Press "Enter" to skip to content

Materia Sakramen Penguatan Adalah

Video yang berhubungan Forma dalam Sakramen Penguatan adalah perkataan dari pelayan sakramen: “ … Semoga dimeterai oleh karunia Roh Kudus.”[1] Dengan pengurapan di dahi dengan minyak krisma dengan bentuk salib, artinya: 1) penerima Penguatan harus selalu siap mengakui imannya akan Kristus—Juruselamat kita yang disalibkan—secara terbuka; 2) penerima Penguatan harus siap melaksanakan ajaran imannya tanpa takut. Ekaristi juga menjadi tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh umat beriman kepada Allah. Materi dan Forma Sakramen Ekaristi:- Materi: Roti dan Anggur- Forma: “Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu, perbuatlah ini menjadi kenangan akan Aku” & “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagumu. Tanda adalah objek, kata, atau isyarat yang menunjukan sesuatu diluar dari dirinya sendiri.

Kristus melembagakan tujuh sakramen sebagai cara dimana Dia dapat hadir ditengah-tengah umat-Nya, bahkan setelah kenaikan-Nya ke surga Orang-orang yang menerima Sakramen sebenarnya berbagi kehidupan ilahi dengan Allah atau Kristus itu sendiri.

Sakramen sendiri merupakan kata serapan dari bahasa latin, sacramentum, yang berarti menjadikan suci. Di perjanjian Baru, Yesus melakukan banyak sekali peristiwa yang menjadi pralambang Sakramen Baptis ini.

Baca Juga: Misalnya, dalam PL [perjanjian lama] tanda keselamatan dengan air mencapai puncaknya saat Yosua mengantar bangsa-bangsa Israel ke Sungai Yordan, tanpa membasuh kaki-Nya dan kemudian masuk ke Tanah Perjanjian. [Kisah Para Rasul, 10:38] Pengurapan Yesus ini jadi tanda permulaan pelayanan-Nya ditengah-tengah manusia. Sejak itu, Yesus mulai tampil dalam peranannya sebagai Anak Allah yang menyandang tiga gelar yakni Imam, Nabi dan Raja (bdk. Dengan demikian, setiap orang yang sudah dibaptis, lalu melakukan dosa kembali, maka perlu bertobat atau menerima sakramen tobat.

Dan pada akhirnya, hal ini kembali mengingatkan Yesus akan pelayanan-Nya yang semuanya dipusatkan untuk pengampunan dosa. Yesus sendiri telah mengakui hal itu dengan mengatakan ‘… yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” [Matius 1:21] 5. Sakramen Tahbisan atau Imamat Dalam sejarah keselamatan, umat Kristiani selalu mempunyai imam-imam sebagai perantara Allah dan umat-Nya. Para imam ini mempersembahkan kurban untuk memulihkan dosa manusia dalam ibadah atau karya-karya lain.

Imam adalah bagian dari umat Allah, yang terpanggil untuk melanjutkan misi penyelamatan Yesus di dunia. Disamping itu juga, pemberi sakramen ini hanya boleh dilakukan oleh Uskup, sebagai wakil Paus.

Dengan kata lain, Allah telah menciptakan manusia yang didorong oleh kasih, juga memanggilnya untuk mengasihi sesamanya. Itu berarti, perkawinan dapat dipahami sebagai salah satu panggilan paling mendasar bagi manusia dan sudah menjadi bagian dari kodratnya.

Penutup Sebenarnya, ke-7 sakramen di atas dibagi dalam 3 kategori dasar yakni Inisasi, Penyembuhan dan Panggilan.

Sakramen Krisma atau Sakramen Penguatan

Melalui minyak suci dilambangkan sebagai materai Krisma (tanda rohani) satu untuk selamanya dalam perutusannya mewujudkan Kerajaan Allah. Dalam Sakramen Krisma itu orang menerima Roh Kudus yang pada hari Pentekosta diutus Tuhan kepada para rasul. Begitu pula sebagai murid Yesus umat beriman Katolik menerima tugas perutusan tersebut sebagai ungkapan kesiapan diri mewartakan Kerajaan Allah dan dikuatkan untuk memberikan kesaksian tentang diri Kristus, demi pembangunan tubuh-Nya dalam iman dan cinta kasih. Karena pergumulan ini bersifat rohani, maka Allah memberikan kepada umat beriman sumber kekuatan, yaitu karunia yang berasal dari Roh Kudus-Nya sendiri.

Rekatekisasi adalah sebuah pemahaman kembali dari sakramen yang telah ia terima (Komkat 2012:38). Dengan mengucap rasa syukur dalam Ekaristi calon Sakramen Krisma kembali diingatkan dengan betapa besar Kasih Allah kepada manusia dan sepatutnya manusia mengucap syukur dan menyembah kepada-Nya. Hal ini menunjukan akan adanya hubungan antara Sakramen Krisma dan Ekaristi yang menjadi puncak seluruh perayaan iman (Komkat KAS 2012:42). Paus Inosensius III menyatakan secara resmi bahwa penguatan atau Krisma termasuk ke dalam daftar Sakramen-sakramen. forma sakramen penguatan atau Krisma ialah rumusan: “Semoga dimaterai oleh karunia Allah, Roh Kudus” (bdk. Artian lain merupakan sebuah tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh penerima Krisma dalam perutusan Gereja. Pengurapan juga dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap semangat dan ketetapan hati (Komitmen) pada diri orang-orang yang menerimanya dengan bantuan Roh Kudus. Setelah mengurapi, uskup menepuk pipi penerima Krisma sebagai tanda pemberian restu dan semangat.

Uskup memberikan semangat pada penerima Sakramen untuk berjuang menjadi saksi Kristus mewartakan Kerajaan Allah dengan mantap dan berani. Jadi Santo dan Santa menjadi teladan hidup kerohanian yang telah di jalankan pada masa hidupnya. Artinya orang menerima Sakramen, hidupnya sungguh diperbarui oleh rahmat Allah sebagaimana terungkap dalam simbol-simbol yang ada.

Sakramen Krisma akan memberikan buah-buah positif bagi penerimannya, secara umum buah-buah sakramen itu adalah pencurahan Roh Kudus secara Khusus baik dalam imannya dan dalam kehidupan sehari-hari.

Berkat sakramen itu mereka semua masuk menjadi putra putri Ilahi, mempererat hubungan dengan Allah, Kristus dan Gereja. Dalam konteks perutusan, berkat Roh Kudus yang diterima entah saat ditumpangi tangan atau diurapi minyak Krisma orang dikuatkan oleh Roh Kudus Allah sendiri sehingga siap menjalankan aneka tugas perutusan Gereja, terutama tugas menjadi saksi Kristus dan menjadi rekan kerja-Nya dalam menjalankan tugas perutusan mewartakan kabar gembira akan keselamatan (Komkat KWI, 2012:44).

Krisma atau Penguatan

J. Sakramen Penguatan membuat kita menjadi orang Kristen yang sempurna dengan mengukuhkan kita dalam iman dan menyempurnakan kebajikan dan karunia lain yang diterima dalam Baptisan; karenanya disebut Penguatan. J. Materi sakramen ini, di samping penumpangan tangan oleh uskup, adalah pengurapan dahi orang yang dibaptis dengan krisma suci; dan untuk alasan ini juga ia disebut sakramen Krisma, yaitu Pengurapan.

J. Krisma suci adalah minyak zaitun yang dicampur dengan balsam, dan dikonsekrasikan oleh uskup pada hari Kamis Putih.

J. Dalam memberi sakramen Penguatan, uskup pertama-tama mengulurkan tangan ke atas orang-orang yang akan dikuatkan, dan memohon Roh Kudus atas diri mereka; selanjutnya, dia mengurapi dahi masing-masing dengan krisma suci dalam bentuk salib, mengucapkan kata-kata forma; kemudian dia memberi tiap orang yang dikuatkan tamparan ringan di pipi dengan tangan kanannya, sambil berkata: Damai sejahtera bagi kamu; terakhir, dia dengan agung memberkati semua yang telah dia kuatkan.

J. Pengurapan dilakukan di dahi, tempat tanda-tanda rasa takut dan malu muncul, agar ia yang dikuatkan dapat memahami bahwa ia tidak boleh malu dalam nama dan pengakuan seorang Kristen, atau takut akan musuh-musuh imannya. J. Usia yang dianjurkan untuk menerima sakramen Penguatan adalah sekitar tujuh tahun, karena pada saat itulah pencobaan biasanya dimulai, dan rahmat sakramen dapat cukup dipahami dan rekoleksi dapat dilakukan setelah menerimanya.

J. Dia akan melakukan penistaan; karena Penguatan adalah salah satu sakramen yang menanamkan karakter pada jiwa dan karenanya dapat diterima hanya sekali. J. Untuk menjaga rahmat Penguatan, seorang Kristen harus sering berdoa, berbuat baik, dan hidup sesuai dengan hukum Yesus Kristus, terlepas dari rasa hormat manusia.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk tanda suci (objek materi atau tindakan) yang memiliki kemiripan dengan Sakramen, lihat Sakramentali Meskipun tidak semua orang dapat menerima semua sakramen, sakramen-sakramen secara keseluruhan dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman, yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu. Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya; sakramen memerlukan adanya iman meskipun kata-kata dan elemen-elemen ritualnya berdampak menyuburkan, menguatkan, dan memberi ekspresi bagi iman (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 224). Penjelasan tiap sakramen tersebut berikut ini terutama didasarkan atas Kompendium Katekismus Gereja Katolik.

Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus.

Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.

Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya.

Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang dilayankan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”.

Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah. Sakramen-sakramen juga invalid jika materia atau forma-nya kurang sesuai dengan yang seharusnya.

Syarat terakhir berada di balik penilaian Tahta Suci pada tahun 1896 yang menyangkal validitas imamat Anglikan.

Adapun masing-masing Gereja Katolik Ritus Timur, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu termasuk berkonsultasi dengan (namun tidak harus memperoleh persetujuan dari) Tahta Suci, dapat menetapkan halangan-halangan (Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, kanon 792). Syarat-syarat bagi validitas pernikahan seperti cukup umur (kanon 1095) serta bebas dari paksaan (kanon 1103), dan syarat-syarat bahwa, normalnya, mengikat janji pernikahan dilakukan di hadapan pejabat Gereja lokal atau imam paroki atau diakon yang mewakili mereka, dan di hadapan dua orang saksi (kanon 1108), tidaklah digolongkan dalam Hukum Kanonik sebagai halangan, tetapi sama saja efeknya.

Ada tiga sakramen yang tidak boleh diulangi: Pembaptisan, Penguatan dan Imamat: efeknya bersifat permanen. Akan tetapi, jika ada keraguan mengenai validitas dari pelayanan satu atau lebih sakramen-sakramen tersebut, maka dapat digunakan suatu formula kondisional pemberian sakramen misalnya: “Jika engkau belum dibaptis, aku membaptis engkau …”

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.