Press "Enter" to skip to content

Makna Sakramen Perminyakan Orang Sakit

Kendati demikian, sekarang pun masih banyak orang yang enggan untuk mendapat pengurapan minyak suci ketika sedang sakit, karena mereka beranggapan hal tersebut akan mempercepat kematian. Untuk mempertegas tujuan dari sakramen ini, kita bisa melihat Kitab Hukum Kanonik 1004; KGK 1514 yang mengatakan bahwa pengurapan orang sakit dapat diberikan kepada orang beriman yang telah dapat menggunakan akal budi, mulai dari berada dalam bahaya karena sakit atau usia lanjut. Maka, jelas bahwa sakramen tidak serta merta mempercepat kematian, melainkan dilakukan pada siapa pun yang membutuhkan pengurapan untuk kesembuhan dan kekuatan. Namun seiring perkembangannya, pengurapan minyak suci di maknai tidak hanya untuk penyembuhan fisik tetapi juga rohani:

Maka, pengampunan dosa dapat diterima melalui sakramen minyak suci apabila orang tersebut mengakui dosanya dengan sungguh-sungguh. Sakramen minyak suci juga bertujuan untuk memberi kekuatan pada seseorang yang berjuang melawan rasa sakit.

Pengurapan orang sakit

Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.

√ 3 Makna Sakramen Minyak Suci dalam Katolik

Mula-mula, sakramen minyak suci juga disebut pengurapan orang sakit hanya dilakukan bagi mereka yang mendekati ajal. Maka, jelas sakramen ini tidak serta merta mempercepat kematian, melainkan dilakukan pada siapa saja untuk membutuhkan pengurapan kesembuhan dan kekuatan. Maka, pengampunan dosa bisa diterima melalui sakramen minyak suci jika orang tersebut mengakui dosanya dengan sungguh-sungguh.

Penghiburan itu bisa dilakukan karena saat dalam kondisi sakit orang akan lebih mudah merasakan penderitaan Yesus Kristus ketika disalibkan.

Pada usia lanjut atau ketika sakit, sakramen minyak suci bisa dimaknai sebagai persiapan untuk peralihan menuju kehidupan yang akan datang. Selain itu juga supaya orang yang sakit bisa mendapat perlindungan, dijauhkan dari roh jahat, dan diberi penyembuhan jiwa. Mudah-mudahan bisa menjelaskan mengenai makna dan fungsi sakramen minyak suci dalam kehidupan agama Katolik.

Apa makna sakramen pengurapan orang sakit ?

1) Menganugrahkan rahmat Roh Kudus yang menjadikan si penderita sakit mempunyai kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan karena sakitnya.

MAKNA DARI SAKRAMEN PERMINYAKAN SUCI

Materia : minyak suci dioleskan pada dahi & telapak tangan si sakit dalam ibadat sabda Forma : Semoga karena pengurapan suci ini, Allah Yang Maharahim menolong saudara dengan rahmat Roh Kudus. Sakramen ini dapat diterimakan lagi jika setelah sembuh yang bersangkutan sakit berat lagi atau jika masih dalam keadaan sakit yang sama bahayanya semakin berat. Sejauh memungkinkan, pengurapan orang sakit hendaknya didahului pengakuan dosa dan dilengkapi penerimaan komuni.

Jamahan Tuhan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit – katolisitas.org

Syukur kepada Tuhan, Gereja memiliki Sakramen Urapan Orang Sakit, yang menjadi tanda penyertaan Kristus, sarana pengurapan dan penyembuhan orang sakit, yang dapat mendatangkan rahmat yang luar biasa, entah berupa kesembuhan rohani, jasmani, ataupun keduanya, atau jika waktunya telah tiba, merupakan persiapan bagi kita untuk bertemu muka dengan muka dengan Tuhan. Tak dapat kita pungkiri, bahwa penyakit dan penderitaan merupakan pencobaan yang terberat dalam kehidupan manusia. [1] Maka, tak jarang, penyakit dapat menimbulkan rasa takut, ingin menutup diri, bahkan putus asa dan ‘marah’ kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya, penyakit dapat membuat kita lebih pasrah, lebih dapat melihat apa yang terpenting di dalam hidup ini, sehingga kita tidak lagi mencari segala sesuatu yang tidak penting. Paus Yohanes Paulus II dalam surat Apostoliknya, Salvifici Doloris (On the Christian Meaning of Human Suffering), mengatakan bahwa setiap manusia yang menderita dapat mengambil bagian dalam karya Keselamatan[4] yang dipenuhi oleh Kristus. Pada saat itulah Pastor Bob mengunjungi dia dan memberikan sakramen Pengurapan Orang sakit.

Maka sehari sebelum Pastor berangkat ke retret, ia berkunjung ke ibu yang sakit itu, sambil berkata, “Nah, sekarang aku mengetahui apa yang akan kukatakan kepadamu, mengenai arti hidupmu. Maukah engkau berdoa bagi anak-anak muda yang akan mengikuti retret besok?” Ibu itu setuju, dan Pastor Bob memberikan kepada ibu itu, daftar nama anak-anak yang mengikuti retret. Saya percaya, Tuhan mendengarkan doa ibu itu, yang didoakan ditengah penderitaan dan kesakitannya. Tuhan berkenan mengabulkannya dan membuat kalian semua di sini mengalami kasih Allah yang ajaib.

Hari berikutnya sepulang dari retret, Pastor Bob mengunjungi ibu itu di rumah sakit. Aku akan terus berdoa untuk pertobatan banyak orang, termasuk mereka yang kukasihi, anak- anak dan anggota keluargaku.

Yesus memberikan perintah kepada para muridNya untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah dan mengurapi orang sakit dengan minyak (lih. Ia menggunakan tanda-tanda untuk menyembuhkan, seperti ludah dan perletakan tangan (lih. Rasul Yakobus adalah yang secara khusus menuliskan hal ini, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia mamanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesinya dengan minyak dalam nama Tuhan. Tradisi ini yang diturunkan menjadi salah satu dari ketujuh sakramen Gereja.

Dalam hal ini mereka lebih daripada para imam Yahudi yang diberi kuasa untuk menyatakan apakah seseorang sudah sembuh/ tahir dari penyakit lepra. Bukan saja pada waktu Pembaptisan, tetapi sesudahnya sesuai dengan pesan Rasul Yakobus…”[10] St. Paus Innocentius I (wafat tahun 417) menyatakan bahwa Pengurapan Orang sakit dengan minyak yang telah diberkati oleh Uskup adalah sakramen yang ditujukan untuk menghapuskan dosa, dan meningkatkan kekuatan jiwa dan badan. Konsili Trente menyebutkan bahwa “Urapan ini ditetapkan oleh Kristus Tuhan kita…., yang disinggung oleh Markus, tetapi dianjurkan kepada orang beriman dan diumumkan oleh Yakobus, Rasul dan saudara Tuhan.”[12] Konsili Vatikan II (1962-1965) menganjurkan agar Sakramen Pengurapan ini tidak hanya diberikan kepada seseorang yang sedang mengalami ajal, namun juga kepada siapa saja yang mulai mengalami sakit berat dan mereka yang menderita kelemahan karena usia lanjut. Dalam hal ini Gereja meneruskan tugas yang dipercayakan oleh Yesus untuk menyembuhkan orang sakit, terutama kesembuhan rohani. Katekismus mengikuti pengajaran Vatikan II, menegaskan bahwa Urapan orang sakit tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang berada di ambang kematian saja. Maka saat yang baik adalah pada saat kita mulai menghadapi bahaya maut, misalnya ketika akan menghadapi operasi besar, ataupun ketika baru mendapat diagnosa penyakit tertentu yang cukup serius; ataupun jika kita sudah lanjut usia. Yang dapat memberikan sakramen Urapan Orang sakit hanyalah imam (Uskup dan pastor). Misa dimulai seperti biasa, diawali dengan doa khusus untuk mereka yang akan menerima Pengurapan.

Imam membuat tanda salib dan memberkati para orang sakit itu dengan minyak di dahi, sambil berdoa, “Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.” Semua menjawab: “Amin”. Lalu imam mengurapi telapak tangan orang yang sakit dengan tanda salib sambil berkata, “Semoga Tuhan membebaskan Saudara dari dosa dan membangunkan Saudara dalam rahmat-Nya.” Semua menjawab: “Amen.” Kemudian, Misa dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi, seperti biasa.

Perlu kita ketahui bahwa hal karunia kesembuhan total adalah kehendak Tuhan. Kenyataan ini membuat hati kita dapat menjadi lebih berpasrah kepada Tuhan.

Melalui kisah pengalaman Pastor Bob di atas, kita mengetahui bahwa rahmat sakramen ini adalah kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penyakit tersebut ataupun kelemahan karena usia lanjut. Oleh Sakramen ini orang yang sakit menerima kekuatan dan anugerah untuk mempersatukan diri lebih erat lagi dengan sengsara Tuhan Yesus.

Dalam keadaan sedemikian, orang yang sakit seolah diangkat menjadi ‘sahabat sejati’ Tuhan Yesus yang tidak saja menjadi sahabat di waktu senang, tetapi juga di waktu susah. Orang yang sakit dapat menggabungkan penderitaannya dengan penderitaan Yesus dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan umat Allah.

Urapan ini merupakan persiapan untuk perjalanan terakhir terutama bagi mereka yang tengah menghadapi ajal. Ya, rahmat Allah akan memampukan kita untuk selalu mempunyai damai sejahtera dalam keadaan apapun juga. Semoga rahmat-Mu mempersiapkan aku untuk menyongsong Engkau kelak dalam kehidupan abadi di surga. [4] Lihat Pope John Paul II, Salfivici Doloris (On the Christian Meaning of Human Suffering), 19

[11] Lihat St. Innocent, “Letter to Decentius”, seperti dikutip oleh John Willis, The Teaching of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002), p. 430-431.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.