sakramen-sakramen dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu. Gereja Katolik mengajarkan bahwa dampak dari suatu sakramen itu ada (kenyataan bahwa sakramen itu dilayankan), tanpa memperhitungkan kekudusan pribadi pelayan yang melayankannya.
Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya. Tanda dan Sarana Keselamatan Allah tampak sangat jelas dalam pribadi Yesus Kristus. Tanda dan Sarana Keselamatan Allah itu, jika dialami oleh anggota Gereja, tidak hanya dirayakan oleh yang diakui pribadi tetapi menjadi perayaan Gereja.
GEREJA SEBAGAI SAKRAMEN DASAR (GRUNDSAKRAMENT) menurut KARL RAHNER
Sebagai Grundsakrament Gereja adalah tanda dan sarana keselamatan Allah di dunia, tetapi sekaligus pada saat yang sama Gereja sendiri menghidupi sakramen-sakramen itu dalam hidup dan pelayanannya. Keberadaan Gereja di dunia adalah tanda dari karya penyelamatan Allah kepada manusia.
Rahner mendalami karakter sakramental Gereja dan menarik kesimpulan bahwa ketujuh sakramen diadakan berdasarkan keperluan esensial manusia berkenaan dengan keselamatan. Sakramen itu adalah kehadiran keselamatan eskatologis Kristus, kehadiran di mana “signum et signatum” (tanda dan realitas yang ditandakan) bersatu, tidak bercampur aduk dan tidak terpisah. Atas dasar penafsiran simbolisasi ini, Rahner kemudian melanjutkan dengan sistem eklesiologinya. Hubungan erat antara Ekaristi dan persekutuan Gereja digambarkan dengan sangat jelas oleh Paulus dalam pandangannya tentang jemaat sebagai “Tubuh Kristus”. Maka konsekuensinya, Gereja menjadi sarana keselamatan dalam hubungannya dengan Kristus. Kristus itu satu dan tidak terpecah-pecah, maka Gereja dalam arti sebagai umat Allah harus selalu satu, karena Gereja adalah tubuh mistik Kristus (bdk Ef 4:4). [1] T. Jacobs, Konsitusi Dogmatis Lumen Gentium mengenai Gereja: Terjemahan Introduksi komenta Jilid I, Kanisius: Yogyakarta 1970, 84-85
Gereja Sebagai Sakramen
Sangat boleh jadi saya keliru ketika mensinyalir bahwa pemahaman gereja sebagai sakramen adalah pengertian yang kurang begitu terasa gemanya di kalangan umat Katolik sendiri maupun masyarakat luas, sehingga masih banyak yang beranggapan bahwa gereja tidak memiliki makna yang melampaui konsep sebagai bangunan rumah ibadah ataupun lembaga keagamaan berikut perangkat-perangkat pengaturannya (doktrin, ritual, dan sebagainya) per se. Atau, bisa jadi juga bahwa saya sendirilah yang sebenarnya masih belum mengerti atau bahkan salah mengartikan makna gereja sebagai sakramen 😦 Untuk itu, kiranya tulisan ini dapat dipandang sebagai paparan ringkas mengenai pemahaman saya mengenai hal itu. Selain makna yang mengacu pada pengertian etimologis di atas, ada juga makna lain yang dikandung dalam kata gereja sebagai sebuah pengungkapan dan perwujudan iman tersebut; misalnya Tubuh Kristus, misteri dan sakramen, persekutuan para kudus. Dokumen ini sekaligus memperbaiki konsep gereja sebagai lembaga dan organisasi yang didirikan oleh Yesus sendiri sebagaimana dinyatakan dalam KV I maupun ensiklik Paus Pius XII pada tahun 1943 yang berjudul Mystici Corporis. Dari berbagai konsep spiritual tersebut, pernyataan gereja sebagai sakramen merupakan pengertian yang paling hakiki sekaligus kompleks. Dengan demikian, sakramen pada dirinya sendiri bukan berarti keselamatan, melainkan sarana yang dengannya rahasia penyelamatan Allah disampaikan kepada manusia.
Maka, gereja sebagai sebuah sakramen bukanlah proses menerima curahan rahmat Allah belaka, melainkan juga perintah untuk mewujudnyatakan karunia tersebut kepada semua orang dan lingkungannya. Itulah yang saya maknakan dari gereja sebagai sakramen saat membaca dokumen-dokumen KV II dan Alkitab, khususnya Injil.
Sorotan ini saya kemukakan berdasarkan masih adanya pendapat yang menyatakan bahwa hanya di dalam dan melalui gerejalah kita bisa memperoleh keselamatan (extra ecclesiam nulla salus est), yang sesungguhnya sudah “diralat” oleh KV II.
Dan menjadi lebih parah lagi ketika menyatakan bahwa gereja adalah sumber maupun keselamatan itu sendiri. Dalam hal ini, bahkan bangunan maupun organisasinya, tidak akan mengurangi ataupun menambah curahan rahmat/karunia kasih Allah. Sehingga, hancurnya bangunan, bubarnya organisasi, maupun berubahnya ritual tidak akan menyebabkan terganggunya iman kita kepada Allah Bapa.
Semua ini bukan berarti saya menganggap gereja sebagai rumah ibadah dan organisasi berikut seluruh perangkatnya tidak bermakna sama sekali. Seperti dikatakan sebuah pepatah, per Mariam ad Iesu, per Iesu ad Patrem (melalui Maria kita sampai pada Yesus, melalui Yesus kita sampai pada Bapa), maka Allah Bapalah yang sesungguhnya sedang dituju oleh gereja (baca: umat Allah), bukan gereja itu sendiri. Kalau agama hanya mementingkan dan mengagungkan lembaga semata, maka kemungkinan kehilangan ‘inti pokok’ ajarannya menjadi sangat mungkin. Efesus 3:10-11 “supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Istilah sakramen berasal dari bahasa Latin sacramentum, yang berarti “suatu kegiatan suci”. Sakramen berasal dari bahasa Latin 1 Sakramentum, artinya “membuat suci, penggunaan suci, mempersembahkan kepada dewa-dewa”; 2 Musterion, “ketetapan-ketetapan yang diberikan tekanan atau perhatian khusus” (dalam Vulgata, berarti, ketetapan yang Yesus berikan tekanan khusus); Kedua kata tersebut dalam budaya Helenis, dipakai sebagai: Seorang prajurit tetap setia kepada panglimanya, bahkan sampai mati demi bangsa dan negaranya.
Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.
Sakramen sebagai alat karunia yang menyatakan kasih Allah, untuk memperteguh iman seseorang pada Firman, sehingga tidak terombang-ambing dalam kelemahan dan pencobaan. Arti Baptisan,; (Yunani), Baptizo, dimandikan, dibersihkan, atau diselamkan; Roma 6: 1- 14, mati dan bangkit di dalam Kristus; Melambangkan bahwa manusia mati terhadap dosa bersama dengan Kristus, dan dibangkitkan untuk suatu hidup baru.
28: 19 “pergi dan jadikan semua bangsa murid Tuhan, baptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, mengajar Firman Allah untuk menjadi murid Tuhan ; untuk masuk dalam keluarga umat kudus kepunyaan Allah, I Pet. Sakramen ditetapkan Tuhan Yesus untuk menguatkan dengan sesama orang percaya, seluruh umatNya, atau segenap keluarga Allah, di semua tempat dan segala zaman.
Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti, yaitu Perjamuan Kudus, Kisah 2:42. Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap penderitaan -dan juga kematian serta kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28.
Makan roti mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk menciptakan Tubuh baru, yaitu jemaatNya
Darah ditumpahkan pada/dari tubuh Yesus yang terpaku di kayu salib untuk pengam-punan atau penghapusan dosa seluruh manusia. Menyelidiki dan mengaku dosa, berdamai dengan sesama manusia, serta mohon pengampunan dari Tuhan Allah.
Apa arti “Sakramen” dalam Gereja?
Hal ini disebut sacramentum, sebab ia dimaksudkan untuk menjadi semacam penghapus salah yang dipersembahkan kepada dewa. Pada jaman gereja mula-mula kata “sakramen” awalnya dipakai untuk menunjukkan segala jenis doktrin dan perundangan. Reformed menganggap Firman mutlak diperlukan dan sekedar menanyakan mengapa sakramen harus ditambah kan kepadanya. Karena mata lebih peka daripada telinga, maka dapat dikatakan bahwa Tuhan dengan cara menambahkan sakramen pada Firman, datang menolong orang berdosa. , sebab Kristus adalah isi sentral baik dalam Firman maupun sakramen Di mana isinya diterima , yaitu melalui iman. Inilah satu-satunya cara di mana orang berdosa dapat menjadi peserta dalam anugerah yang ditawarkan oleh Firman dan sakramen.
, Firman bertujuan untuk menumbuhkan dan menguatkan iman, sedangkan sakramen hanya untuk menguatkan iman Jangkauannya , Firman pergi ke seluruh dunia, sedangkan sakramen hanya dilakukan di dalam Gereja. Gereja Perjanjian Baru juga memiliki dua sakramen yaitu baptisan dan Perjamuan Kudus. Setiap sakramen berisi elemen ma terial yang dapat ditangkap oleh indera kita.
Su paya tidak terjadi kesalahpahaman, maka pemakaian yang berbeda harus senantiasa kita ingat.
Dari sudut pandang eksternal ini Alkitab menyebut sakramen sebagai tanda dan meterai, Kej 9:12,13; 17:11; Rm 4:11. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa sakramen terkait dalam Kristus dan semua kekayaan rohaniah-Nya.
Sifatnya adalah spiritual atau seperti yang sehingga di mana sakramen diterima dalam iman, anugerah Allah menyertainya. Roma Katolik berpendapat bahwa baptisan mutlak perlu supaya semua orang dapat diselamatkan dan sakramen pengakuan dosa juga sama pentingnya bagi mereka yang telah melakukan dosa yang membawa maut setelah mereka menerima baptisan.
Di pihak lain, Protestan mengajarkan bahwa sakramen tidak mutlak perlu untuk keselamatan, tetapi menjadi kewajiban karena diperintahkan oleh Tuhan. Dari kenyataan bahwa Alkitab hanya menyebut iman sebagai syarat instrumental bagi keselamatan (Yoh.
Kita pikirkan orang-orang percaya sebelum jaman Abraham dan penjahat di kayu salib yang bertobat.
Be First to Comment