Press "Enter" to skip to content

Ekaristi Sakramen Mahakudus

Perarakan Sakramen Maha Kudus dalam rangka Kongres Ekaristi Keuskupan Charlotte tahun 2005 Sakramen Maha Kudus ditakhtakan di atas altar utama gereja Santa Cruz, Manila Sakramen Maha Kudus boleh disambut oleh umat Katolik, yang telah menjalani upacara Komuni Pertama, sebagai bagian dari liturgi Ekaristi dalam misa.

Upacara yang berkaitan dengan penakhtaan Sakramen Maha Kudus antara lain doa berkat dan adorasi Ekaristi.

Menurut teologi Katolik, hosti yang telah dikonsekrasi bukan lagi merupakan roti, tetapi tertransubstansiasi menjadi tubuh, darah, jiwa, dan keilahian Kristus. Sebelumnya peneguhan sidi merupakan prasyarat umum untuk menyambut Sakramen Maha Kudus, tetapi kini banyak provinsi gerejawi mengizinkan semua orang yang sudah dibaptis untuk menyambut selama yang bersangkutan sehaluan dengan gereja Anglikan dan sudah menjalani upacara Sambut Baru.

Meskipun demikian, banyak paroki menyelenggarakan ibadat devosi kepada Sakramen Maha Kudus. Sebagian besar gereja dalam rumpun Lutheran mewajibkan warga jemaatnya untuk menjalani katekisasi praperjamuan kudus perdana (atau menjalani Peneguhan Sidi) untuk dapat dibenarkan mengambil bagian dalam perjamuan kudus.

Di gereja-gereja Lutheran yang masih menyelenggarakan perayaan Corpus Christi, monstrans dipakai untuk mewadahi Sakramen Maha Kudus dalam ibadat pemberkatan Sakramen Maha Kudus, sama seperti di Gereja Katolik.

Seorang hamba Tuhan mengunjukkan piala dalam upacara perjamuan Ekaristi gereja Metodis Sehubungan dengan teologi Ekaristi gereja Metodis, Katekismus untuk dipergunakan oleh orang-orang yang disebut umat Metodis menegaskan bahwa “[di dalam perjamuan Ekaristi] Yesus Kristus hadir di tengah-tengah umatnya yang sedang beribadat, dan memberi dirinya sendiri kepada mereka selaku Tuhan dan Juru Selamat mereka”. Gereja Metodis mengamalkan Meja Terbuka, yakni mengundang semua orang Kristen yang sudah dibaptis untuk menyambut Komuni Suci.

Sakramen Maha Kudus — Google Arts & Culture

Pesta orang Portugis terbesar di dunia, yang diselenggarakan di New Bedford, Massachusetts, untuk memuliakan Sakramen Maha Kudus, mendatangkan lebih dari 100.000 pengunjung setiap tahun.

Sakramen Ekaristi (Gereja Katolik)

Santo Paulus mengimplikasikan suatu identitas antara roti dan anggur Ekaristi yang terlihat dengan tubuh dan darah Kristus ketika ia menulis: “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Selain itu, dan dengan cara yang unik, dalam satu doa yang diajarkan oleh Yesus, yaitu Doa Bapa Kami, kata sifat epiousios—yang tidak ditemukan di tempat lain dalam literatur Yunani Klasik—apabila diurai secara linguistis berarti (roti) “super-substansial” (epi-ousios, melampaui substansinya), dan ditafsirkan sebagai rujukan kepada Roti Hidup, yaitu Ekaristi. Laporan-laporan mengenai pelayanan Ekaristi yang tercantum dalam Perjanjian Baru sering kali ditunjukkan dengan frasa “Pemecahan Roti”, kendati tidak selalu demikian. Pada zaman ketika kebanyakan umat Kristen belum terpelajar, penggambaran visual semacam itu menjadi dikenal sebagai Biblia pauperum, atau Alkitab kaum miskin. Alkitab itu sendiri utamanya sebuah buku liturgis yang digunakan saat Misa, dihias sangat indah dengan tangan (“beriluminasi”), dan biaya produksinya mahal. Santo Thomas Aquinas mengajarkan bahwa pratanda yang paling jelas dalam Perjanjian Lama mengenai aspek tanda dari Ekaristi adalah tindakan Melkisedek dalam Kejadian 14:18, bahwa semua pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian, merupakan pratanda dari kandungan sakramen ini, yakni Kristus sendiri yang dikurbankan bagi manusia. Santo Thomas juga mengatakan bahwa manna merupakan suatu pratanda khusus dari efek sakramen ini sebagai rahmat, namun ia mengatakan kalau anak domba paskah merupakan figur luar biasa Ekaristi dalam ketiga aspek tanda, kandungan, dan efek. Mengenai pratanda pertama Perjanjian Lama yang disebutkan St. Thomas, tindakan Melkisedek membawa roti dan anggur untuk Abraham, sejak zaman Klemens dari Aleksandria (ca.

Pratanda kedua yang disebutkan St. Thomas adalah dari pengurbanan-pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian. Manna yang memberi makan bangsa Israel di padang gurun juga dipandang sebagai simbol Ekaristi. Melalui penguraian linguistis, Santo Hieronimus menerjemahkan “ἐπιούσιον” (epiousios) dalam Doa Bapa Kami sebagai “supersubstantialem” pada Injil Matius, dan karenanya Alkitab Douay-Rheims menuliskan supersubstantial bread (“roti yang melampaui substansinya”). Namun, pada Injil Lukas, ia menggunakan kata “cotidianum” (“sehari-hari”), dan diikuti oleh kebanyakan versi Alkitab berbahasa Inggris dengan menuliskan daily bread (“roti harian”).

Sementara dalam Alkitab LAI Terjemahan Baru tertulis “makanan … yang secukupnya” dan Doa Bapa Kami versi Katolik di Indonesia menggunakan ungkapan “rezeki pada hari ini”. “Setiap hari Sabat [roti itu harus diatur demikian] di hadapan TUHAN; itulah dari pihak orang Israel suatu kewajiban perjanjian untuk selama-lamanya.”

(Imamat 24:5-9) Sejak zaman Origenes, sejumlah teolog telah melihat “roti sajian” itu sebagai pratanda Ekaristi yang dideskripsikan dalam Lukas 22:19. Keyakinan tersebut berkenaan dengan apa yang berubah (yaitu substansi roti dan anggur), bukan bagaimana perubahan itu terjadi.

Kendati tampilannya, yang disebut dengan istilah filosofis aksiden, dapat dicerna oleh pancaindra, substansinya tidak. Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus mengatakan: “Inilah tubuh-Ku”, apa yang Ia pegang di tangan-Nya memiliki keseluruhan tampilan roti.

Karena alasan ini maka dilakukan penyimpanan elemen-elemen yang telah dikonsekrasi, umumnya dalam sebuah tabernakel gereja, untuk pemberian Komuni Kudus kepada orang sakit dan menghadapi ajal, serta juga untuk tujuan sekunder, namun masih sangat dianjurkan, yaitu memuja Kristus yang hadir dalam Ekaristi. Beberapa orang mengemukakan gagasan bahwa transubstansiasi merupakan suatu konsep yang hanya dapat dipahami dalam konteks filsafat Aristotelian.

Namun, penggunaan yang paling awal diketahui atas istilah “transubstansiasi” untuk mendeskripsikan perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu oleh Hildebertus dari Lavardin, Uskup Agung Tours (wafat tahun 1133) pada sekitar tahun 1079, jauh sebelum kalangan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. (Universitas Paris baru didirikan antara tahun 1150-1170) Istilah “substansi” (substantia) sebagai realitas atau kenyataan dari sesuatu digunakan sejak abad-abad awal Kekristenan Latin, misalnya ketika mereka menyatakan bahwa Putra memiliki “substansi” yang sama (consubstantialis) seperti Bapa. Imam Katolik Roma di Sisilia membagikan Ekaristi kepada seorang anak saat Komuni Kudus pertamanya. “Dengan alasan Tahbisan suci mereka, para pelayan biasa Komuni Kudus adalah Uskup, Imam, dan Diakon, yang memilikinya untuk melayankan Komuni Kudus kepada para anggota awam dari umat beriman Kristus pada saat perayaan Misa.

“Para pelayan luar biasa Komuni Kudus” tidak untuk disebut “para pelayan Ekaristi”, sekalipun yang luar biasa,[27] karena sebutan demikian akan menyiratkan bahwa mereka juga, entah bagaimana caranya, mentransubstansiasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. “[28] “Hanya bila ada suatu kebutuhan para pelayan luar biasa dapat membantu Imam selebran sesuai dengan norma hukum.

Salah satu aturan bagi umat Katolik yang menjadi anggota Gereja Latin menyebutkan: “Seseorang yang akan menerima Ekaristi Mahakudus harus berpantang dari segala macam makanan dan minuman, kecuali air semata dan obat-obatan, sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni kudus.

Tetapi, Ekaristi Mahakudus dapat diberikan kepada anak-anak dalam bahaya maut apabila mereka mampu membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa dan menerima komuni dengan hormat” (KHK 1983, Kan.

Dalam Gereja Katolik Timur, Ekaristi dilayankan kepada para bayi segera setelah mereka menerima Sakramen Baptis dan Penguatan (Krismasi). “Komuni Kudus memiliki bentuk yang lebih penuh sebagai suatu tanda apabila disambut dalam dua rupa.

“Uskup Diosesan juga diberikan wewenang untuk mengizinkan Komuni dua rupa kapan saja dipandang tepat kepada Imam yang kepadanya dipercayakan suatu komunitas sebagai gembalanya. Sejak abad ke-20 akhir, banyak Konferensi Episkopal yang mengizinkan komunikan (sesuai pertimbangan yang bijaksana dari masing-masing pribadi) menerima Hosti di tangan, kecuali ketika Komuni diberikan dengan cara intinksi (mencelupkan sebagian Hosti dalam Piala sebelum menerimakannya). Para pelayan Katolik menerimakan Sakramen Tobat, Ekaristi, dan Pengurapan Orang Sakit secara licit kepada anggota-anggota dari Gereja-Gereja Timur yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik apabila mereka memintanya atas kemauan sendiri dan memiliki disposisi yang layak. [47][49] Dilakukan juga suatu pengumpulan materiil untuk membantu para janda dan anak yatim serta mereka yang membutuhkan karena berbagai alasan seperti penyakit. Demikian pula, Santo Ambrosius dari Milan membantah keberatan-keberatan terhadap ajaran ini, dengan menulis, “Kamu mungkin dapat mengatakan: ‘Rotiku adalah [roti] biasa.’ Ia menggunakannya untuk menanggapi Berengarius dari Tours, yang menyatakan bahwa Ekaristi hanya bermakna simbolis.

Peristiwa tersebut terjadi jauh hari sebelum belahan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. Upaya yang dilakukan oleh beberapa teolog Katolik abad ke-20 untuk menyajikan perubahan Ekaristis sebagai suatu perubahan makna atau signifikansi (transignifikasi, dan bukan transubstansiasi) ditolak oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965 dalam surat ensiklik Mysterium fidei. Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia tertanggal 17 April 2003, Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa segala kewenangan para uskup dan imam utamanya merupakan suatu fungsi dari panggilan mereka untuk merayakan Ekaristi. Devosi ini meliputi sejumlah praktik yang dilakukan pada hari Jumat pertama selama 9 bulan berturut-turut.

Pada hari-hari tersebut, mereka yang mempraktikkan devosi ini menghadiri Misa Kudus dan menerima komuni. [52] Dalam banyak komunitas Katolik dianjurkan praktik meditasi Jam Suci selama Penakhtaan Sakramen Mahakudus setiap hari Jumat Pertama.

Bagian tersebut berisi teks-teks khusus untuk perayaan Pembaptisan, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Tahbisan, dan Perkawinan di dalam Misa, mengecualikan Pengakuan Dosa (Tobat atau Rekonsiliasi) sebagai satu-satunya sakramen yang tidak dirayakan di dalam Perayaan Ekaristi. Terdapat juga teks-teks perayaan Misa untuk Profesi Religius, Pemberkatan Gereja, dan sejumlah ritus lainnya.

Hosti ditakhtakan dalam monstrans , diapit oleh lilin-lilin, dan para putra altar melakukan adorasi sambil berlutut. Penakhtaan Ekaristi adalah praktik menampilkan hosti yang telah dikonsekrasi di atas altar dalam sebuah Monstrans. Adorasi Ekaristi adalah suatu ungkapan devosi dan penyembahan kepada Kristus, yang diyakini benar-benar hadir. [55] Dari perspektif teologis, adorasi merupakan salah satu bentuk latria, berdasarkan pada ajaran tentang kehadiran Kristus dalam Hosti Terberkati.

[66] Pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus tanggal 2 Juni 1991, Dewan Kepausan untuk Kaum Awam mengeluarkan pedoman khusus yang mengizinkan adorasi abadi di paroki-paroki. Sejak Abad Pertengahan, praktik adorasi Ekaristi di luar perayaan Misa telah digalakkan oleh para paus. [67] Dalam Ecclesia de Eucharistia, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa, “Penyembahan Ekaristi di luar Misa mengandung nilai tak terhingga bagi kehidupan Gereja. … Adalah tanggung jawab para pastor untuk mendorong praktik adorasi Ekaristi dan penakhtaan Sakramen Mahakudus, juga melalui kesaksian pribadi mereka. [69] Paus Benediktus XVI menetapkan agar disediakan lima tempat untuk melakukan adorasi abadi bagi umat awam di kelima distrik Keuskupan Roma.

Sakramen Maha Kudus

Perarakan Sakramen Maha Kudus dalam rangka Kongres Ekaristi Keuskupan Charlotte tahun 2005 Sakramen Maha Kudus ditakhtakan di atas altar utama gereja Santa Cruz, Manila Sakramen Maha Kudus boleh disambut oleh umat Katolik, yang telah menjalani upacara Komuni Pertama, sebagai bagian dari liturgi Ekaristi dalam misa. Upacara yang berkaitan dengan penakhtaan Sakramen Maha Kudus antara lain doa berkat dan adorasi Ekaristi.

Menurut teologi Katolik, hosti yang telah dikonsekrasi bukan lagi merupakan roti, tetapi tertransubstansiasi menjadi tubuh, darah, jiwa, dan keilahian Kristus. Sebelumnya peneguhan sidi merupakan prasyarat umum untuk menyambut Sakramen Maha Kudus, tetapi kini banyak provinsi gerejawi mengizinkan semua orang yang sudah dibaptis untuk menyambut selama yang bersangkutan sehaluan dengan gereja Anglikan dan sudah menjalani upacara Sambut Baru.

Meskipun demikian, banyak paroki menyelenggarakan ibadat devosi kepada Sakramen Maha Kudus. Sebagian besar gereja dalam rumpun Lutheran mewajibkan warga jemaatnya untuk menjalani katekisasi praperjamuan kudus perdana (atau menjalani Peneguhan Sidi) untuk dapat dibenarkan mengambil bagian dalam perjamuan kudus. Di gereja-gereja Lutheran yang masih menyelenggarakan perayaan Corpus Christi, monstrans dipakai untuk mewadahi Sakramen Maha Kudus dalam ibadat pemberkatan Sakramen Maha Kudus, sama seperti di Gereja Katolik.

Seorang hamba Tuhan mengunjukkan piala dalam upacara perjamuan Ekaristi gereja Metodis

Sehubungan dengan teologi Ekaristi gereja Metodis, Katekismus untuk dipergunakan oleh orang-orang yang disebut umat Metodis menegaskan bahwa “[di dalam perjamuan Ekaristi] Yesus Kristus hadir di tengah-tengah umatnya yang sedang beribadat, dan memberi dirinya sendiri kepada mereka selaku Tuhan dan Juru Selamat mereka”. Gereja Metodis mengamalkan Meja Terbuka, yakni mengundang semua orang Kristen yang sudah dibaptis untuk menyambut Komuni Suci.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.