sakramen-sakramen dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu. Gereja Katolik mengajarkan bahwa dampak dari suatu sakramen itu ada (kenyataan bahwa sakramen itu dilayankan), tanpa memperhitungkan kekudusan pribadi pelayan yang melayankannya. Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya.
Tanda dan Sarana Keselamatan Allah tampak sangat jelas dalam pribadi Yesus Kristus. Tanda dan Sarana Keselamatan Allah itu, jika dialami oleh anggota Gereja, tidak hanya dirayakan oleh yang diakui pribadi tetapi menjadi perayaan Gereja.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Istilah sakramen berasal dari bahasa Latin sacramentum, yang berarti “suatu kegiatan suci”. Sakramen berasal dari bahasa Latin 1 Sakramentum, artinya “membuat suci, penggunaan suci, mempersembahkan kepada dewa-dewa”; 2 Musterion, “ketetapan-ketetapan yang diberikan tekanan atau perhatian khusus” (dalam Vulgata, berarti, ketetapan yang Yesus berikan tekanan khusus); Kedua kata tersebut dalam budaya Helenis, dipakai sebagai: Seorang prajurit tetap setia kepada panglimanya, bahkan sampai mati demi bangsa dan negaranya. Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.
Sakramen sebagai alat karunia yang menyatakan kasih Allah, untuk memperteguh iman seseorang pada Firman, sehingga tidak terombang-ambing dalam kelemahan dan pencobaan. Arti Baptisan,; (Yunani), Baptizo, dimandikan, dibersihkan, atau diselamkan; Roma 6: 1- 14, mati dan bangkit di dalam Kristus; Melambangkan bahwa manusia mati terhadap dosa bersama dengan Kristus, dan dibangkitkan untuk suatu hidup baru. 28: 19 “pergi dan jadikan semua bangsa murid Tuhan, baptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, mengajar Firman Allah untuk menjadi murid Tuhan ; untuk masuk dalam keluarga umat kudus kepunyaan Allah, I Pet. Sakramen ditetapkan Tuhan Yesus untuk menguatkan dengan sesama orang percaya, seluruh umatNya, atau segenap keluarga Allah, di semua tempat dan segala zaman.
Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti, yaitu Perjamuan Kudus, Kisah 2:42. Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap penderitaan -dan juga kematian serta kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28.
Makan roti mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk menciptakan Tubuh baru, yaitu jemaatNya
Darah ditumpahkan pada/dari tubuh Yesus yang terpaku di kayu salib untuk pengam-punan atau penghapusan dosa seluruh manusia. Menyelidiki dan mengaku dosa, berdamai dengan sesama manusia, serta mohon pengampunan dari Tuhan Allah.
GEREJA SEBAGAI SAKRAMEN DASAR (GRUNDSAKRAMENT) menurut KARL RAHNER
Sebagai Grundsakrament Gereja adalah tanda dan sarana keselamatan Allah di dunia, tetapi sekaligus pada saat yang sama Gereja sendiri menghidupi sakramen-sakramen itu dalam hidup dan pelayanannya. Keberadaan Gereja di dunia adalah tanda dari karya penyelamatan Allah kepada manusia.
Rahner mendalami karakter sakramental Gereja dan menarik kesimpulan bahwa ketujuh sakramen diadakan berdasarkan keperluan esensial manusia berkenaan dengan keselamatan. Sakramen itu adalah kehadiran keselamatan eskatologis Kristus, kehadiran di mana “signum et signatum” (tanda dan realitas yang ditandakan) bersatu, tidak bercampur aduk dan tidak terpisah.
Atas dasar penafsiran simbolisasi ini, Rahner kemudian melanjutkan dengan sistem eklesiologinya. Hubungan erat antara Ekaristi dan persekutuan Gereja digambarkan dengan sangat jelas oleh Paulus dalam pandangannya tentang jemaat sebagai “Tubuh Kristus”.
Maka konsekuensinya, Gereja menjadi sarana keselamatan dalam hubungannya dengan Kristus. Kristus itu satu dan tidak terpecah-pecah, maka Gereja dalam arti sebagai umat Allah harus selalu satu, karena Gereja adalah tubuh mistik Kristus (bdk Ef 4:4).
[1] T. Jacobs, Konsitusi Dogmatis Lumen Gentium mengenai Gereja: Terjemahan Introduksi komenta Jilid I, Kanisius: Yogyakarta 1970, 84-85
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk tanda suci (objek materi atau tindakan) yang memiliki kemiripan dengan Sakramen, lihat Sakramentali Meskipun tidak semua orang dapat menerima semua sakramen, sakramen-sakramen secara keseluruhan dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman, yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu. Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya; sakramen memerlukan adanya iman meskipun kata-kata dan elemen-elemen ritualnya berdampak menyuburkan, menguatkan, dan memberi ekspresi bagi iman (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 224).
Penjelasan tiap sakramen tersebut berikut ini terutama didasarkan atas Kompendium Katekismus Gereja Katolik. Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus.
Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri.
Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan. Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya.
Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang dilayankan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”.
Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah. Sakramen-sakramen juga invalid jika materia atau forma-nya kurang sesuai dengan yang seharusnya.
Syarat terakhir berada di balik penilaian Tahta Suci pada tahun 1896 yang menyangkal validitas imamat Anglikan.
Adapun masing-masing Gereja Katolik Ritus Timur, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu termasuk berkonsultasi dengan (namun tidak harus memperoleh persetujuan dari) Tahta Suci, dapat menetapkan halangan-halangan (Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, kanon 792). Syarat-syarat bagi validitas pernikahan seperti cukup umur (kanon 1095) serta bebas dari paksaan (kanon 1103), dan syarat-syarat bahwa, normalnya, mengikat janji pernikahan dilakukan di hadapan pejabat Gereja lokal atau imam paroki atau diakon yang mewakili mereka, dan di hadapan dua orang saksi (kanon 1108), tidaklah digolongkan dalam Hukum Kanonik sebagai halangan, tetapi sama saja efeknya. Ada tiga sakramen yang tidak boleh diulangi: Pembaptisan, Penguatan dan Imamat: efeknya bersifat permanen. Akan tetapi, jika ada keraguan mengenai validitas dari pelayanan satu atau lebih sakramen-sakramen tersebut, maka dapat digunakan suatu formula kondisional pemberian sakramen misalnya: “Jika engkau belum dibaptis, aku membaptis engkau …”
Mengapa Gereja Katolik dapat menjadi sakramen keselamatan? – katolisitas.org
Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik. NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja. Suzy Muliani Sistem katekese – Iman yang mencari pengertian Terobosan terbaru dalam dunia Katekis 5 Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Missourini Harianto Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Salut n bangga u/Pak Stefanus Tay n Ibu Ingrid Tay.
Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik.
NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja.
GEREJA SEBAGAI SAKRAMEN DASAR (GRUNDSAKRAMENT) menurut KARL RAHNER
Sebagai Grundsakrament Gereja adalah tanda dan sarana keselamatan Allah di dunia, tetapi sekaligus pada saat yang sama Gereja sendiri menghidupi sakramen-sakramen itu dalam hidup dan pelayanannya. Keberadaan Gereja di dunia adalah tanda dari karya penyelamatan Allah kepada manusia.
Rahner mendalami karakter sakramental Gereja dan menarik kesimpulan bahwa ketujuh sakramen diadakan berdasarkan keperluan esensial manusia berkenaan dengan keselamatan.
Sakramen itu adalah kehadiran keselamatan eskatologis Kristus, kehadiran di mana “signum et signatum” (tanda dan realitas yang ditandakan) bersatu, tidak bercampur aduk dan tidak terpisah. Atas dasar penafsiran simbolisasi ini, Rahner kemudian melanjutkan dengan sistem eklesiologinya. Hubungan erat antara Ekaristi dan persekutuan Gereja digambarkan dengan sangat jelas oleh Paulus dalam pandangannya tentang jemaat sebagai “Tubuh Kristus”.
Maka konsekuensinya, Gereja menjadi sarana keselamatan dalam hubungannya dengan Kristus. Kristus itu satu dan tidak terpecah-pecah, maka Gereja dalam arti sebagai umat Allah harus selalu satu, karena Gereja adalah tubuh mistik Kristus (bdk Ef 4:4).
[1] T. Jacobs, Konsitusi Dogmatis Lumen Gentium mengenai Gereja: Terjemahan Introduksi komenta Jilid I, Kanisius: Yogyakarta 1970, 84-85
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk tanda suci (objek materi atau tindakan) yang memiliki kemiripan dengan Sakramen, lihat Sakramentali Meskipun tidak semua orang dapat menerima semua sakramen, sakramen-sakramen secara keseluruhan dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman, yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu. Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya; sakramen memerlukan adanya iman meskipun kata-kata dan elemen-elemen ritualnya berdampak menyuburkan, menguatkan, dan memberi ekspresi bagi iman (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 224).
Penjelasan tiap sakramen tersebut berikut ini terutama didasarkan atas Kompendium Katekismus Gereja Katolik.
Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus.
Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.
Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya. Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang dilayankan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”.
Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah. Sakramen-sakramen juga invalid jika materia atau forma-nya kurang sesuai dengan yang seharusnya.
Syarat terakhir berada di balik penilaian Tahta Suci pada tahun 1896 yang menyangkal validitas imamat Anglikan.
Adapun masing-masing Gereja Katolik Ritus Timur, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu termasuk berkonsultasi dengan (namun tidak harus memperoleh persetujuan dari) Tahta Suci, dapat menetapkan halangan-halangan (Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, kanon 792). Syarat-syarat bagi validitas pernikahan seperti cukup umur (kanon 1095) serta bebas dari paksaan (kanon 1103), dan syarat-syarat bahwa, normalnya, mengikat janji pernikahan dilakukan di hadapan pejabat Gereja lokal atau imam paroki atau diakon yang mewakili mereka, dan di hadapan dua orang saksi (kanon 1108), tidaklah digolongkan dalam Hukum Kanonik sebagai halangan, tetapi sama saja efeknya.
Ada tiga sakramen yang tidak boleh diulangi: Pembaptisan, Penguatan dan Imamat: efeknya bersifat permanen. Akan tetapi, jika ada keraguan mengenai validitas dari pelayanan satu atau lebih sakramen-sakramen tersebut, maka dapat digunakan suatu formula kondisional pemberian sakramen misalnya: “Jika engkau belum dibaptis, aku membaptis engkau …”
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Istilah sakramen berasal dari bahasa Latin sacramentum, yang berarti “suatu kegiatan suci”. Sakramen berasal dari bahasa Latin 1 Sakramentum, artinya “membuat suci, penggunaan suci, mempersembahkan kepada dewa-dewa”; 2 Musterion, “ketetapan-ketetapan yang diberikan tekanan atau perhatian khusus” (dalam Vulgata, berarti, ketetapan yang Yesus berikan tekanan khusus); Kedua kata tersebut dalam budaya Helenis, dipakai sebagai: Seorang prajurit tetap setia kepada panglimanya, bahkan sampai mati demi bangsa dan negaranya.
Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.
Sakramen sebagai alat karunia yang menyatakan kasih Allah, untuk memperteguh iman seseorang pada Firman, sehingga tidak terombang-ambing dalam kelemahan dan pencobaan. Arti Baptisan,; (Yunani), Baptizo, dimandikan, dibersihkan, atau diselamkan; Roma 6: 1- 14, mati dan bangkit di dalam Kristus; Melambangkan bahwa manusia mati terhadap dosa bersama dengan Kristus, dan dibangkitkan untuk suatu hidup baru.
28: 19 “pergi dan jadikan semua bangsa murid Tuhan, baptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, mengajar Firman Allah untuk menjadi murid Tuhan ; untuk masuk dalam keluarga umat kudus kepunyaan Allah, I Pet. Sakramen ditetapkan Tuhan Yesus untuk menguatkan dengan sesama orang percaya, seluruh umatNya, atau segenap keluarga Allah, di semua tempat dan segala zaman. Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti, yaitu Perjamuan Kudus, Kisah 2:42.
Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap penderitaan -dan juga kematian serta kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28. Makan roti mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk menciptakan Tubuh baru, yaitu jemaatNya
Darah ditumpahkan pada/dari tubuh Yesus yang terpaku di kayu salib untuk pengam-punan atau penghapusan dosa seluruh manusia. Menyelidiki dan mengaku dosa, berdamai dengan sesama manusia, serta mohon pengampunan dari Tuhan Allah.
GEREJA SEBAGAI SAKRAMEN
Gagasan Perjanjian Baru tentang persekutuan ini sering kali tidak dipahami secara benar, akibatnya kabur, ada orang yang terlalu menekankan persekutuan vertikal (kepada Allah) saja dan kurang menekankan segi persekutuan horizontalnya (sesama), demikian sebaliknya, sehingga tidak heran kalau sewaktu-waktu timbul kesenjangan. Oleh sebab itu bila dikatakan bahwa kita mendapat realitas Roh Kudus melalui Firmannya, maka kita juga mendapat bagian dalam persekutuan dengan sesama anggota jemaat lainnya. Anggota persekutuan adalah orang-orang yang telah dipanggil untuk hidup dalam kasih karunia dengan penuh ketaatan.
Mengapa gereja disebut sebagai sakramen keselamatan? – JawabanApapun.com
Dengan sebutannya sebagai sakramen, Gereja tidak lagi hanya disebut sebagai sebuah institusi penyelamatan Allah, yakni seolah-olah Gerejalah satu-satunya yang berperan penting dalam penyelamatan itu. Keselamatan dalam Kekristenan, σωτηρία, adalah penyelamatan jiwa dari dosa dan kematian.
Keselamatan dapat juga disebut “pembebasan” ataupun “keamanan” dari kodrat berdosa, dan merupakan janji akan kehidupan kekal melalui roh. Gereja disebut sebagai tanda dan sarana kehadiran Yesus yang menyelamatkan maka Gereja disebut sakramen Yesus Kristus atau sakramen dasar, karena di dalam Gereja Yesus meletakkan dasar penyelamatan umat manusia yakni persatuan manusia dengan Allah dan kesatuan dengan seluruh umat manusia. Sakramen ini membebaskan seseorang dari dosa-dosa yang diakui dan disesalinya, tetapi ia tetap harus menanggung akibat dari dosa-dosa yang dilakukannya (siksa dosa sementara) dan melakukan silih yang diperlukan seiring dengan pertobatannya (Lihat: Indulgensi). Gereja sekaligus bertugas untuk terus menyalurkan keselamatan itu kepada anggotanya melalui upacara-upacara sakramen.
Karena itu, sakramen tidaklah lain daripada sarana yang melaluinya rahmat keselamatan disalurkan secara mantap kepada anggota Gereja. Salah satu tokoh yang memiliki pengaruh dalam doktrin keselamatan ialah Johanes Calvin. Apa yang dapat kamu lakukan untuk menyalurkan berkat keselamatan pada orang lain?
Gereja sebagai tanda dan sarana bagi Allah untuk melaksanakan karya penyelamatan-Nya kepada manusia. Tugas perutusan tersebut yakni, melanjutkan karya Yesus dalam mewartakan kerajaan Allah.
Be First to Comment