Press "Enter" to skip to content

Lagu Liturgi Katolik

Dalam rangka mengerti kekhasan musik liturgi baiklah lebih dahulu kita memahami arti dari istilah-istilah lain itu dan hubungannya dengan musik-liturgis. Baik melodi maupun teksnya mengungkapkan pengalaman rohani yang diterima oleh orang beriman dari berbagai agama.

Karena itu sekedar untuk membedakan musik-suci dari musik-liturgis, menurut Gelineau (Voices and Instruments in Christian Worship: Principles, Laws, Applications, Collegeville: The Liturgical Press, 1964) musik-suci dalam arti tertentu mengacu pada semua macam musik yang inspirasinya atau maksud dan tujuan serta cara membawakannya mempunyai hubungan dengan iman Gereja. Sebagai bagian utuh dari liturgi, musik-liturgi itu merupakan doa dan bukan sekedar suatu ekspresi seni yang jadi bahan tontonan.

Oleh karena itu Gereja mewarisi pandangan bahwa orang yang menyanyi dengan baik sebenarnya berdoa dua kali (si bene cantat bis orat). Memberikan aplaus kepada si pemazmur atau solist karena suaranya yang bagus lebih merupakan bagian dari suatu acara panggung pertunjukan. Padahal ketika imam menyanyikan Prefasi atau Kisah Institusi dalam Doa Syukur Agung dengan suara yang bagus tidak diberi aplaus. Pertimbangan yang sama dapat kita pakai untuk menilai kebiasaan koor menyanyikan semua lagu selama perayaan liturgis. Kalau dari awal sampai akhir semua nyanyian dibawakan hanya oleh koor, meskipun semuanya sangat mempesona, sebetulnya telah mengurangkan maknanya sebagai musik/nyanyian liturgis. Akan tetapi perlu kita waspadai kecenderungan menggunakan nyanyian-nyanyian baru itu tanpa peduli pada proses untuk “menjadi milik besama” dari Gereja, apalagi kalau yang jadi patokan utama adalah rasa suka, tertarik, tersentuh tanpa mengindahkan persyaratan liturgis. Maka serta merta kita mencari dan membawakan musik/nyanyian baru dalam liturgi, tetapi tanpa pertimbangan atau seleksi. Dengan demikian dapat terjadi bahwa kita menggunakan musik/nyanyian yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan untuk perayaan liturgis.

Dalam proses ini Gereja melihat betapa pelunya membuat latihan untuk menguasai dan menghayati musik/nyanyian bersama sebagai nyanyian dari hati, nayanyian yang mempengaruhi seluruh pribadi peraya. Baiklah kita waspadai nyanyian-nyanyian yang mengorbankan ketepatan dan kebenaran iman demi mempertahankan suatu melodi. Kalau prinsip “melodi melayani teks” diperhatikan, maka ketepatan dn kebenaran teks-teks liturgis juga dapat lebih dijamin. Ditulis oleh: Romo Bernardus Boli Ujan SVD (Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Komisi Liturgi KWI tahun 2002-2008)

Tulisan ini pernah dimuat sebagai artikel dalam Majalah Bulanan Kristiani INSPIRASI, Lentera Yang Membebaskan, No 24, Tahun II Agustus 2006, hlm 27-29.

Jenis Musik Liturgi

Hal ini ditegaskan dalam artikel 116 Konstitusi Liturgi alinea pertama, yakni bahwa: Maka dari itu bila tiada pertimbangan-pertimbangan yang lebih penting, nyanyian Gregorian hendaknya diutamakan dalam upacara-upacara Liturgi ”. Namun pada abad pertengahan, Paus Gregorius Agung secara resmi memperhatikan musik Gereja dengan mengumpulkan melodi-melodi yang sudah dipakai di berbagai Gereja dan membentuk suatu kumpulan nyanyian resmi dalam ibadat umat dengan sistematika berdasarkan tahun liturgis.

Sebagai tanda peringatan akan jasa Paus Gregorius Agung, maka nyanyian monofoni itu dinamakan ‘Gregorian’.

Nyanyian ini diartikan pula sebagai mistik doa Gereja yang diekspresikan dalam nuansa monofon. “ Gregorian adalah lagu ibadat Kristiani tertua.” Lihat Adolf Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja Jilid I (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1991), h. 399. Tangga nada ini diperkenalkan oleh seorang musisi dari biara St. Amand, yakni Haubald (840-930) dalam bukunya “The Harmonica Institutione” (Pengajaran Ilmu Harmoni). Ada delapan tangga nada dalam musik Gregorian yang disusun menurut teori modalitet Haubald, antara lain: doris, frigis, lidis, miksolidis, hipopodoris, hipofrigis, hipolidis, hipomiksolidis.

Nuansa setiap lagu justru yang menjadikan musik Gregorian sering dirasa selaras dengan jiwa perayaan liturgis.

Dinamika suasana yang diciptakan oleh sifat tangga nada tersebut, menjadikan musik Gregorian indah dan menawan dalam ritus-ritus peribadatan Gereja Katolik.

Bentuk-bentuk modus ini dipakai sesuai dengan suasana perayaan liturgi, baik meriah maupun meditatif. Dalam seni musik modern, kini dikenal dua prinsip susunan gerakan, yaitu birama dan irama.

“ Gregorian adalah lagu ibadat Kristiani tertua.” Lihat Adolf Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja Jilid I (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1991), h. 399. Keindahan musik Gregorian juga ditunjang oleh bahasa Latin yang mempunyai keistimewaan dalam hal aksentuasi. Pada frase lagu Gregorian terdapat istilah sastra klasik yang disebut arsis dan tesis. Arsis adalah alunan melodi yang naik di mana nada-nada makin diangkat sampai mencapai puncak ketinggian. Sedangkan tesis adalah alunan melodi yang turun di mana nada-nada seolah-olah makin tenang mencapai tempat istirahat. Kedua, gaya melismatis, di mana satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa not. Selingan ini menjadi loncatan ke suku kata berikutnya, dengan susunan kelompok nada dalam bentuk yang lain lagi. “ Gregorian adalah lagu ibadat Kristiani tertua.” Lihat Adolf Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja Jilid I (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1991), h. 399.

Giovani Perluigi seorang komponis dari Palestrina (1515-1594) adalah perintis tentang musik polifoni dengan membuat aransemen melodi yang banyak, sehingga setiap nada atau titik (point) bergerak secara mandiri atau berlawanan, di sinilah lahir ‘teori kontrapun’. Konsili Trente menekankan bahwa Gereja melarang penggunaan nada-nada lagu sekular untuk musik keagamaan, dan mengharuskan agar kata-kata dalam setiap lagu harus ditonjolkan dan dibuat mudah dipahamai umat. Maka, di akhir abad XVII, musik liturgi dikomposisi dengan aransemen orkestrasi yang dinilai mampu mendorong umat kepada kehidupan devotif yang mendalam dengan berbasiskan teks Kitab Suci. Sampai saat ini musik klasik Gerejawi sering digunakan khususnya dalam perayaan-perayaan besar.

Selain itu juga musik klasik menjadi sangat berkesan karena diciptakan dalam situasi di mana manusia abad ke-18 merasakan kesatuan dengan dunia (kosmos), dan berada dalam harmoni dengan sesama, bukan berdasarkan agama tetapi berdasarkan humanisme yang dipengaruhi oleh para filsuf eksistensial abad ke-18 seperti Kant, Hegel dan Ashopenhauer. Pada zaman klasik tersebut, iman terbuka untuk dunia maka semua unsur yang dapat memperlihatkan sikap terbuka ini diangkat ke dalam musik gereja (musik klasik gerejawi), sehingga musik tersebut memiliki daya mistik dan bahkan memiliki efek psikologis yang berguna untuk ketenangan hati dan kejernihan budi. Kata ini kemudian dipakai secara populer dalam konteks liturgi Gereja Katolik. Dalam bukunya yang berjudul ‘Penyesuaian Liturgi dalam Budaya’ , Anscar Chupungco menulis bahwa sebuah inkulturasi bila dilaksanakan dengan tepat, merupakan sarana yang ideal untuk mengkristenkan segenap kebudayaan.

Jadi Konsili Vatikan II telah menjamin unsur-unsur hakiki dari ibadat Kristen dalam rangka memantapkan pertumbuhannya yang homogen.40 39 dan 40.42 Maka dari itu dalam pendidikan musik bagi para misionaris hendaknya sungguh diusahakan, supaya mereka sedapat mungkin mampu mengembangkan musik tradisional bangsa-bangsa itu di sekolah-sekolah maupun dalam ibadat. Hal inipun didasarkan pada iman akan misteri inkarnasi, sehingga segala unsur kebudayaan termasuk di dalamnya adalah musik-musik tradisi mendapat ‘bobot kudus’ dengan menyatu dalam sebuah perayaan liturgi.

PERPUSTAKAAN STFT WIDYA SASANA

Lewat musik, manusia mengungkapkan dan menyalurkan perasaannya: sukacita, gembira,duka, sedih, syukur, pujian, permohonan, dll. Dalam membaharui liturginya, para bapa Gereja mewariskan kekayaan-kekayaan musik liturgi yang bermutu tinggi. Ekaristi merupakan salah satu perayaan yang ada dalam liturgi Gereja. Dalam perayaan ekaristi, musik liturgi memberikan perannya sebagai sarana memuliakan Allah dan darinya umat beriman memperoleh keselamatan.

Lewat nyanyian yang ada dari pembuka hingga penutup, umat memuliakan Allah; lewat karunia sakramen ekaristi (Tubuh dan Darah Kristus), umat beriman diselamatkan.

Lagu Misa Transeamus Lengkap Teks Full Musik Liturgi Katolik

UTARA TIMES – Inilah lirik lagu Misa Transeamus lengkap teks full musik Liturgi Katolik. Lagu Misa Transeamus yang merupakan salah satu musik Liturgi Katolik dibawakan pada saat ibadah tersebut berlangsung.

Inilah Lagu Misa Persembahan

Lirik lagu Misa, Persembahan, musik Liturgi Katolik dapat dibawakan saat ibadah sedang berlangsung. Baca Juga: Jadwal dan Harga Tiket Bioskop yang Tayang di XXI CSB Mall Cirebon Hari Ini Sabtu 7 Mei 2022, Cek Disini!

Bagaimana Memilih Lagu Liturgi

Berdasarkan pengalaman kita semua tahu bahwa musik mempunyai jiwa dan kekuatan. Kita bisa meneteskan air mata karena mendengar suara musik yang begitu menyentuh dlsb. Tujuan Musik Liturgi yakni untuk memuliakan Allah dan menguduskan kaum beriman. Kesatuan umat beriman dapat dicapai secara lebih mendalam berkat perpaduan suara (unitatif) 3.

Seluruh perayaan mempralambangkan secara lebih jelas liturgi surgawi yang dilaksanakan di kota suci Yerusalem baru (eskatologis) Selaras dengan hakekat masing-masing bagian dan tidak menghalangi partisipasi aktif dari umat.

Peran musik dalam liturgi sangat luas, maka kita mengambil Perayaan Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak seluruh hidup kristiani. Nyanyian Perarakan Berkaitan dengan “menyambut”simbol kehadiran Kristus, meningkatkan kesadaran akan persekutuan, ada antiphon khusus dalam Misale Romawi.

a. Kyrie (Tuhan Kasihanilah Kami) b. Gloria (Kemuliaan) c. Doa Tuhan “Bapa Kami” (+ ajakan dan embolisme Imam serta doksologi Jemaat atau + tanpa embolisme) d. Agnus Dei (Anak Domba Allah): Pemecahan Roti e. Credo (Aku Percaya)

Nyanyian Tambahan Tanpa tuntutan teks / ritus khusus (boleh koor saja) a. Persiapan Persembahan b. Madah / Doa Syukur sesudah komuni c. Penutup / Perarakan keluar d. Litani

Menghantar umat masuk ke dalam suasana misteri iman yang dirayakan pada liturgi tersebut 2. Membina kesatuan umat dan menghantar umat masuk ke dalam misteri Ekaristi Suci yang sedang disiapkan Pada persiapan persembahan, pengiring dapat memainkan instrumen secara lembut, untuk menciptakan suasana hening.

Berfungsi meneguhkan persaudaraan, mempersatukan umat lahir dan batin sebagai tubuh Kristus 2. Membina suasana doa bagi umat yang baru berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam komuni 3.

Menjadi ungkapan kegembiraan dalam persatuan dengan Kristus dan pemenuhan misteri yang baru dirayakan 5. Kalau doa ini dinyanyikan dalam bahasa Latin, hendaknya dipakai lagu yang sudah disahkan; tetapi kalau dinyanyikan dalam bahasa pribumi, gubahan tersebut haruslah disahkan oleh pimpinan gereja setempat yang berwewenang.

Prinsipnya, lagu doa Bapa Kami yang boleh digunakan dalam liturgi ialah: 1. Hendaknya salam damai dinyanyikan dalam suasana gembira, spontan ramah dan hormat. Berhubung liturgi sendiri merupakan perayaan bersama, maka nyanyian itu harus melayani kebutuhan semua umat beriman yang sedang berliturgi. Setiap nyanyian mempunyai peranan masing-masing, namun tidak berarti bahwa semuanya harus dinyanyikan, meskipun itu Perayaan Ekaristi meriah.

Sasana Widya Musik Gereja “MAGNIFICAT”, Jl Pakis Tirtosari XIII / 45 Surabaya, Phone / Fax: (031) 5621023; e-mail: [email protected]

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.