Momentum Jumat Agung tinggal menghitung hari, ini kumpulan lagu rohani Katolik untuk kenang wafatnya Yesus. TRIBUNKALTARA.COM – Momentum Jumat Agung tinggal menghitung hari, ini kumpulan lagu rohani Katolik untuk kenang wafatnya Yesus.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Luther mengusulkan suatu diskusi akademis seputar praktik dan keefektifan indulgensi dalam 95 Tesis karyanya tahun 1517. Penolakannya untuk menarik kembali semua ajaran dalam tulisan-tulisannya atas permintaan Paus Leo X pada 1520 dan Kaisar Romawi Suci Karl V pada 1521 di Sidang Worms mengakibatkan ekskomunikasinya oleh sang paus serta pemakluman dirinya sebagai seorang pelanggar hukum oleh sang kaisar. [7] Perkawinannya dengan Katharina von Bora, seorang mantan biarawati, menjadi model bagi praktik perkawinan klerikal, yang memungkinkan kaum rohaniwan Protestan untuk menikah.
Dikecam oleh hampir semua denominasi Lutheran, pernyataan-pernyataan tersebut dan pengaruhnya terhadap antisemitisme memberikan kontribusi pada status kontroversialnya. [13] Hans Luther memiliki ambisi bagi dirinya sendiri dan keluarganya, serta bertekad untuk menyaksikan Martin, putra tertuanya, menjadi seorang pengacara. [14] Ketiga sekolah itu berfokus pada apa yang disebut “trivium”: tata bahasa, retorika, dan logika.
Filsafat terbukti tidak memuaskan, karena menurutnya menawarkan jaminan seputar penggunaan akal atau daya pikir tanpa menyinggung tentang mencintai Allah, yang bagi Luther adalah lebih penting. [18] Bagi Luther, akal dapat digunakan untuk mempertanyakan hal-hal terkait manusia dan institusi, tetapi bukan Allah.
Ia meyakini bahwa manusia dapat belajar tentang Allah hanya melalui wahyu ilahi, dan karenanya Kitab Suci menjadi semakin penting baginya. Ia meninggalkan sekolah hukum, menjual buku-bukunya, dan masuk Biara St. Agustinus di Erfurt pada 17 Juli 1505. [18] Ayahnya sangat marah atas apa yang dilihatnya sebagai suatu pemborosan telah memberikan Luther pendidikan. Luther mendedikasikan dirinya pada tarekat Agustinian, mengabdikan diri dalam laku puasa, doa selama berjam-jam, ziarah, dan pengakuan dosa secara berkala.
“[24] Johann von Staupitz, superiornya, berupaya mengalihkan pikiran Luther dari perenungan secara terus-menerus atas dosa-dosanya kepada jasa-jasa Kristus. Ia mengajarkan bahwa pertobatan sejati bukan mengenai hukuman dan penyilihan swakarsa, melainkan suatu perubahan hati. Pada 1508, von Staupitz, dekan pertama Universitas Wittenberg yang baru didirikan, memanggil Luther untuk mengajar teologi.
Ia melampirkan dalam suratnya satu salinan Perdebatan Martin Luther tentang Kuasa dan Kefektifan Indulgensi karyanya, yang kemudian dikenal sebagai 95 Tesis.
Umat Kristen, menurutnya, tidak boleh kendur dalam mengikuti Kristus lantaran jaminan palsu semacam itu. Bagian awal karier Luther ini merupakan salah satu periode yang paling kreatif dan produktif dalam masa hidupnya.
Dari tahun 1510 sampai 1520, Luther menyajikan kuliah tentang Kitab Mazmur serta Surat Ibrani, Roma, dan Galatia. Ketika mempelajari bagian-bagian Alkitab tersebut, ia mendapat pemahaman atas penggunaan istilah-istilah seperti silih dan kebenaran (righteousness) oleh Gereja Katolik dengan cara-cara yang baru.
Ia mulai mengajarkan bahwa keselamatan ataupun penebusan adalah suatu anugerah dari rahmat Allah, yang dapat dicapai melalui iman semata dalam Yesus sebagai Mesias.
Ajaran Luther ini diekspresikan secara jelas dalam publikasinya tahun 1525, De Servo Arbitrio (Tentang Keterbelengguan Kehendak), yang ditulis sebagai tanggapan atas De libero arbitrio diatribe sive collatio (Tentang kehendak bebas: Diskursus atau Perbandingan) karya Desiderius Erasmus (1524). Menentang ajaran Katolik yang memandang tindakan-tindakan benar orang percaya dilakukan dalam kerja sama dengan Allah, Luther menuliskan bahwa umat Kristen menerima sepenuhnya kebenaran tersebut dari luar diri mereka. Ia mengadakan pemeriksaan tesis tersebut untuk melihat kemungkinan adanya penyesatan, dan, pada Desember 1517, meneruskannya ke Roma.
Luther belakangan menulis, “paus juga terlibat, karena separuhnya mengalir ke pembangunan Gereja Santo Petrus di Roma”. Friedrich III, Elektor Sachsen, meyakinkan sang paus supaya Luther diperiksa di Augsburg, tempat Sidang Imperial diadakan. Di sana, selama periode tiga hari pada Oktober 1518, Luther melakukan pembelaan diri ketika menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan legatus kepausan, Kardinal Kayetanus.
Pada Januari 1519, di Altenburg, Sachsen, Karl von Miltitz selaku nunsius kepausan mengadopsi suatu pendekatan yang lebih mendamaikan. Luther memberikan sejumlah konsesi kepada sang nunsius, yang adalah kerabat dari Elektor Friedrich III, dan berjanji untuk tetap diam jika para seterunya juga melakukannya. [59] Namun, seorang teolog bernama Johann Eck bertekad untuk mengekspos doktrin Luther dalam suatu forum publik.
Pada 15 Juni 1520, Paus Leo X memperingatkan Luther dengan bulla kepausan Exsurge Domine bahwa ia akan dikenakan sanksi ekskomunikasi apabila tidak menarik kembali 41 kalimat dari tulisan-tulisannya, termasuk 95 Tesis, dalam waktu 60 hari. Pada musim gugur tahun itu, Johann Eck mempermaklumkan bulla tersebut di Meissen dan kota-kota lainnya. Karl von Miltitz, seorang nunsius kepausan, berupaya menengahi dengan suatu solusi, tetapi Luther, yang telah mengirimkan salinan Tentang Kebebasan Seorang Kristen kepada sang paus pada bulan Oktober, membakar dekretal-dekretal dan bulla tersebut di hadapan publik di Wittenberg pada 10 Desember 1520,[63] suatu tindakan yang ia bela dalam tulisan-tulisannya, Mengapa Paus dan Buku Terbarunya Dibakar dan Penegasan-Penegasan tentang Semua Pasal. Sebagai konsekuensinya, Luther diekskomunikasi oleh Paus Leo X pada 3 Januari 1521, melalui bulla Decet Romanum Pontificem. Sidang Worms diselenggarakan dari 28 Januari sampai dengan 25 Mei 1521, di bawah pimpinan Kaisar Karl V (Charles V). Pangeran Friedrich III, Elektor Sachsen, beroleh suatu pas bagi Luther untuk melintas dengan aman menuju dan meninggalkan pertemuan tersebut.
Johann Eck, yang berbicara atas nama Kekaisaran sebagai asisten Uskup Agung Trier, memperlihatkan kepada Luther salinan-salinan dari tulisan-tulisannya yang diletakkan di atas meja dan menanyakan apakah buku-buku tersebut miliknya, dan apakah ia berpegang teguh pada isinya. Di akhir perkataannya, Luther mengangkat tangannya “dengan salut tradisional seorang kesatria yang memenangkan suatu pertarungan.” Para akademisi belakangan ini menganggap bahwa bukti untuk kata-kata tersebut tidak dapat dipercaya, karena disisipkan sebelum “Semoga Allah menolong saya” hanya dalam versi-versi pidato di kemudian hari dan tidak tercatat dalam laporan-laporan saksi mata persidangan.
Sang kaisar menyajikan draf akhir Maklumat Worms pada 25 Mei 1521, yang menyatakan Luther sebagai seorang pelanggar hukum, melarang peredaran karya-karya tulisnya, dan menghendaki penangkapan dirinya: “Kami ingin ia ditangkap dan dihukum sebagai seorang penganut bidah dengan reputasi buruk.
Di antara karya tulisnya terdapat satu serangan baru terhadap Uskup Agung Albertus dari Mainz, yang ia buat merasa bersalah sehingga menghentikan penjualan indulgensi dalam keuskupan-keuskupannya,[72] dan “Sanggahan atas Argumen Latomus,” yang di dalamnya ia memaparkan prinsip pembenaran kepada Jacobus Latomus, seorang teolog ortodoks dari Leuven. [74] Pada hakikatnya semua manusia adalah para pendosa, jelasnya, dan kasih karunia atau rahmat Allah semata dapat membuat mereka benar. Pada musim panas tahun 1521, Luther memperluas sasarannya dari kesalehan-kesalehan individual, seperti indulgensi dan ziarah, hingga meliputi doktrin-doktrin di jantung praktik Gereja. Luther membuat pernyataan-pernyataannya dari Wartburg sehubungan dengan perkembangan pesat di Wittenberg, situasi yang tetap ia pantau sepenuhnya. Reformasi-reformasi tersebut memicu pergolakan, termasuk suatu pemberontakan oleh para frater Agustinian melawan prior mereka, penghancuran patung-patung dan gambar-gambar di berbagai gereja, serta pengecaman secara terbuka terhadap jabatan pemerintahan (magistrat).
[81] Wittenberg menjadi semakin tidak stabil setelah Natal ketika sekolompok orang fanatik dan visioner, yang disebut nabi-nabi Zwickau, tiba untuk mengajarkan doktrin-doktrin revolusioner seperti kesetaraan absolut manusia dalam kepemilikan bersama, baptisan dewasa, dan kedatangan Kristus dalam waktu dekat.
Dalam khotbah-khotbah tersebut, ia menekankan yang dipandangnya sebagai keutamaan dari nilai-nilai inti Kristen seperti kasih, kesabaran, karya amal, dan kebebasan, serta mengingatkan warga untuk memercayai firman Allah dan bukan melakukan kekerasan untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan. Tahukah kamu apa yang dipikirkan Iblis ketika ia melihat manusia menggunakan kekerasan untuk menyebarkan Injil?
Setelah khotbah keenam, Jerome Schrurf, yuris Wittenberg, menulis kepada sang elektor: “Oh, sukacita apa yang telah disebarkan Dr. Martin di antara kita! Kata-katanya, melalui belas kasih ilahi, sedang membawa kembali orang-orang yang tersesat setiap hari ke jalan kebenaran.
Dengan bekerja bersama pihak berwenang untuk memulihkan ketertiban umum, ia mengisyaratkan penemuannya kembali sebagai suatu kekuatan konservatif dalam Reformasi Protestan.
[92] Selama suatu kunjungan di Thüringen, ia menjadi sangat marah ketika menyaksikan aksi pembakaran yang meluas atas berbagai biara, kediaman uskup, dan perpustakaan.
Dalam Melawan Gerombolan Petani Bernafsu Mencuri dan Membunuh, yang ditulis sekembalinya Luther ke Wittenberg, ia memberikan interpretasinya tentang ajaran Injil terkait kekayaan, mengecam kekerasan tersebut sebagai pekerjaan iblis, dan meminta para bangsawan untuk menundukkan para pemberontak layaknya “seseorang harus membunuh seekor anjing gila”:[93] Kupikir tidak ada satu setan pun yang tertinggal di neraka; mereka semua telah pergi merasuk petani-petani itu. Pertama, dalam memilih kekerasan daripada ketaatan sesuai hukum pada pemerintah sekuler, mereka mengabaikan nasihat Kristus supaya “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar”; Rasul Paulus menulis dalam Roma 13:1–7 bahwa semua pemerintah ditetapkan oleh Allah dan karena itu tidak semestinya dilawan. Kekalahan mereka oleh Liga Schwäbischer di Pertempuran Frankenhausen pada 15 Mei 1525, yang diikuti dengan eksekusi Müntzer, mengantar tahap revolusioner Reformasi Protestan ke suatu akhir.
[96] Setelah itu, radikalisme dikatakan menemukan satu tempat perlindungan dalam gerakan Anabaptis dan gerakan-gerakan keagamaan lainnya, sementara Reformasi Luther berkembang di bawah naungan kekuatan sekuler. [101] Iring-iringan seremonial ke gereja dan pesta pernikahan baru dilakukan dua minggu kemudian pada tanggal 27 Juni. [102] Ia telah sejak lama mengecam kaul-kaul selibat dengan landasan biblis, namun keputusannya untuk menikah mengejutkan banyak orang, setidaknya Melanchthon, yang menyebutnya sembrono. [106] Katharina melahirkan enam orang anak (3 putra dan 3 putri): Hans – Juni 1526; Elisabeth – 10 Desember 1527, yang meninggal beberapa bulan kemudian; Magdalena – 1529, yang meninggal dalam pelukan Luther pada 1542; Martin – 1531; Paul – Januari 1533; serta Margaretha – 1534; dan ia membantu pasangan tersebut memperoleh nafkah dengan bertani sembari menerima orang-orang memondok.
[107] Luther bercerita kepada Michael Stifel pada 11 Agustus 1526: “Katie-ku dalam segala hal begitu ringan tangan dan menyenangkanku sehingga aku tidak akan menukar kemiskinanku dengan kekayaan Croesus. Model jemaat-jemaat yang dibayangkannya berdasarkan Alkitab dengan cara memilih pastor atau pendeta mereka masing-masing telah terbukti tidak dapat dijalankan. [115] Seorang reformator Eisleben bernama Johannes Agricola menantang kompromi tersebut, dan Luther mengecamnya karena ia mengajarkan bahwa iman terpisah dari perbuatan. [116] Instruksi dipandang sebagai satu dokumen problematik bagi mereka yang mencari suatu evolusi konsisten dalam pemikiran Luther dan praktiknya.
[122] Bagaimanapun, tata ibadah yang disusunnya mencakupi bernyanyi himne dan mazmur jemaat dalam bahasa Jerman, juga menyanyikan bagian-bagian dari liturgi, seperti komposisi Kredo secara unisono gubahan Luther. Luther dan rekan-rekannya memperkenalkan tata ibadah baru tersebut selama visitasi (kunjungan) mereka di Elektorat Sachsen, yang bermula pada tahun 1527. [129] Luther menyertakan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban di dalam katekismusnya sehingga dasar-dasar iman Kristen tidak menjadi sekadar hafalan, “cara monyet melakukannya”, namun dipahami. Ia menulis ulang setiap pasal Kredo untuk mengekspresikan karakter Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Bapa mencipta, Putra menebus, dan Roh menguduskan, satu kesatuan ilahi dengan pribadi-pribadi yang khas. Perlakuan Luther pada Kredo Para Rasul perlu dipahami dalam konteks Dekalog (Sepuluh Perintah Allah) dan Doa Bapa Kami, yang juga merupakan bagian dari ajaran kateketik Lutheran. [135] Telah ada orang-orang lain yang menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman, namun Luther menyesuaikan terjemahannya dengan doktrinnya sendiri. Diterbitkan pada saat meningkatnya permintaan akan publikasi-publikasi berbahasa Jerman, versi Luther dengan cepat menjadi suatu terjemahan Alkitab yang populer dan berpengaruh.
Dengan demikian, karya tersebut memberi suatu kontribusi yang signifikan pada evolusi dari bahasa dan sastra Jerman. Sarana pilihannya untuk pertalian ini adalah nyanyian himne-himne Jerman dalam kaitannya dengan ibadah, sekolah, rumah, dan bidang publik.
Himne-himne Luther kerap distimulasi oleh peristiwa-peristiwa tertentu dalam hidupnya dan Reformasi Protestan yang tengah berlangsung. Autograf “Vater unser im Himmelreich”, dengan catatan-catatan yang hanya terdapat dalam tulisan tangan Luther.
Gubahan-gubahan lain Doa Bapa Kami dari abad ke-16 dan ke-20 telah mengadopsi lagu Luther tersebut, kendati teks-teks modern jauh lebih pendek. Luther menulis “Aus tiefer Not schrei ich zu dir” (“Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu”) pada tahun 1523 sebagai versi himne dari Mazmur 130 dan mengirimkannya sebagai satu contoh guna mendorong rekan-rekannya untuk menulis himne-mazmur demi penggunaan dalam ibadah Jerman. “Nun komm, der Heiden Heiland”, yang didasarkan pada Veni redemptor gentium karya St. Ambrosius, menjadi himne utama (Hauptlied) untuk Adven. “Gelobet seist du, Jesu Christ” karyanya (“Puji bagi-Mu, Yesus Kristus”) menjadi himne utama untuk Natal.
“Mit Fried und Freud ich fahr dahin”, suatu parafrasa dari Nunc dimittis, dimaksudkan untuk Purifikasi, namun menjadi satu himne pemakaman juga. Para pengkhotbah dan komponis abad ke-18, termasuk J. S. Bach, menggunakan himne ini sebagai satu subjek untuk karya mereka sendiri, walaupun secara objektif teologi baptisan yang terkandung di dalamnya digantikan dengan himne-himne yang lebih subjektif di bawah pengaruh pietisme Lutheran abad ke-19 akhir. [153] Karenanya ia membantah penafsiran-penafsiran sejumlah bagian Alkitab menurut tradisi, seperti penafsiran atas perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus. [154] Hal ini juga menyebabkan Luther menolak gagasan terkait siksaan-siksaan bagi jiwa orang percaya yang telah meninggal dunia: “Adalah cukup bagi kita untuk mengetahui bahwa jiwa tidak meninggalkan tubuhnya untuk diancam dengan siksaan dan hukuman neraka, namun memasuki suatu kamar tidur yang telah dipersiapkan agar mereka tidur dalam damai.
[158] Gotthold Ephraim Lessing (1755) sebelumnya telah sampai pada kesimpulan yang sama dalam analisisnya tentang ortodoksi Lutheran terkait isu ini. Mengutip perkataan Yesus bahwa “daging sama sekali tidak berguna” (Yohanes 6:63), Zwingli berkata, “Bagian ini mematahkan lehermu”. “[168] Di atas mejanya Luther menulis kata-kata “Hoc est corpus meum” (“Inilah tubuh-Ku”) dengan kapur tulis, untuk tetap menunjukkan pendiriannya yang kukuh dalam hal ini. Meskipun terdapat ketidaksepakatan dalam hal Perjamuan Kudus, Musyawarah Marburg membuka jalan bagi penandatanganan Pengakuan Iman Augsburg, dan bagi pembentukan Liga Schmalkaldis pada tahun berikutnya oleh para bangsawan Protestan terkemuka seperti Johann dari Sachsen, Philipp dari Hessen, dan Georg, Markgraf Brandenburg-Ansbach.
“[173] Namun, meski tampaknya kontradiktif, ia juga menulis dalam karyanya di kemudian hari bahwa akal manusia “berusaha untuk tidak melawan iman, ketika dicerahkan, bahkan lebih menggiatkan dan memajukannya”,[174] sehingga klaim-klaim bahwa ia seorang fideis menjadi bahan perdebatan. Saat berlangsungnya Musyawarah Marburg, Suleiman I sedang mengepung Wina dengan sepasukan Utsmaniyah (Ottoman) berkekuatan besar.
[175] Luther pernah menentang perlawanan terhadap orang-orang Turki dalam Penjelasan 95 Tesis karyanya tahun 1518, menyerukan untuk menerima kekalahan tanpa melawan mereka. [177] Di sisi lain, selaras dengan doktrin dua kerajaan yang dicetuskannya, Luther mendukung perang non-religi melawan orang-orang Turki.
[180] Bagaimanapun, ia menjelaskan bahwa perang rohani melawan iman orang asing dilakukan secara tersendiri, untuk dilancarkan melalui doa dan pertobatan.
Luther kemudian memproduksi beberapa pamflet kritis tentang yang disebutnya “Mohammedanisme” ataupun “si Turki” (Türken).
[183] Kendati Luther menganggap “si Turki” sebagai “suatu alat dari Iblis”,[184] ia bersikap tidak acuh terhadap praktiknya: “Biarlah si Turki percaya dan hidup sebagaimana ia kehendaki, sama seperti orang membiarkan kepausan dan orang Kristen palsu lainnya hidup. “[185] Pada 1542, Luther membaca suatu Al-Qur’an (kitab suci dari keimanan “si Turki”) terjemahan Latin yang “diterjemahkan dengan buruk”,[186] kemudian ia menentang pelarangan publikasinya dan menginginkannya agar diekspos untuk dicermati.
Tesis-tesis tersebut menegaskan bahwa hukum tidak lagi untuk diajarkan kepada orang-orang Kristen, namun sekadar dimiliki oleh balai kota. Di sisi lain, Luther juga menunjukkan bahwa Sepuluh Perintah Allah – bila dipandang bukan sebagai penghakiman Allah yang menghukum tetapi sebagai satu ungkapan kehendak kekal-Nya akan hukum kodrat – juga secara positif mengajarkan bagaimana seharusnya orang Kristen hidup. Sepuluh Perintah Allah, dan permulaan dari hidup baru orang-orang Kristen yang dianugerahkan kepada mereka melalui sakramen baptisan, merupakan suatu pengindikasian saat ini akan kehidupan bagaikan malaikat di surga yang dialami orang-orang Kristen di tengah-tengah kehidupan ini. [199] Oleh karena itu, ajaran Luther seputar Sepuluh Perintah Allah dikatakan memiliki implikasi-implikasi eskatologis yang jelas, yang bagi Luther tidak mendorong pelepasan dunia sehari-hari tetapi mengarahkan orang Kristen untuk melayani sesama dalam panggilan hidup sehari-hari di dalam dunia ini. Sejak bulan Desember 1539, Luther menjadi terlibat dalam kasus bigami Philipp I, Landgraf Hessen, yang ingin menikahi salah seorang dari wanita-wanita asisten pribadi istrinya. Philipp meminta persetujuan Luther, Melanchthon, dan Bucer, dengan menyitir poligami para patriark dalam Perjanjian Lama sebagai satu preseden.
[200] Akibatnya, pada 4 Maret 1540, Philipp menikahi istri keduanya, Margarethe von der Saale, dengan Melanchthon dan Bucer di antara para saksi mereka. Namun, Philipp tidak mampu menyimpan rahasia terkait perkawinan tersebut, dan ia mengancam untuk memublikasikan nasihat Luther. “[213] Luther memberikan dukungan untuk membakar sinagoge-sinagoge, menghancurkan buku-buku doa Yahudi, melarang para rabi berkhotbah, menyita kepemilikan dan uang kaum Yahudi, serta meruntuhkan rumah-rumah mereka, sehingga “cacing-cacing beracun” itu perlu melakukan kerja paksa ataupun diusir “untuk selamanya”. [214] Menurut sejarawan Robert Michael, kata-kata Luther “Kita bersalah bila tidak membunuh mereka” merupakan suatu persetujuan untuk melakukan pembunuhan. Sepanjang tahun 1580-an, terjadi kerusuhan-kerusuhan yang menyebabkan pengusiran orang-orang Yahudi dari beberapa negara Lutheran Jerman. Luther merupakan penulis yang paling banyak dibaca karyanya dari generasinya, dan di Jerman ia beroleh status seorang nabi.
Menurut Michael, hampir semua buku anti-Yahudi yang dicetak dalam periode Reich Ketiga berisikan referensi-referensi dan kutipan-kutipan dari Luther. [223] Kota Nürnberg (Nuremberg) menyajikan satu edisi pertama |Tentang Kaum Yahudi dan Kebohongan-Kebohongan Mereka kepada Julius Streicher, editor surat kabar Nazi Der Stürmer, bertepatan dengan hari ulang tahunnya pada 1937; surat kabar tersebut mendeskripsikannya sebagai risalah anti-Semit yang paling radikal yang pernah diterbitkan. Pada 17 Desember 1941, tujuh konfederasi regional gereja Protestan mengeluarkan suatu pernyataan yang menyetujui kebijakan memaksa orang-orang Yahudi untuk mengenakan lencana kuning, “karena setelah pengalamannya yang pahit Luther telah menyarankan langkah-langkah pencegahan terhadap kaum Yahudi dan pengusiran mereka dari wilayah Jerman.” Menurut Daniel Goldhagen, seorang uskup Protestan terkemuka bernama Martin Sasse memublikasikan suatu ringkasan dari tulisan-tulisan Luther sesaat setelah peristiwa Kristallnacht, yang karenanya Diarmaid MacCulloch, Profesor Sejarah Gereja di Universitas Oxford, berpendapat bahwa tulisan Luther merupakan suatu “cetak biru”.
Menurutnya, bangsa Jerman seharusnya mengindahkan perkataan “antisemit pada masanya, pemberi peringatan dalam bangsanya terhadap kaum Yahudi. Perdebatan di kalangan akademisi seputar pengaruh Luther berpusat pada pertanyaan apakah anakronistik memandang karyanya sebagai pelopor antisemitisme rasial Nazi.
Beberapa akademisi melihat bahwa pengaruh Luther terbatas, dan penggunaan karyanya oleh Nazi bersifat oportunistik. [229] Uwe Siemon-Netto senada dengannya, dengan alasan bahwa itu karena Nazi telah menganut pandangan anti-Semit sehingga mereka menghidupkan kembali karya Luther. Beberapa akademisi, seperti Mark U. Edwards dalam buku Luther’s Last Battles: Politics and Polemics 1531–46 (1983) karyanya, mengemukakan bahwa karena pandangan-pandangan Luther yang semakin antisemitik berkembang selama tahun-tahun kesehatannya memburuk, terdapat kemungkinan kalau pandangan-pandangannya itu setidaknya sebagian dihasilkan dari suatu keadaan pikiran. [239] Hasil lainnya diperlihatkan oleh Profesor Richard (Dick) Geary, mantan Profesor Sejarah Modern di Universitas Nottingham, Inggris, dan penulis buku Hitler and Nazism (Routledge 1993), yang menerbitkan suatu artikel dalam majalah History Today berupa hasil penelitian atas tren pemilihan di Jerman Weimar antara tahun 1928 dan 1933. [240] Jorg L. Spenkuch dan Philipp Tillmann, berdasarkan suatu pendekatan yang digunakan dalam penelitian mereka, memperkirakan bahwa rasio penganut Protestan dibanding Katolik di antara para pemilih NSDAP sekitar 8 banding 1, relatif terhadap rasio populasi yang hanya 2 banding 1. Tahun-tahun pergulatan dengan Roma, antagonisme dengan dan di antara sesamanya para reformis, serta skandal yang terjadi akibat insiden bigami Philipp I, Landgraf Hessen, yang di dalamnya Luther memainkan suatu peran utama, semuanya mungkin berkontribusi terhadap kesehatannya.
Pada 1536, ia mulai menderita penyakit batu ginjal dan kandung kemih, artritis, serta suatu infeksi telinga yang membuat satu gendang telinganya pecah. Khotbah terakhirnya ia sampaikan di Eisleben, tempat kelahirannya, pada 15 Februari 1546, tiga hari menjelang wafatnya. Mata pencaharian mereka terancam oleh Graf Albrecht dari Mansfeld yang menjadikan industri tersebut berada di bawah kendalinya sendiri.
Dikatakan bahwa kontroversi yang terjadi melibatkan empat graf Mansfeld: Albrecht, Philipp, Johann Georg, dan Gebhard.
Semua orang yang berdiri di sekitar tempat tidurnya kelak memberi kesaksian bahwa ia menjawab “ya” dengan jelas. Suatu serangan stroke menghentikan ucapan Luther ketika itu, dan ia wafat tidak lama kemudian pada pukul 2:45 tanggal 18 Februari 1546, dalam usianya yang ke-62, di Eisleben, kota kelahirannya.
Makam Philipp Melanchthon, rekan Luther dan sesamanya reformis, juga bertempat di Gereja Semua Orang Kudus (yang lazim dikenal sebagai Schlosskirche). [258] Dikatakan bahwa Luther sebenarnya wafat di Markt 56, sekarang merupakan lokasi Hotel Graf von Mansfeld .
Cetakan-cetakan gips dari wajah dan tangan Luther saat wafatnya, dipamerkan dalam Gereja Pasar di Halle. Antara tahun 1500 dan 1530, karya-karya tulis Luther merepresentasikan seperlima dari semua materi yang dicetak di Jerman. Martin Luther dihormati dengan beragam cara oleh tradisi-tradisi Kristen yang lahir secara langsung dari Reformasi Protestan, yaitu Lutheranisme, Reformed, dan Anglikanisme. Berbagai daerah di dalam wilayah Jerman yang dikunjungi oleh Martin Luther sepanjang hidupnya memperingatinya dengan memorial-memorial setempat.
Mansfeld terkadang disebut Mansfeld-Lutherstadt, kendati pemerintah negara bagian belum memutuskan untuk menggunakan awalan Lutherstadt dalam nama resminya. Hari Reformasi diadakan untuk memperingati publikasi 95 Tesis pada tahun 1517 oleh Martin Luther, dan secara historis dianggap penting dalam eksistensi Eropa setelahnya.
1983: Martin Luther: An Eye on Augsburg , film yang didanai oleh Distrik Illinois Utara dari LCMS dengan Pdt.
Be First to Comment