Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa. Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama. Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain. Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka.
Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). [1] Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi).
Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: “… Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu …”. Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental –yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam. Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain.
Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus “melakukan silih”, atau biasa disebut penitensi.
Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
[6] Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal –misalnya pada masa Pra-Paskah dan masa Adven. Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun. [8] Perintah kedua dari “Lima perintah Gereja” juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat dianjurkan oleh Gereja.
Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari suatu Pengakuan Dosa.
Mengenal Sakramen-sakramen Penyembuhan dalam Gereja katholik
Sekian penjelasan dapat saja tidak memadai; mengantar umat manusia sampai pada mengerti tentang Gereja dan hal sekitarnya. Gerejadalam proses perjalanan waktu terus memunculkan dirinya sebagai SakramenDasar (Grund-Sakrament) keselamatan bagi umat manusia dengan bertitik tolak dari dan berpusat pada Kristussebagai Sakramen Utama (Ur-Sakrament). Gereja adalah sarana atau tanda guna menuju keselamatan dengan tetap menjunjung tinggi Kristus sebagai sumber penyelamat satu-satunya. Dalam perkembangan kemudian, defenisi Sakramenyang lazim dipakai adalah sarana-tanda atau bukti nyata kehadiran Allah [Tritunggal] yang melaluinya rahmat mengalir (gratia habitualis/sanctificans) dalam kerja sama dengan tanggapan manusia (iman) guna mencapai keselamatan kekal.
Pertanyaan ini mendapat jawabannya dengan bertolak dari rumusan pernyataan Katekismus GerejaKatholik (KGK), bab II, artikel ke-empat, khususnya pada nomor 1423-1424, dikatakan demikian : KGK.1423: Orang menamakannya SakramenTobat, karena ia melaksanakan secara Sakramental panggilan Yesus untuk bertobat (Bdk.
Sakramen Tobat, Tanda Kasih Pengampunan Tuhan dalam Tradisi Katolik
Sebagaimana dilansir Katolisitas, sakramen tobat memberi kesempatan orang yang berdosa untuk bertobat dan memperoleh kembali rahmat pembenaran dari Allah. Anda tentu ingat kisah anak yang hilang tetapi mau kembali dan diterima ayahnya (Lukas 15: 11-32).
Kisah ini menggambarkan betapa Allah mau menerima anak-anak-Nya lagi meski sang anak sudah berbuat dosa dan menjauh dari-Nya.
Anda akan memasuki bilik pengakuan dosa, berlutut, dan menerima berkat pengantar lalu membuat tanda salib sebagai pembukaan pertobatan. Sebagai penutup, Imam akan memberikan absolusi, lalu Anda membuat tanda salib dan mengucapkan terima kasih.
SAKRAMEN TOBAT SEBAGAI SAKRAMEN PENYEMBUHAN DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN PENGHAYATAN IMAN UMAT
Agaknya, banyak umat menyambut komuni tanpa perlu merasa mengaku dosa lebih dahulu. Dalam bagian ini, tidak hanya peniten yang dapat mengucapkan doa tobat secara spontan. Dari pernyataan ini, orang tahu bahwa Sakramen Tobat sebetulnya merupakan suatu kesempatan yang baik bagi umat untuk membicarakan masalah-masalah emosional dan rohani mereka kepada seorang imam. Semisal, untuk zaman sekarang seorang pelajar atau mahasiswa tidak perlu membaca buku untuk membuat makalah atau artikel tertentu karena semuanya sudah terdapat dalam internet (dunia maya) tinggal mengcopynya saja. Bertolak dari kenyatan ini, pen ulis berusaha mengkaji kembali peranan Sakramen Tobat dalam meningkatkan pemahaman dan penghayatan iman umat akan jati dirinya sebagai hasil ciptaan Tuhan yang diciptakan seturut citra-Nya sendiri, yang walaupun makhluk mulia namun ia tidak sempurna seperti Tuhan. Berdasarkan latar belakang penulisan di atas maka ada beberapa permalasahan yang dapat dirumuskan antara lain:
c. Adakah faktor yang menghambat perkembangan Sakramen tobat dalam meningkatkan pemahaman dan penghayatan iman umat? Berdasarkan perumusan masalah di atas adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
b) Para imam disadarkan untuk memberikan pelayanan Sakramen Tobat secara memadai kepada umat gembalaannya.
d) Bagi penulis sendiri adalah membuka wawasan penulis akan pentingnya Sakramen Tobat sebagai sakramen penyembuhan dalam kehidupan umat kristen katolik dan juga sebagai salah satu persyaratan dalam penulisan skripsi. BAB IV berisikan kesimpulan umum atas keseluruhan tulisan ini dan usul saran yangn penulis tawarkan untuk menunjang penghayatan iman umat akan pentingnya sakramen tobat. Kata ‘sakramen’ berasal dari Bahasa Latin sacramentum yang secara har a fiah berarti “menjadikan suci”.
Salah satu contoh penggunaan kata sacramentum adalah sebagai sebutan untuk sumpah bakti yang diikrarkan para prajurit Romawi ; istilah ini kemudian digunakan oleh Gereja dalam pengertian har a fiahnya dan bukan dalam pengertian sumpah tadi . Ada tujuh sakarmen yakni baptis, tobat, ekaristi, penguatan , imamat, perkawinan dan minyak suci. Istilah “rekonsiliasi” ini merangkum sakaligus: inisiatif Allah yang lebih dahulu menawarkan pendamaian kepada umat-Nya (pendamaian dengan Allah), pendamaian kita dengan sesama, dan seluruh alam ciptaan sebagai dimensi sosial ekologis, dan penyembuhan yang bermakna penemuan kembali kehidupan damai pada hati orang yang bertobat dan telah menerima pengampunan dosa. Namun, teologi dan liturgi Sakramen Tobat sekarang ini kembali membiasakan diri dengan istilahyang amat lazim digunakan dalam Gereja abad-abad pertama.
Istilah “rekonsiliasi” ini merangkum sakaligus: inisiatif Allah yang lebih dahulu menawarkan pendamaian kepada umat-Nya (pendamaian dengan Allah), pendamaian kita dengan sesama, dan seluruh alam ciptaan sebagai dimensi sosial ekologis, dan penyembuhan yang bermakna penemuan kembali kehidupan damai pada hati orang yang bertobat dan telah menerima pengampunan dosa. Sakramen tobat bukanlah laporan tentang dosa-dosa, melalui perantaraan seorang imam tetapi lebih dari itu adalah sakramen tobat sebagai media yang membantu peniten untuk berdamai dengan Allah dan juga dengan sesama dan alam sekitarnya. Ritus pertobatannya dalam bentuk berpuasa, menyobek pakaian, berpakaian karung kasar, menaburi kepala dengan abu, dan berlutut atau duduk di tanah sambil menangis di hadapan Yahwe (lihat Kitab Ezra 9: 5-15, Nehemia 9: 5-37, Daniel 3:26-45; 9:4-19, Barukh 1:15, Mazmur 106, Yeremia 14: 7-20, Yesaya 59: 9-15; 63: 7- 64: 11). Inti upacara ini adalah umat menyerahkan diri secara penuh kepada perlindungan Yahwe.
Dan pengampunan itu mungkin karena Yesus telah memberikan Roh Kudus kepada Gereja-Nya (Yohanes, 20:22) Tobat publik ini diperuntukkan bagi warga Gereja yang melakukan dosa berat dan dilaksanakan sekali saja seumur hidup. Prakt e k yang berat dari tobat publik (sekali saja seumur hidup) membuat orang cenderung menghindarinya dan baru menerimanya menjelang datangnya ajal. Pada abad XIII, tobat pribadi diterima dan diajarkan dengan resmi oleh Gereja melalui Konsili Lateran IV (1215).
Teologi Skolastik terutama memperbincangkan soal, apakah absolusi oleh imam menyebabkan causa pengampunan dari pihak Allah. Pokok yang didiskusikan adalah kuasa imam untuk memberikan absolusi atau pelepasan dari dosa.
– Pengakuan sakramental di hadapan imam sesuai dengan perintah Kristus dan ditetapkan oleh hukum ilahi
– Hanya imam, juga kalau ia berdosa berat, yang mempunyai kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa.
menuntut supayasakramen tobat dibaharui dan menginginkan agar dalam pembaharuan itu peran Gereja lebih ditonjolkan lagi. Perbaharuan yang dilakukan untuk melihat penghayatan sakramen tobat secara benar menurut keyakinan iman kepercayaan.
Di sini penekanan lebih difokuskan pada pembaharuan liturgy tobat dengan memberikan kemungkinan kepada pengakuan pribadi sebagai upacara sabda. Konsili Vatikan II berbicara tentang sakramen tobat sebagai tempat, di mana orang berdosa diperdamaikan kembali dengan Gereja.
Gereja itu suci sekaligus harus selalu dibersihkan, serta terus-menerus menjalankan pertobatan dan pembaruan” (Lumen Gentium, No.
Orang diarahkan untuk masuk ke dalam lubuk hati yang terdalam, melihat dan memeriksa kembali bahwa te rn yata pribadi memang orang berdosa yang membutuhkan pertobatan dan pembaruan.
Efek dari pemakluman ini mengarahkan si peniten menjadi insyaf akan dosa-dosanya, bahwa matanya betul-betul terbuka, dan bahwa ia mulai merasa menyesal sehingga bertobat dan akhirnya ia merasa gembira atas rahmat pengampunan atas dosa yang merupakan rahmat penyembuhan. “Vonis” itu hanya gagal, kalau orang yang mengaku tidak siap dengan baik.
Hendaknya imam di tempat pengakuan berlaku sedemikian sehingga peniten lebih yakin akan kenyataan bahwa perayaan sakramen tobat ini merupakan satu jalan yang ajaib untuk memuji Allah, serta merupakan salah satu bentuk doa-doa liturgis. Peran dari pentobat (peniten) dalam Sakramen Tobat sangatlah penting, hal ini dilandaskan pada definisi dasar dari Sakramen Tobat itu sendiri yakni pentobat adalah orang yang menyadari kedosaan dalam dirinya, di mana ada relasi yang tidak harmonis antara dirinya dengan sesama dan juga Tuhan.
Dengan kerendahan hati itu si peniten akan mengerti tentang apakah arti dosanya.
Sakramen Tobat selalu memberi daya penyembuhan spiritual, yakni pengampunan dosa, juga memberikan penyembuhan luka-luka batin (misalnya sikap mudah marah, dendam, iri hati, merasa dibenci, dan sebagainya), atau penyembuhan relasi yang disharmonis dengan sesamanya ataupun pembebasan dan kuasa kegelapan (misalnya terlibat dalam ilmu hitam, perdukunan, dan sebagainya).
Dalam hal ini Sakramen Tobat dapat memberikan daya penyembuhan secara integral, utuh. d) Orang mengalami pembebasan dari siksa abadi, yang akan diterimanya jikalau ia tetap berada dalam dosa berat (Katekismus Gereja Katolik, No.
oleh Sakramen ini bervariasi….agar sakramen penyembuhan ini sungguh-sungguh tercapai tujuannya di antara umat beriman, haruslah ia berakar dalam seluruh hidup mereka….” ”sama seperti luka-luka dosa bervariasi dan bertambah banyak dalam hidup orang perorangan dan dalam hidup komunitas, demikian juga penyembuhan yang diberikanoleh Sakramen ini bervariasi….agar sakramen penyembuhan ini sungguh-sungguh tercapai tujuannya di antara umat beriman, haruslah ia berakar dalam seluruh hidup mereka….” Dalam rumusan absolusi itu, istilah “pengampunan” (pardon) mengandung arti pembebasan dari dosa atau penyembuhan relasi dengan Allah. Sedangkan istilah “damai” (peace) menunjukan pulihnya relasi dengan sesama dan diri sendiri. Imam dengan mudah dapat menambahkan doa penyembuhan sederhana yang ditujukan pada bagian bermasalah dari hidup peniten.
Bila sedang dalam pengakuan dosa, sebaiknya doa penyembuhan tidak diberikan di luar Sakramen Tobat. ” Adalah tidak cocok jika doa penyembuhan terjadi sama sekali di luar sakramen Tobat.
Tuhan sendirilah yang pertama-tama telah menghubungkan penyembuhan dengan pengampunan dosa, dan Gereja telah menngembangkan suatu teologi rekonsiliasi yang menunjukan sakramen ini sebagai jalan biasa untuk penyembuhan luka-luka batin. Padahal, orang tahu bahwa manusia itu merupakan satu kesatuan terdiri dari badan, jiwa dan roh (bdk I Tes 5:23).
Karena itu, Sakramen Tobat tidak hanya penyembuhan rohani saja, yaitu pengampunan dosa, tetapi juga bisa memberikan: d. Pembebasan dari segala kuasa kegelapan, jika dosa itu berhubungan dengan pengaruh roh jahat, terlibat dalam ilmu hitam, perdukunan dan lain sebagainya.
Pertobatan adalah suatu tindakan kembali kepada Allah merupakan suatu kenyataan iman yang mungkin, karena Allah adalah kasih tetap menghendaki keselamatan seluruh umat manusia, dan peniten sendiri tidak bisa memungkiri diri-Nya sebagai cinta kasih. Iman merupakan sumber keberanian yang orang butuhkan dalam perziarahan mencari Allah, karena orang beriman tahu bahwa Allah merupakan tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan.
Tujuan orang datang kepada psikiater atau kepada imam sama, yaitu orang ingin sembuh (bebas dari penyakit atau dosa), hidup sehat dan bebas dari segala macam permasalahan hidup. Dalam psikoterapi, pribadi terapis (intergritasnya, kehangatanya dan cinta kasihnya) menjadi sarana bagi klien untuk berubah (sembuh). Akan tetapi, pribadi imam adalah tanda sakramental dari cinta kasih Allah yang menyembuhkan. Sedangkan Sakramen Tobat, dimensi religius hidup penitenlah yang menjadi fokus utama dari imam. c. Terapis tidak pernah melihat diri mereka sebagai jaminan akan penerimaan dan pengampunan dari Allah. Tanda Sakramental dari belas kasih dan pengampunan Allah ini dengan nyata diungkapkan oleh imam.
Dari kesejajaran antara psikoterapi dan Sakramen Tobat ini, dapat dilihat bahwa sebagaimana psikoterapi membawa penyembuhan kepada pasien, demikian pula Sakramen Tobat membawa penyembuhan kepada peniten. Ada tiga alasan pokok yang me m buat orang tidak lagi mengaku dosanya antara lain:
Imam tentu dapat menolong umat agar sadar akan hubungan mereka dengan Allah dan aka apa artinya “dosa”.
Pandangan materialistik, misalnya beranggapan bahwa orang berbuat dosa karena situasi kemiskinan, kekurangan sandang, pangan dan papan.
Pendidikanlah, yaitu dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan memecahkan semua kejahatan di muka bumi ini. Selanjutnya ada pandangan yang lain mengatakan bahwa, kejahatan muncul Karena adanya penyimpangan dalam psike manusia.
Oleh karena itu, distorsi dalam pikirannya yang harus disembuhkan lewat teknik-teknik terapeutik. Jika setiap pribadi jujur pada diri sendiri, maka orang harus mengakui bahwa semua pa n dangan di atas tidaklah benar seluruhnya. Dari pengalaman, orang mengetahui bahwa akar dosa-dosa bukanlah, sistem yang salah, ketidaktahuan atau pun penyakit. Umat menyadari bahwa pengakuan dosa adalah sebuah tindakan yang tidak memadai lagi untuk arah kehidupan mereka.
a. Sakramen Tobat sebagai media membantu mereka untuk kembali menjalin relasi yang baik dengan Tuhan. Setelah pengakuan mereka merasakan suatu kehidupan baru dalam naungan cinta dan rahmat dari Tuhan.
Praktek pengakuan dosa pribadi sering dikeluhkan umat sebagai Sakramen yang tidak terlalu menggembirakan. Jalan keluarnya, pastor paroki mengejar umat untuk mengaku dosa sampai di wilayah rohani.
Mengaku dosa itu seperti memelihara sifat kekanak-kanakan; merasa malu karena biasa bergaul terlalu dekat dengan imamnya; atau bahkan terlalu mengenal imamnya sampai dengan kekurangan dan dosa-dosa imam itu. Orang lain lagi mengatakan bahwa pengakuan dosa itu hanya bercorak formalitas dan legalitas belaka.
Mereka tidak suka cara pengakuan individual yang harus menyebutkan secara lengkap jenis dan jumlah dosanya. Ternyata ada berbagai macam aneka alasan yang menghambat umat untuk mempraktekan Sakramen Tobat. Di sini, saya mengajak setiap pribadi untuk berusaha menemukan rumusan tata cara praktek Sakramen Tobat yang sesuai dengan aspirasi umat masa kini. Sakramen Tobat selalu memberi daya penyembuhan spiritual, yakni pengampunan dosa, juga memberikan penyembuhan luka-luka batin (misalnya sikap mudah marah, dendam, iri hati, merasa dibenci, dan sebagainya), atau penyembuhan relasi yang disharmonis dengan sesamanya atau pun pembebasan dan kuasa kegelapan (misalnya terlibat dalam ilmu hitam, perdukunan, dan sebagainya). Dalam hal ini Sakramen Tobat dapat memberikan daya penyembuhan secara integral, utuh.
Ada beberapa hal praktis yang perlu diperhatikan berkaitan dengan Sakramen Tobat ini:
c) Pastor Paroki (pelayan Gereja) perlu sekali menanamkan dalam diri umat kesadaran akan pentingnya merayakan Sakramen Tobat secara pribadi. e) Sakramen Tobat adalah salah satu keunggulan dan kekhasan Gereja Katolik, yang tidak dimiliki oleh Gereja-Gereja Protestan.
Melalui Sakramen Tobat, bilur-bilur, penyakit, dan luka-luka dosa kita disembuhkan oleh Allah yang Mahabelaskasih. Dan saya melakukan sharing bersama Umat Allah di KBG III” Bunda Hati Kudus” yang terjadi pada Sabtu, 21 Juli 2012 mulai pukul 19.00-21.00.
Sakramen Pengakuan Dosa
Dosa dilakukan secara sadar, dengan sengaja (diinginkan), dan dalam keadaan bebas, akan berakibat merugikan orang lain dan drinya sendiri serta merusak hubungan dengan Tuhan. Akibat dosa, manusia kehilangan rahmat Allah yang pernah ia terima dalam sakramen baptis. Jika seseorang bertobat maka, ia pun berdamai kembali dengan Allah, Gereja, dan sesama. (Pada waktu Imam memberikan absolusi, Anda harus membuat tanda salib, mengucapkan kata terima kasih, lalu keluar dari kamar pengakuan.
Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Tuhan, Kita berkumpul di sini untuk bersama-sama melaksanakan Ibadat Tobat dalam rangka mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Tobat secara pribadi menjelang……….. Saudara-saudari terkasih dalam Kristus Yesus, sampai sekarang ini sering menjadi persoalan dikalangan umat adalah mengapa harus ada penerimaan Sakramen Tobat secara pribadi (kita kenal dengan istilah pengakuan dosa) dihadapan Imam. Yesus sendiri bersabda, “Akan ada sukacita besar di Surga karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Luk 15:7). Perdamaian ini merupakan peristiwa suka-cita yang membawa penyegaran dan hidup baru, karena itu Allah sendiri mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya (2 Kor 5:18). Selain itu, menerima Sakramen Tobat dihadapan Imam adalah merupakan salah satu kebiasaan atau tradisi kita orang Katolik.
Penerimaaan Sakramen Tobat pribadi menjadi suatu kebiasaan atau tradisi karena dalam perjalanan sejarahnya, tradisi Sakramen Tobat ini telah mampu melestarikan, menopang, meneguhkan, membentuk dan membangun kehidupan dan kesatuan umat. Sekarang, banyak orang mulai meragukan pengakuan dihadapan Imam, justru kita ditantang untuk mengamalkan, menyegarkan, dan kemudian mewariskan tradisi penerimaan Sakramen Tobat pribadi ini kepada generasi yang akan datang. Pemeriksaan batin adalah langkah awal untuk menuju ke pertobatan karena lewat pemeriksaan batin ini kita dibantu untuk jujur dihadapan Allah, menyadari dan mengakui kekurangan yang tidak dapat kita tutupi.
Pemeriksaan batin dapat membantu kita semakin sadar akan kebaikan Allah dan membangkitkan penyesalan yang tulus atas dosa. Karena iman kita mengerti bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah (Ibr 11:1-3) Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam kehidupan jemaat dikomunitasku dan di Paroki ku?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam masyarakat untuk menjadi garam dan terang dunia?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh menjaga dan memelihara hidup doa harianku baik secara pribadi maupun dalam kebersamaan didalam keluarga?—-hening sejenak— Bagaimana dengan tanggung jawabku atas perintah utama Yesus yakni kasih terhadap sesama?
Yesus mengajarkan bahwa kelak Ia akan kembali sebagai Raja dan Hakim untuk semua insan. Pada waktu itu yang menjadi syarat kita dapat diterima oleh Yesus dalam hidup abadi adalah karya amal kasih.
Bagaimana dengan perintah utama Yesus yakni kasih terhadap pasangan hidup kita?
Allah menyatukan ikatan cinta mereka dalam sakramen perkawinan yang Kudus. Sehingga dalam satu keluarga tercipta hubungan kasih yang harmonis dan saling menghormati. Sungguhkah aku mengasihi suami atau istriku dengan segenap cinta dan pergorbanan yang tulus?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku tetap menjaga ikatan cinta yang terjalin dalam kehidupan berumahtangga selama ini?—-hening sejenak— Sungguhkah aku mengasihi dan menyayangi suami atau istriku dengan tidak menyakiti perasaannya, tidak mengeluarkan kata-kata makian, dan menyelesaikan masalah rumah tangga dengan kepala dingin atau malah lari meninggalkan rumah untuk duduk di warung atau ngobrol di rumah tetangga,?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menjadikan keluargaku menjadi keluarga yang kudus dengan menyediakan waktu untuk bersama membaca Kitab Suci, berdoa bersama dengan rutin, doa rosario secara berkala, berkumpul dalam doa komunitas, dan menghadiri misa disetiap minggunya?—-hening sejenak—
Bagaimana tanggung-jawab ku dengan perintah utama Yesus untuk tidak menghalangi mereka mendatangi-Nya?
Sungguhkah aku mengajarkan kepada anak-anakku tentang Allah pencipta alam semesta dan segala kebaikan yang ada pada-Nya?—-hening sejenak– Sungguhkah aku mau menjadi anak yang berbakti dengan menaati perintah orangtuaku?—-hening sejenak—
Sungguhkah aku mau jadi anak yang pintar dengan menyelesaikan tugas-tugasku disekolah?—-hening sejenak— F : Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus, saat ini Allah Yang Mahakasih dengan tangan terbuka menunggu pertobatan kita.
Allah Bapa Yang Maharahim, Engkau tidak menghendaki kematian orang berdosa. Terimakasih ya Allah, atas pengampunan yang Kau berikan kepada kami. Semoga sukacita pengampunan ini mendorong kami selalu hidup rukun dan damai dengan seluruh umat-Mu.
Be First to Comment