Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa. Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama. Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain.
Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka.
Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). [1] Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi).
Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: “… Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu …”. Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental –yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam.
Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus “melakukan silih”, atau biasa disebut penitensi.
Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
[6] Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal –misalnya pada masa Pra-Paskah dan masa Adven. Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun.
[8] Perintah kedua dari “Lima perintah Gereja” juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat dianjurkan oleh Gereja.
Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari suatu Pengakuan Dosa.
Sakramen Tobat (Gereja Katolik)
Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa. Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama.
Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain.
Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka. Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). [1] Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi).
Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: “… Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu …”. Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental –yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam. Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain.
Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus “melakukan silih”, atau biasa disebut penitensi. Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
[6] Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal –misalnya pada masa Pra-Paskah dan masa Adven. Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun.
[8] Perintah kedua dari “Lima perintah Gereja” juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat dianjurkan oleh Gereja. Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari suatu Pengakuan Dosa.
Doa Tobat Katolik untuk Minta Pengampunan Dosa Lengkap
Berikut adalah doa tobat Katolik yang kerap dipanjatkan dalam berbagai peribadatan. Salah satu cara memperbaiki dan menyucikan diri kembali adalah dengan bertobat. Umat Katolik juga memiliki doa yang secara khusus dipanjatkan saat memulai pertobatan.
Doa ini dipanjatkan untuk meminta pengampunan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, doa ini juga biasa dipanjatkan dalam beberapa ritus peribadatan. Apakah Sahabat 99 sudah mengetahui doa seperti apa yang harus dipanjatkan ketika bertobat?
Ya Allahku, Engkaulah yang harus kukasihi lebih dari segala sesuatu. Ya Allah, kasihanilah aku, dalam nama Yesus Kristus, Juruselamatku yang telah menderita sengsara dan wafat bagiku. Deus meus, ex toto corde paenitet me omnium meorum peccatorum, eaque detestor, quia peccando.
Sed praesertim quia offendi Te, summum bonum, ac dignum qui super omnia diligaris.
Ideo firmiter propono, adiuvante gratia Tua, de cetero me non peccaturum peccandique occasiones proximas fugiturum. Berikut adalah tata cara sakramen tobat atau pengakuan dosa yang dilakukan umat Katolik:
Namun, jika pertama kali mengaku dosa, kamu bisa mengucapkan kalimat berikut: “Maka dari itu, pada saat ini saya mau mengaku kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa dan kepada semua umat Allah yang kudus, bahwa saya telah berdosa dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian, khususnya bahwa saya telah berdosa… (sebutkanlah dosa kamu secara jujur)
Dalam kesempatan ini, pastor juga akan memberikan penitensi atau hukuman untuk umat yang mengaku dosa. Penitensi biasanya berupa doa-doa yang harus dilafalkan setelah keluar dari bilik pengakuan dosa.
Masih Perlukah Sakramen Pengakuan Dosa (Bagian 1) ? – katolisitas.org
Alkitab mengatakan bahwa Tuhan sendiri yang memberikan pengampunan, bukan pastor. Kemudian ada komentar-komentar dari orang Katolik yang mengatakan “Setelah kita mengaku dosa, kita juga berdosa lagi, jadi pengakuan dosa tidak ada gunanya… Saya malu, karena saya kenal sama pastornya. Bagaimana kalau pastornya sampai membocorkan rahasia pengakuan dosa saya?” Kemudian ada lagi yang mengatakan bahwa pengakuan dosa hanya urusan satu kali dalam satu tahun. Pada saat seseorang menempatkan ciptaan lebih tinggi daripada Penciptanya, maka orang tersebut melakukan dosa (St. Bonaventura). (KGK, 1849) Sebagai contoh, mari kita melihat dosa menggugurkan kandungan atau aborsi. Namun, tetap saja ada beberapa negara bagian di Amerika yang melegalisir warganya untuk menggugurkan kandungan.
(( Sebelum dosa asal, sense appetite atau keinginan daging tunduk sepenuhnya pada akal budi. Secara nalar, kita dapat melihat bahwa menggugurkan kandungan adalah melawan akal budi, karena tidak seharusnya manusia membunuh sesamanya, apalagi anaknya sendiri.
Di sinilah pentingnya kebenaran yang diwartakan oleh Kristus melalui Gereja-Nya, sehingga Gereja dapat menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran (lih 1 Tim 3:15) yang menuntun hati nurani umat-Nya. Seperti yang dilakukan Gereja Katolik di Amerika, mereka berperan aktif untuk menyuarakan kebenaran atau membangkitkan hati nurani yang benar dengan berjuang untuk menghentikan legalisasi aborsi.
Dalam beberapa kesempatan, saya mendengarkan kotbah, ada yang mengatakan bahwa semua dosa adalah sama. Namun kalau kita teliti lebih mendalam, sesungguhnya pernyataan di atas justru kurang mendasar.
((St. Thomas Aquinas, ST, II-I, q.72, a.5)) Lebih lanjut dalam tulisannya “Commentary on the Sentence I,I,3“, St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa dosa ringan tidak membuat seseorang berpaling dari tujuan akhir atau Tuhan. Digambarkan sebagai seseorang yang berkeliaran, namun tetap menuju tujuan akhir. Kita lihat saja dari hal yang sederhana, misalkan seorang ayah yang sering marah-marah di rumah akan mempengaruhi seluruh anggota di rumahnya, menyebabkan istri dan anak-anak ketakutan.
Karena kehilangan berkat-berkat tersebut, maka manusia mempunyai concupiscense (KGK, 2515) atau “the tinder of sin” (KGK, 1264), atau kecenderungan untuk berbuat dosa ((Jacques Dupuis, The Christian Faith: In the Doctrinal Documents of the Catholic Church, 7th ed.
Mari sekarang kita melihat secara lebih jelas proses perkembangan dari dosa. Mari kita melihat perkembangan dari dosa: ((Francis Spirago, The Catechism Explained: An Exhaustive Explanation of the Catholic Religion (Tan Books & Publishers, 1994), p. 451-454))
Pada tahap ini, penolakan terhadap dosa akan menjadi lebih mudah kalau kita membuang jauh-jauh pemikiran tersebut dengan cara mengalihkannya kepada hal-hal lain, seperti: berdoa, atau pemikiran tentang neraka, dll. Ini adalah sama seperti seseorang yang ditawarkan suatu jabatan dengan cara korupsi. Tahap ini keinginan dan pikiran saling mempengaruhi, namun akhirnya membuahkan kemenangan bagi setan, sehingga seseorang memutuskan untuk berbuat dosa.
Sama seperti air yang menjadi es dan memerlukan panas untuk mencairkannya, maka seseorang masih tetap dalam kondisi berdosa sampai dia bertobat. Ini menunjukkan bahwa begitu sulit untuk menghancurkan dan memutuskan ikatan dosa yang sudah menjadi kebiasaan. Bahkan yang sudah tuapun tidak mau ketinggalan, mereka aktif berolahraga dengan berenang, jalan kaki, dll.
Semuanya dilakukan dengan teratur, demi satu tujuan, yaitu agar badan mereka sehat, mungkin ada yang mempunyai tujuan lain agar bentuk lahiriah mereka lebih indah. ((Lihat data dari The New York Times)) Saya tidak tahu data di Indonesia, namun mungkin datanya hampir sama dengan di Amerika, bahwa begitu banyak orang menggunakan uangnya untuk kesehatan jasmani. Semua orang begitu peka terhadap kesehatan jasmani dan keindahan tubuh. Ini dapat dibuktikan bahwa Yesus datang ke dunia ini bukan untuk menyembuhkan semua penyakit jasmani, namun Dia datang untuk menyembuhkan penyakit rohani, yaitu dosa.
Sakramen Pengakuan Dosa
Dosa dilakukan secara sadar, dengan sengaja (diinginkan), dan dalam keadaan bebas, akan berakibat merugikan orang lain dan drinya sendiri serta merusak hubungan dengan Tuhan. Akibat dosa, manusia kehilangan rahmat Allah yang pernah ia terima dalam sakramen baptis.
Jika seseorang bertobat maka, ia pun berdamai kembali dengan Allah, Gereja, dan sesama.
(Pada waktu Imam memberikan absolusi, Anda harus membuat tanda salib, mengucapkan kata terima kasih, lalu keluar dari kamar pengakuan. Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Tuhan, Kita berkumpul di sini untuk bersama-sama melaksanakan Ibadat Tobat dalam rangka mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Tobat secara pribadi menjelang……….. Saudara-saudari terkasih dalam Kristus Yesus, sampai sekarang ini sering menjadi persoalan dikalangan umat adalah mengapa harus ada penerimaan Sakramen Tobat secara pribadi (kita kenal dengan istilah pengakuan dosa) dihadapan Imam.
Yesus sendiri bersabda, “Akan ada sukacita besar di Surga karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Luk 15:7). Perdamaian ini merupakan peristiwa suka-cita yang membawa penyegaran dan hidup baru, karena itu Allah sendiri mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya (2 Kor 5:18).
Selain itu, menerima Sakramen Tobat dihadapan Imam adalah merupakan salah satu kebiasaan atau tradisi kita orang Katolik. Penerimaaan Sakramen Tobat pribadi menjadi suatu kebiasaan atau tradisi karena dalam perjalanan sejarahnya, tradisi Sakramen Tobat ini telah mampu melestarikan, menopang, meneguhkan, membentuk dan membangun kehidupan dan kesatuan umat.
Sekarang, banyak orang mulai meragukan pengakuan dihadapan Imam, justru kita ditantang untuk mengamalkan, menyegarkan, dan kemudian mewariskan tradisi penerimaan Sakramen Tobat pribadi ini kepada generasi yang akan datang. Pemeriksaan batin adalah langkah awal untuk menuju ke pertobatan karena lewat pemeriksaan batin ini kita dibantu untuk jujur dihadapan Allah, menyadari dan mengakui kekurangan yang tidak dapat kita tutupi.
Pemeriksaan batin dapat membantu kita semakin sadar akan kebaikan Allah dan membangkitkan penyesalan yang tulus atas dosa. Karena iman kita mengerti bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah (Ibr 11:1-3) Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam kehidupan jemaat dikomunitasku dan di Paroki ku?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam masyarakat untuk menjadi garam dan terang dunia?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh menjaga dan memelihara hidup doa harianku baik secara pribadi maupun dalam kebersamaan didalam keluarga?—-hening sejenak— Bagaimana dengan tanggung jawabku atas perintah utama Yesus yakni kasih terhadap sesama?
Yesus mengajarkan bahwa kelak Ia akan kembali sebagai Raja dan Hakim untuk semua insan. Pada waktu itu yang menjadi syarat kita dapat diterima oleh Yesus dalam hidup abadi adalah karya amal kasih. Bagaimana dengan perintah utama Yesus yakni kasih terhadap pasangan hidup kita? Allah menyatukan ikatan cinta mereka dalam sakramen perkawinan yang Kudus. Sehingga dalam satu keluarga tercipta hubungan kasih yang harmonis dan saling menghormati. Sungguhkah aku mengasihi suami atau istriku dengan segenap cinta dan pergorbanan yang tulus?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku tetap menjaga ikatan cinta yang terjalin dalam kehidupan berumahtangga selama ini?—-hening sejenak— Sungguhkah aku mengasihi dan menyayangi suami atau istriku dengan tidak menyakiti perasaannya, tidak mengeluarkan kata-kata makian, dan menyelesaikan masalah rumah tangga dengan kepala dingin atau malah lari meninggalkan rumah untuk duduk di warung atau ngobrol di rumah tetangga,?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menjadikan keluargaku menjadi keluarga yang kudus dengan menyediakan waktu untuk bersama membaca Kitab Suci, berdoa bersama dengan rutin, doa rosario secara berkala, berkumpul dalam doa komunitas, dan menghadiri misa disetiap minggunya?—-hening sejenak— Bagaimana tanggung-jawab ku dengan perintah utama Yesus untuk tidak menghalangi mereka mendatangi-Nya? Sungguhkah aku mengajarkan kepada anak-anakku tentang Allah pencipta alam semesta dan segala kebaikan yang ada pada-Nya?—-hening sejenak– Sungguhkah aku mau menjadi anak yang berbakti dengan menaati perintah orangtuaku?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku mau jadi anak yang pintar dengan menyelesaikan tugas-tugasku disekolah?—-hening sejenak— F : Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus, saat ini Allah Yang Mahakasih dengan tangan terbuka menunggu pertobatan kita.
Allah Bapa Yang Maharahim, Engkau tidak menghendaki kematian orang berdosa. Terimakasih ya Allah, atas pengampunan yang Kau berikan kepada kami. Semoga sukacita pengampunan ini mendorong kami selalu hidup rukun dan damai dengan seluruh umat-Mu.
SAKRAMEN TOBAT DAN PERDAMAIAN
1423 Orang menamakannya Sakramen tobat, karena ia melaksanakan secara sakramental panggilan Yesus untuk bertobat Bdk. Orang harus sadar, betapa besar anugerah Allah ini, yang telah dianugerahkan kepada kita dalam Sakramen-Sakramen inisiasi Kristen, supaya mengerti, bagaimana dosa tidak pantas lagi bagi orang yang “mengenakan Kristus” (Gal 3:27). DS 1515.. Inti perjuangan ini ialah: kembali kepada kekudusan dan kehidupan abadi, ke mana Tuhan selalu memanggil kita Bdk. Di dalam pewartaan Gereja seruan ini ditujukan pertama -tama kepada mereka yang belum mengenal Kristus dan Injil-Nya.
1429 Hal ini dibuktikan pertobatan Petrus sesudah ia menyangkal Gurunya sebanyak tiga kali. Pandangan Yesus yang penuh belas kasihan mencucurkan air mata penyesalan Bdk.
Luk 22:61. dan sesudah kebangkitan Tuhan, Petrus menjawab ya sebanyak tiga kali atas pertanyaan Yesus, apakah ia mencintai-Nya Bdk. Hati manusia bertobat, apabila ia melihat kepada Dia yang ditembusi dosa-dosa kita Bdk. Yoh 19:37;Za 12:10.. “Marilah kita memandang darah Kristus dan mengakui, betapa bernilai itu untuk Bapa-Nya; karena dicurahkan demi keselamatan kita, ia membawa rahmat pertobatan untuk seluruh dunia” (Klemens dari Roma, Kor. Yoh 15:26. yang memberi rahmat penyesalan dan pertobatan kepada hati manusia Bdk. 1434 Tobat batin seorang Kristen dapat dinyatakan dalam cara yang sangat berbeda-beda. Yak 5:20., doa syafaat para kudus, dan cinta aktif kepada sesama – karena “kasih menutupi banyak sekali dosa” (1 Ptr 4:8).
Setiap hari memikul salibnya dan mengikuti Kristus adalah jalan yang paling aman untuk pertobatan Bdk. 1440 Dosa adalah terutama penghinaan terhadap Allah dan pemutusan persekutuan dengan Dia. Karena itu, pertobatan mendatangkan secara serentak pengampunan Allah dan perdamaian dengan Gereja. Lebih lagi: berkat otoritas ilahi-Nya, Ia memberi kuasa ini kepada manusia Bdk.
1443 Selama hidupnya di muka umum Yesus tidak hanya mengampuni dosa, tetapi menunjukkan juga akibat dari pengampunan: Ia menggabungkan lagi para pendosa yang telah diampuni-Nya ke dalam persekutuan Umat Allah, yang darinya dosa telah menjauhkan mereka atau malahan mengucilkan mereka. Jelaslah, bahwa “tugas mengikat dan melepaskan, yang diserahkan kepada Petrus, ternyata diberikan juga ke pada Dewan para Rasul dalam persekutuan dengan kepalanya Bdk.
1446 Kristus telah menciptakan Sakramen Pengakuan untuk anggota-anggota Gereja-Nya yang berdosa, terutama untuk mereka yang sesudah Pembaptisan jatuh ke dalam dosa berat dan dengan demikian kehilangan rahmat Pembaptisan dan melukai persekutuan Gereja. Sakramen Pengakuan memberi kepada mereka kemungkinan baru, supaya bertobat dan mendapat kembali rahmat pembenaran Bapa-bapa Gereja menggambarkan Sakramen ini sebagai “papan penyelamatan kedua sesudah kecelakaan kapal yakni kehilangan rahmat” (Tertulianus, paen.
1447 Dalam sejarah, bentuk konkret dengannya Gereja menjalankan kuasa yang diterimanya dari Tuhan, mengalami perubahan-perubahan besar. Selama abad-abad pertama perdamaian warga Kristen, terutama mereka yang melakukan dosa berat sesudah Pembaptisan (seperti pemujaan berhal a, pembunuhan, dan zina) dikaitkan pada satu disiplin yang sangat keras: para peniten harus melakukan penitensi untuk dosa-dosanya sering kali sampai bertahun-tahun di muka umum, sebelum mereka menerima pengampunan. Tergerak oleh tradisi monastis di Timur, para misionaris Irlandia selama abad ketujub membawa praklik “penitensi perorangan” ke daratan Eropa. Praktik ini tida k menuntut cara berpenitensi yang panjang di muka umum sebelum orang mendapat perdamaian dengan Gereja.
Sakramen terjadi atas cara yang rahas ia antara peniten dan imam. Praktik baru ini memberi kemungkinan untuk mengulanginya dan dengan demikian mengantar menuju penerimaan Sakramen Pengakuan secara teratur.
Itulah garis besar bentuk pertobatan yang Gereja gunakan sampai hari ini. 1448 Kendati susunan dan upacara Sakramen ini mengalami berbagai perubahan dalam peredaran sejarah, namun ada kerangka dasar yang sama.
Dengan demikian pendosa disembuhkan dan diterima kembali ke dalam persekutuan Gereja. 1449 Rumus absolusi yang dipergunakan dalam Gereja Latin menyatakan unsur-unsur hakiki Sakramen ini: Bapa belas kasihan adalah sumber segala pengampunan. Ia adalah “kesedihan jiwa dan kejijikan terhadap dosa yang telah dilakukan, dihubungkan dengan niat, mulai sekarang tidak berdosa lagi” (Konsili Trente: DS 1676). Penyesalan yang demikian itu mengampuni dosa ringan; ia juga mendapat pengampunan dosa berat, apabila ia dihubungkan dengan niat yang teguh, secepat mungkin melakukan pengakuan sakramental Bdk.
1453 Yang dinamakan “penyesalan tidak sempurna” [attritio] juga merupakan anugerah Allah, satu dorongan Roh Kudus.
Penyesalan tidak sempurna sendiri belum menerima pengampunan dosa berat; tetapi ia menciptakan kondisi, agar men erimanya dalam Sakramen Pengakuan Bdk. 1454 Sangat dianjurkan, agar orang mempersiapkan diri untuk penerimaan Sakramen Pengampunan, melalui pemeriksaan batin dalam terang Sabda Allah. Teks-teks yang paling cocok untuk itu terdapat di dalam nasihat-nasihat moral dari Injil-Injil dan surat-surat para Rasul: dalam khotbah di bukit dan nasihat para Rasul Bdk.
Melalui pengakuan itu orang melihat dengan jujur dosa-dosanya, bahwa ia orang berdosa; ia menerima tanggung jawab atas dosa-dosanya itu, dengan demikian membuka diri kembali untuk Allah dan untuk persekutuan Gereja, sehingga dimungkinkanlah satu masa depan yang baru. 1456 Pengakuan di depan imam merupakan bagian hakiki dari Sakramen Pengakuan: “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat, yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama… juga apabila itu hanya dilakukan secara tersembunyi dan hanya melawan dua perintah terakhir dari sepuluh perintah Allah Bdk.
Tetapi siapa yang berbuat lain dan dengan sengaja mendiamkan sesuatu, ia tidak menyampaikan apa-apa kepada kebaikan ilahi demi pengampunan oleh imam. 1457 Gereja menuntut bahwa tiap warga beriman yang sudah mencapai usia mampu untuk membeda-bedakan, mengakukan dosa berat yang ia sadari paling kurang satu kali dalam satu tahun Bdk. 711.. Anak-anak harus mengaku sebelum mereka menerima komuni kudus untuk pertama kalinya Bdk. 1458 Pengakuan kekurangan sehari-hari, yakni dosa-dosa ringan, sebenamya tidak perlu, tetapi sangat dianjurkan oleh Gereja Bdk.
Iman Katolik …..Media Informasi dan Sarana Katekese
kanon: contoh masukan no kanon: 34,479,898-906 KITAB SUCI + Deuterokanonika Kejadian Keluaran Imamat Bilangan Ulangan Yosua Hakim-Hakim Rut 1 Samuel 2 Samuel 1 Raja-Raja 2 Raja-Raja 1 Tawarikh 2 Tawarikh Ezra Nehemia Tobit Yudit Ester Ayub Mazmur Amsal Pengkhotbah Kidung Agung Kebijaksanaan Sirakh Yesaya Yeremia Ratapan Barukh Yehezkiel Daniel Hosea Yoel Amos Obaja Yunus Mikha Nahum Habakuk Zefanya Hagai Zakharia Maleakhi 1 Makabe 2 Makabe Matius Markus Lukas Yohanes Kisah Para Rasul Roma 1 Korintus 2 Korintus Galatia Efesus Filipi Kolose 1 Tesalonika 2 Tesalonika 1 Timotius 2 Timotius Titus Filemon Ibrani Yakobus 1 Petrus 2 Petrus 1 Yohanes 2 Yohanes 3 Yohanes Yudas Wahyu : – Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju Katekismus Gereja Katolik No. katekismus yang dikehedaki, misalnya 3, 67, 834 atau 883-901 Materi iman Dokumen Gereja Pilih Dokumen Ad Gentes Apostolicam Actuositatem Christus Dominus Dei Verbum Dignitatis Humanae Gaudium Et Spes Gravissimum Educationis Inter Mirifica Lumen Gentium Nostra Aetate Optatam Totius Orientalium Ecclesiarum Perfectae Caritatis Presbyterorum Ordinis Sacrosanctum Concilium Unitatis Redintegratio Mereka baru di ijinkan mererima Komuni lagi setelah menjalani suatu proses pertobatan yang cukup lama dan berat. Walaupun demikian apabila pendosa tersebut tidak jadi meninggal, ia harus menjalani proses pertobatan seperti oran-orang Kristen lainnya.
Oleh Paus leo ditegaskan kembali soal pertobatan dalam suratnya kepada Theoderus, uskup Frejus. Dalam surat itu diajarkan bahws para pimpinan Gereja punya wewenang untuk memohonkan pengampunan Ilahi bagi umat yang bertobat.
Pada waktu itu di Irlandia, Inggris dan prancis mulai ada kebiasaan baru dalam melaksanakan pertobatan, yaitu diijinkannya seorang pendosa menerima pengampunan secara kerap (sering). Oleh karena itu dalam konsili Toledo III, para uskup spanyol menegaskan bahwa disana tradisi lama harus tetap ditaati, Pengampunan secara kerap dianggap tidak layak dilakukan.
Penolakan itupun lebih didsarkan pada pandangan bahwa seorang iman tidak mempunyai hak untuk mengampuni Dosa.Dalam Kondisi itulah para uskup yang berkumpul dalam konsili Lateran IV menegaskan bahwa umat beriman memang layak menerima pengampunan secara kerap (sering). Konsili ini mengajarkan bahwa setiap orang Kristen yang sudah menggunakan akal wajib melaksanakan petobatan dan menerima pengampunan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Imam yang membocorkan rrahasia pengakuasn dosa akan mendapat sanksi berat dari pimpinan gereja, yakni di jebloskan ke biara tertutup untuk melakukan penitensi seumur hidup. Sejak Abad ke-14, pengaruh teologia Thomas Aquinas mulai terasa kuat di seluruh Greja, Salah satu sumbangan penting dari teolog agung tersebut adalah bahwa setiap sakramen memuat dua unsur pokok, yakni Forma dan Material.
Konsili Trente (tahun1551) Pada abad ke-16, munculah gerakan-gerakan reformasi di dalam gereja, yang kemudian munculnya Gereja-gereja Kristen Protestan, Sebagian dari perintis gereja-gereja tersebut tidak mengakui ibadat Tobat sebagai buah dari sakramen seperti Baptis dan ekaristi. Menaggapi pandangan”baru” tersebut para uskup yang berkumpul dalam konsili Trente menegaskan ajaran-ajaran tradisional mengenai sakramen tobat, misalnya tentang hal-hal berikut : sakramen Tobat benar-benar perlu bagi semua orang yang telah melakukan dosa berat agar ia kembali memperoleh rahmat dan pembenaran Pada saat Tuhan Yesus masih hidup di dunia, pertobatan memang belum menjadi sakramen, tetapi setelah kebangkitanNYA, ia menciptakan sakramen Tobat dengan cara menghembusi para rasul dengan bersabda;” Terimalah Roh Kudus, Jika kamu mengampuni dosa seseorang, ia diampuni, Jika kamu tidak mengampuni dosa seseorang, iapun tidak diampuni.
Sedangkan sakramen tobat perlu demi keselamatan oran-orang yang sudah dibaptis tetapi jatuh dalam dosa berat.
Peniten (orang beriman yg belum bertobat) haruslah mengakui semua dosa beratnya setelah memeriksa batinnya secara seksama. Melalui Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium yang diumumkan pada sidang ke III, 21 November 1964 , para bapa konsili terutama bermaksud menyampaikan ajaran tentang Gereja. Walaupun demikian, dalam dokumen itu juga dapat kita temukan beberapa gagasan berikut tentang pertobatan.
Dalam Dokumen ini kembali kita menemukan beberapa gagasan tentang pertobatan, walaupun sebenarnya bermaksud untuk menyamapaikan pandangan karya missioner gereja. Dalam Konstitusi ini kita juga menemukan beberapa gagasan tentang pertobatan, dimana para Bapa konsili bermaksud menjelaskan peran gereja di dunia.
Konstitusi Apostolik Paenitemini dimaksud untuk menindak lanjuti amanat konsili Vatikan II tentang pertobatan umat Kristen. Takhta Suci menyatakan persetujuan Paus paulus VI atas tata ibadat tobat yang baru (tahun 1973), melalui dekrit tentang promulgasi dari dokumen tersebut, kiranya pantas diperhatikan. Gereja memanggil semua orang beriman untuk bertobat dan memperbaharui diri secara terus menerus 3. Kristus tidak hanya mewartakan pertobatan, melainkan juga menerima pendosa dan memperdamaikan mereka dengan Bapa.
Arena belas kasih Allah, melalui sakramen tobat, orang beriman menerima pengampunan atas dosa-dosa sekaligus diperdamaikan dengan Gereja Unsur-unsur pokok dalam pertobatan sacramental adalaha: contrito, confessio, satisfactio dan absolutio Sakramen tobat harusalah dilayani di kamar pengakuan, sesuai dengan ketentuan Gereja.
Paus Yohenes Paulus ke II pada tahun 1984 menerbitkan dokumen reconciliatio et Paenitentia, sebagai tindak lanjut dari sinode para uskup yang membahas sakramen tobat. Bagi seorang Kristen, sakramen tobat merupakan ara paling bisa untuk memperoleh pengampunan atas dosa-dosa berat yang dilakukan sesudah ia dibaptis.
Tradisi gereja yang sudah berlangsung sangat lama selalu menekankan aspek yudisial dari sakramen tobat.
Be First to Comment