstitusi Apostolis Divinae Consortes Naturae.

Karunia Roh Kudus adalah kekuatan dari atas saat pribadi melaksanakan rahmat pembaptisan ke dalam praktik hidup dan bertindak sebagai “saksi” Kristus [1302-1305,1317] Bahkan ketika kamu melupakan-Ku, Aku akan tetap setia dalam untung dan malang. Ia akan melakukan segala yang mungkin untuk memahami iman Katolik dengan segenap hati dan pikirannya.

KEDUA, Sakramen Baptis melahirkan seseorang dalam hidup kristiani dan memberikan rahmat pertumbuhannya. Artinya dia dimampukan untuk terbuka dan bekerjasama secara penuh dengan Roh Kudus. Tanpa Krisma, si terbaptis tetap bisa tumbuh dalam hidup iman (melanjutkan rahmat kelahiran baru yang diterima dalam baptis), tetapi belum memiliki kekuatan atau “kerangka” untuk sungguh menjadi dewasa secara rohani.

Pemberian Krisma membuat eksplisit, publik dan kelihatan apa yang sudah diterima dalam Sakramen Baptis, yaitu partisipasi pada tri-tugas Kristus. Hal ini menjadi rancu dan salah kaprah, karena yang benar namanya adalah Sakramen Penguatan (Bahasa Inggris: “The Sacrament of Confirmation”). Biasanya Minyak Krisma ini diberkati oleh Uskup sebelum perayaan Kamis Putih setiap tahun bersamaan dengan pembaharuan janji imamat para imam, dimana semua imam/pastor berkumpul bersama di Gereja Katedral dalam perayaan ekaristi pemberkatan minyak Krisma dan pembaharuan janji imamat para imam tersebut.

Ketika diterima dalam Gereja Katolik, Romo memberi Sakramen Penguatan dan komuni pertama.

KEDUA, sangat mungkin penerimaan Anda ke dalam Gereja Katolik dilakukan dalam perayaan Ekaristi yang diadakan untuk pembaptisan orang dewasa, sehingga Anda juga langsung diberi Sakramen Penguatan dan komuni pertama. Memang adalah peraturan Gereja bahwa para imam juga boleh memberikan Sakramen Penguatan ketika membaptis orang dewasa atau menerima orang yang telah dibaptis ke dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik (KHK kan 883, No.

Bahkan, setiap imam boleh memberikan sakramen penguatan JIKA ORANG ITU BERADA DALAM BAHAYA MAUT (Kan 883, No. Maka, tidak perlu dan tak boleh menerima Sakramen Krisma lagi, juga jika diberikan Uskup.

Ada tiga sakramen yang memberikan meterai rohani abadi, yaitu Baptis, Krisma, dan Tahbisan. Pembekalan yang demikian itu akan sangat Anda rasakan kegunaan dalam penghayatan iman dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai orang Katolik. Para calon mempelai diharapkan sudah menerima Sakramen Penguatan(Krisma) sebelum melangsungkan pernikahan di depan altar. 6; Ordo Celebrandi Matrimonium, 1991) Gereja mengajarkan, “Orang-orang Katolik yang belum menerima Sakramen Penguatan hendaklah menerimanya untuk melengkapi Sakramen Inisiasi Kristiani sebelum diizinkan menikah, bila hal itu dapat dilaksanakan tanpa kesulitan besar.” Bila jadwal penerimaanSakramen Krisma oleh uskup di paroki yang bersangkutan itu masih jauh dan calon mempelai tidak mungkin mendapatkan Krisma sebelum tanggal perkawinan mereka, maka pastor paroki bisa memberikan kepada calon mempelai itu Sakramen Krisma yang dibutuhkan.

Efektivitas pengaruh Roh Kudus pada saat pemberian krisma kepada umat yang menerima, kelihatannya tidak terasa. Hanya berupa upacara liturgis yang tidak menimbulkan efek nyata, bahkan terkesan ritual belaka.

Dari segi makna dan sejarahnya, tentu saja sidi tidak sama dengan Sakramen Penguatan. Sidi tidak diberikan oleh uskup yang mempunyai suksesi apostolik sejak para rasul. Pendek kata, sejak kaum protestan memisahkan diri dari Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik, (abad 16) maka mereka sudah berbeda sama sekali secara hakikat dan martabat Gerejawi. Saya menerima sakramen Penguatan tahun 1985 di gereja Salib Suci stasi gunung Sempu, Paroki Pugeran, Yogyakarta dari tangan Mgr Julius Darmaatmadja, uskup Keuskupan Agung Semarang waktu itu.

Apalagi ketika itu juga ada perayaan peresmina gereja tersebut yang dihadiri bupati Bantul. Kembali ke tempat duduk, berdoa dalam hati, mengenangkan betapa baiknya Tuhan, diiringi lagu-lagu liturgi dari koor yang memang isinya pujian – permohonan pada Roh Kudus dan nadanya sangat membantu doa. Dalam beberapa kali latihan sebelum hari-H, katekis selalu menekankan bahwa dalam liturgi Sakramen Penguatan, Roh Kudus benar-benar melantik saya menjadi Saksi Kristus, bahwa saya sudah menjadi Katolik mandiri yang harus belajar iman Katolik dan mewartakan Kristus dengan penuh kasih tanpa disuruh-suruh lagi oleh orangtua atau guru agama. Maka saya bisa mengalami tuntunan Roh Kudus itu bukan hanya sesaat, namun sepanjang waktu dalam proses hidup sehari-hari. Sampai kini, buah sakramen Penguatan itu selalu saya alami: semangat, damai, suka cita, kemurahan hati,… dst berselang-seling tanpa perasaan euforia. Selebihnya Roh Kudus membimbing dengan halus dalam hidup rutin yang manusiawi dan bermartabat.

Sampai akhirnya saya berjumpa beberapa kali dalam wawancara pribadi dengan Mgr Julius Kardinal Darmaatmadja di Seminari. KGK 1298 Apabila upacara Penguatan dirayakan terpisah dari Pembaptisan, seperti yang berlaku dalam ritus Roma, maka ritus Sakramen mulai dengan pembaharuan janji Pembaptisan dan pengakuan iman dari mereka yang menerima Penguatan. Kalau seorang dewasa dibaptis, maka ia langsung menerima Penguatan dan ikut serta dalam Ekaristi (Bdk. Rahmat pengudusan ini akan tetap ada dalam diri seseorang yang dibaptis, asalkan ia tidak melakukan dosa berat.

Hal tepukan di pipi atau di bahu oleh Uskup pada saat ia menerimakan Sakramen Penguatan, itu maksudnya adalah untuk mengingatkan orang yang menerimanya bahwa sebagai saksi Kristus ia harus siap untuk mengikuti teladan Kristus, yaitu berani berkorban/menderita, bahkan sampai rela wafat demi Dia, dan demi melakukan kebaikan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah. Dalam => PERJANJIAN LAMA, Umat Allah mengharapkan turunnya Roh Kudus atas seorang Mesias (Juru Selamat).

Yesus menjalaninya dalam Roh kasih dan kesatuan yang sempurna dengan Bapa-Nya di surga. “Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar bahwa tanah Samaria telah menerima firman Tuhan Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ.

Ternyata didapati bahwa salah satu calon pengantin tersebut belum menerima sakramen penguatan. “Sudah mau jadi manten, kok belum penguatan ta mas?” tanya Rama Paroki. Jawabnya, “Sudah Rama, saya baptis dewasa, tapi penguatan kok ndak mudheng (tidak paham) kapan diterimakannya. Krisma (dari bahasa Yunani: chrisma = pengurapan) atau penguatan (terjemahan kata Latin: confirmatio) diterimakan oleh Bapa Uskup sebagai pemimpin Gereja yang resmi di keuskupan kita.

Dengan penerimaan Sakramen Penguatan ini, seorang Katolik dilantik melalui pencurahan Roh Kudus menjadi warga Gereja yang penuh dan harus siap ikut bertanggungjawab dengan segala tugas dan kewajiban Gereja sebagai saksi Kristus di tengah masyarakat! Penerimaan Sakramen Penguatan tentu saja selalu diupayakan dalam perayaan Ekaristi, apalagi biasanya Misa tersebut dipimpin oleh Bapa Uskup. Dengan perayaan Ekaristi, seorang yang telah menerima Sakramen Penguatan ditopang dengan kekuatan rohani tiada tara sehingga menjadi seorang yang tangguh dan handal dalam mewartakan Injil di tengah dunia ini. Ketiga, selama berabad-abad, patokan usia penerima Sakramen Penguatan menurut Gereja Latin ialah “Dapat menggunakan akal” (KHK Kan 890 #2 dan 891). KHK Kan 97 #2, dikatakan bahwa seorang anak, “Setelah berumur genap tujuh tahun diandaikan dapat menggunakan akal-budinya”. Inilah alasan dahulu Sakramen Penguatan bisa diberikan kepada anak-anak yang berusia tujuh tahun ke atas.

Bisa saja seseorang yang masih dalam usia kanak-kanak, tapi karena kekuatan Roh Kudus berani berjuang untuk Kristus sampai titik darah terakhir (KGK 1308). Dengan berpedoman pada hal ini, maka Konferensi Para Uskup bisa “menentukan usia lain” (KHK Kan 891) untuk penerima Sakramen Penguatan. Banyak Konferensi Para Uskup yang menetapkan usia 15-16 tahun sebagai syarat penerima Sakramen Penguatan.

Nama lain dari sakramen krisma adalah

Di samping itu, doa yang intensif juga akan mempersiapkan orang untuk menerima kekuatan dan rahmat Roh Kudus dengan kerelaan batin (KGK, Art. Catatan Penting Buku Guru Kelas 8 K13 Mau mendengarkan inspirasi renungan harian dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe kanal YouTube Risalah Immanuel Upload setiap hari jam 6 sore!

Pada peristiwa Pentakosta, orang-orang yang mengikut Yesus menerima Roh Kudus sehingga mampu memberitakan Injil dalam berbagai-bagai bahasa.

Tentu kita ingat bahwa memberitakan Injil merupakan tugas bagi para murid Yesus. Tugas ini diberikan sebagai amanat agung yang dapat kita baca pada Matius 28:19-20. Amanat agung ini diberikan setelah Yesus mati di kayu salib, dikuburkan, lalu bangkit kembali. Salah satu simbol sakramen krisma yang sangat paling kita kenal adalah minyak.

Roh Kudus yang akan selalu mendukung serta menguatkan kita berjalan sesuai kehendak Allah.

Simbol ini juga dapat dipakai untuk memberikan ilustrasi agar setiap orang Katolik sungguh mengerti makna pemberian sakramen Krisma. Allah pun telah berkomitmen bahwa keselamatan yang sudah diberikan tidak akan ditarik kembali. Kejadian Pentakosta kurang lebih serupa dengan apa yang terjadi pada sakramen Krisma.

Penerima sakramen Krisma menjadi orang yang mengikut Kristus dan menerima berkat Roh Kudus. Makna ini bukan hanya sekedar dibuat-buat supaya sakramen Krisma terlihat begitu agung. Bukan hanya pada prosesi sakramen Krisma, tetapi dalam sepanjang kehidupan kita sebagai orang Katolik.

Kita harus berkomitmen untuk terus memiliki relasi yang baik dengan Roh Kudus.

Namun wajiblah bagi seorang yang ingin masuk ke Katolik untuk terlebih dahulu menerima sakramen baptis. Karena memang pada perwujudannya sakramen baptis diterimakan dengan cara dicepkan dalam air (masyarakat yunani kuno termasuk Yesus yang dibabtis oleh Yohanes pembabtis), namun sekarang diwujudkan sebagai pemericikan pada dahi saja yang diterapkan Gereja Katolik sekarang ini.

Penyelamatan tersebut terwujud dalam diri Yesus Kristus yang wafat di kayu salib, tiga hari kemudian bangkit, dan naik ke surga. Dalam ekaristi ini juga umat Katolik mengingat peristiwa perjamuan terkakhir yang dilakukan Yesus Kristus dengan para muridnya. (Tips Hidup Menurut ROH ALLAH) Dengan sakramen ini, menandakan bahwa umat Katolik mengobarkan semangat para Rasul untuk mewartakan kabar gembira kepada orang lain melalui bimbingan dari Allah sendiri dalam wujud Roh Kudus. Dengan bimbingan Roh Kudus manusia menjadi kuat secara rohani dan siap menerima perutusan mulia itu.

Siklusnya seorang katolik menjadi dewasa dalam iman, harapan, dan kasih melalui bimbingan Roh Kudus.

Penumpangan tangan dalam penerimaan sakramen Krisma merupakan lambang

Sakramen krisma hendaknya diberikan kepada umat beriman pada usia yang dapat menggunakan akal. Sakramen ini hendak dipahami sebagai tanda atau materai rohani yang tak terhapuskan, tidak dapat diulang, dan berlaku seumur hidupnya. Hal ini dimaksudkan supaya mereka mampu melaksanakan tugas perutusan dengan baik dan benar.

Di samping itu, doa yang intensif juga akan mempersiapkan orang untuk menerima kekuatan dan rahmat Roh Kudus dengan kerelaan batin (KGK, Art.

1] Judul Pertemuan : Sakramen Krisma 2] Tujuan Pertemuan : Peserta semakin memahami akan arti, makna dan simbol-simbol yang ada dalam Sakramn Krisma, sehingga dapat semakin menghayati, memaknai, dan memahami dalam hidup hariannya 3] Waktu : 2 X 45 Menit b. Pemikiran Dasar Manusia adalah makhluk yang ekspresif. Gereja mempunyai tradisi melaksanakan tugas pastoralnya untuk menguduskan umat yang sedang dalam perjalanan menuju Bapa.

Supaya umat merasakan, melihat dan diteguhkan bahwa rahmat Allah itu sungguh dicurahkan, maka Gereja membuat tanda atau simbol/lambang yang menampakkan bahwa rahmat itu sungguh sudah dicurahkan, maka Gereja tidak cukup hanya membuat simbol, tanda atau lambang tersebut, Gereja juga menyertainya dengan kata-kata yang jelas dan pasti bahwa rahmat Allah itu dicurahkan. Dengan memahami arti Sakramen Krisma dan maknanya bagi kehidupan, para pendamping akhirnya diharapkan semakin menghayati peranan Roh Kudus dalam kehidupannya setiap saat, terutama saat mereka nantinya telah bertugas untuk mendampingi para calon penerima Krisma.

c. Materi Pengertian Sakramen Krisma, makna dan simbol- simbol yang digunakan d. Sumber Bahan 1] Konferensi Wali Gereja Indonesia, IMAN KATOLIK, Kanisius, Yogyakarta, 1996, Hal 428 2] Para Wali Gereja Regio Jawa, STATUTA KEUSKUPAN REGIO JAWA, Kanisius, Yogyakarta, Psl 88, hal 46 3] Drs. Aloysius Soenarto SW, dkk, Katekese Bagi calon Krisma : buku pendamping; yogyakarta: Kanisius, 2002, Hal.

Di sini, kedua sakramen iti tidak lagi menjadi satu rangkaian upacara yang terjadi pada Malam Paskah. Sebagai liturgi perayaan penerimaan Sakramen Krisma selalu diawali dengan pembaharuan janji baptis dan pengakuan iman.

Kesaksian tersebut hendaknya terwujud secara nyata dalam hidup sehari-hari dengan menjadi garam dan terang dunia [lih. Unsur pokok dalam penerimaan Sakramen Krisma adalah penumpangan tangan sebagai tanda pencurahan Roh Kudus dan pengurapan minyak krisma – yang disebut Sacrum Chrisma – di dahi calon, sambil berkata, “[Nama Calon], terimalah tanda karunia Roh Kudus”. Soal kedewasaan ini perlu diperhatikan agar rahmat Roh Kudus sungguh dapat berdaya guna bagi orang yang menerimanya, sehingga orang tersebut akhirnya dapat melaksanakan dan mewujudkan tugas perutusannya menjadi saksi-saksi Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari.

Memang, berbicara dan memahami soal kedewasaan ini dapat menimbulkan aneka macam penafsiran yang berbeda satu sama lain sebab masing-masing orang dapat melihatnya dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu sama lain.

Gereja sendiri tidak menentukan secara pasti batasan soal kedewasaan tersebut, seperti yang dikatakan Kitab Hukum Kanonik “Sakramen Penguatan hendaknya diberikan kepada umat beriman pada sekitar usia yang dapat menggunakan akal, kecuali jika Konferensi Waligereja menentukan usia lain, atau jika ada bahaya mati, atau jika menurut pandangan pelayan sakramen ada alasan berat yang menganjurkan lain [KHK Kan. 891]. Oleh karena itu, Gereja-gereja keuskupan Regio Jawa sungguh memperhatikan arti kedewasaan ini dengan cara memberikan batasan umur bagi calon penerima Krisma, yaitu “ Sakramen Krisma sebaiknya diberikan pada usia Sekolah Lanjutan Pertama atau usia 13-15 tahun”.

Sakramen Krisma, sebagai tanda atau materai rohani yang tak terhapuskan, hanya diberikan satu kali saja dan berlaku selama-lamanya. Dibawah ini terdapat tabel yang menerangkan mengenai arti dan makna dari simbol-simbol dalam Sakramen Krisma.

– Pencurahan Roh Kudus [orang yang dipilih] – Pembebasan – Tanda seorang yang diutus [kekuasaan spiritual] – Persekutuan – persaudaraan Pengurapan dengan Minyak Krisma – Pengurapan Kristus dengan Roh Kudus – Menguduskan orang yang diurapi merasuk – Pembersihan – Tanda kegembiraan dan penghormatan Minyak Krisma – Lambang Roh Kudus – Lambang pelantikan Tepukan di pipi – Tanda pengutusan j. Penutup 1] Tanya jawab 2] Doa Penutup 5.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.