Menurut beberapa kitab Perjanjian Baru, Ekaristi dilembagakan oleh Yesus Kristus saat Perjamuan Malam Terakhir. Sedangkan istilah “Perjamuan Kudus”, khususnya di Indonesia, umumnya digunakan oleh kebanyakan Gereja Protestan.
[1] Namun kata “Ekaristi” tidak hanya merujuk pada ritusnya saja (Perjamuan Kudus atau Misa Kudus), tetapi juga pada roti — baik yang beragi ataupun tidak beragi — dan anggur yang dikuduskan (dikonsekrir) dalam ritus tersebut.
Kata benda Yunani εὐχαριστία (eucharistia), yang berarti “ucapan syukur”, tidaklah digunakan dalam Perjanjian Baru sebagai nama sebuah ritual.
Istilah “Perjamuan Tuhan” umumnya digunakan di kalangan Baptis, juga sebagian Methodis dan Anglikan evangelis. Komuni berasal dari bahasa Latin: communio (saling berbagi atau persekutuan), dengan menerjemahkan istilah Yunani κοινωνία (koinōnía) in 1 Korintus 10:16:
[11][12] Istilah “Misa” sendiri awalnya berasal dari bahasa Latin: missa (secara harafiah berarti pembubaran), yaitu sebuah kata yang diambil dari seruan penutup di akhir perayaan Ekaristi: Ite, missa est (di Indonesia diterjemahkan jadi: “Pergilah, kamu diutus”). Sementara istilah “Misteri Suci” (Divine Mysteries) umum digunakan untuk merujuk pada roti dan anggur yang sudah dikonsekrir. Kisah mengenai bagaimana Yesus menetapkan Ekaristi pada malam sebelum Penyaliban (Perjamuan Terakhir) dicatat dalam 4 kitab Perjanjian Baru: ketiga Injil Sinoptik (Matius 26:26-28, Markus 14:22-24, Lukas 22:17-20) dan 1 Korintus 11:23-25. St. Ignatius dari Antiokhia (hidup antara tahun 35 atau 50 — 98 atau 117), salah seorang Bapa Gereja, dalam Suratnya kepada Jemaat Smirna bab VI menyinggung mereka yang tidak mau menyambut Ekaristi karena tidak mengakuinya sebagai “daging Juruselamat kita Yesus Kristus”.
[20] Lalu dalam Surat kepada Jemaat Filadelfia bab IV, St Ignatius mengungkapkan hal serupa yang mengaitkan Ekaristi dengan Komuni Kudus. Banyak tradisi Kekristenan yang mengajarkan bahwa Yesus hadir secara istimewa dalam perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus.
[24] Sementara beberapa aliran Kekristenan lain hanya mempercayai Ekaristi sebagai suatu seremonial atau peringatan akan wafatnya Kristus. Pada umumnya kebanyakan denominasi dalam Kekristenan memandang Perjamuan Kudus atau Ekaristi sebagai sakramen. Dewan Gereja-gereja se-Dunia (“World Council of Churches”), dalam dokumen “Baptism, Eucharist and Ministry”, mencoba menyajikan pemahaman umum mengenai makna Ekaristi demi kesepahaman segenap umat Kristiani pada umumnya, yaitu sebagai: “Ucapan Syukur kepada Bapa”, “Anamnesis atau Peringatan akan Kristus”, “Epiklesis atau Seruan kepada Roh”, “Persekutuan Orang Beriman”, “Perjamuan Kerajaan Sorga”.
[27] Melalui Ekaristi, umat juga memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan serta dapat mempersembahkannya bagi mereka yang telah meninggal.
Menurut KGK 1412, konsekrasi dilakukan oleh imam dalam perayaan Ekaristi (Misa Kudus) dengan mengucapkan kata-kata “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu…. Inilah piala darah-Ku….”[27] Konsekrasi diucapkan dalam Doa Syukur Agung, di mana saat itu seorang pastor (imam) — melalui imamatnya — bertindak selaku Kristus sendiri (in persona Christi). Pastor, atau pelayan lain, kemudian akan memberikan hosti yang telah dikonsekrir kepada komunikan (penerima komuni) sambil mengatakan “Tubuh Kritus”, suatu pernyataan bahwa Tubuh Kristus yang sebenarnya dan nyata sedang akan diberikan; lalu komunikan menjawab “Amin” sebagai tanda persetujuan dan imannya.
Ritus Bizantium adalah yang paling banyak digunakan di kalangan Gereja-Gereja Timur, dan perayaan Ekaristi-nya dikenal dengan nama Liturgi Suci. [34] Sebagian Gereja Protestan lebih menekankan Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan kematian dan pengorbanan Yesus bagi umat manusia.
Ada suatu gerakan resmi dalam jemaat Lutheran yang merayakan Perjamuan Kudus mingguan, menggunakan ritus formal yang sangat mirip dengan Katolik Roma dan High Anglican; namun secara historis jemaat Lutheran umumnya merayakan Perjamuan Kudus secara bulanan atau kuartalan.
Menurut pandangan Calvinis, sesuai dengan Pengakuan Iman Westminster, roti dan anggur menjadi sarana bagi orang-orang percaya untuk mengalami persekutuan nyata dengan Kristus dalam wafat-Nya; Tubuh dan Darah Kristus hadir dengan iman mereka yang mempercayainya, sebagaimana roti dan anggur benar-benar hadir dalam panca indera mereka, tetapi kehadiran tersebut bersifat “rohani”, yang mana merupakan karya Roh Kudus. Istilah “komuni tertutup” digunakan untuk merujuk pada praktik membatasi penerimaan roti dan anggur Ekaristi atau Perjamuan Kudus hanya kepada umat yang berada dalam persekutuan penuh dengan suatu gereja partikular, denominasi, jemaat, atau aliran. Sementara istilah “komuni terbuka” adalah sebaliknya, yakni memperbolehkan semua umat Kristen yang telah dibaptis untuk menerima roti dan anggur Perjamuan.
Bahkan Gereja Katolik juga mengizinkan penerimaan komuni oleh jemaat Kristen lainnya jika ada bahaya kematian atau menurut penilaian uskup diosesan ada keperluan berat lain yang mendesak; dengan syarat ia memintanya dengan sukarela, memperlihatkan iman Katolik sehubungan dengan sakramen ini (terutama kepercayaan bahwa Tubuh dan Darah Kristus yang sebenarnya yang akan diterimanya), dan dalam keadaan layak. Sementara kebanyakan denominasi Protestan, termasuk juga Anglikan, menerapkan penerimaan komuni terbuka di mana beberapa mensyaratkan bahwa penerimanya haruslah bagian dari gereja yang menjadi mitranya atau cukup sudah dibaptis saja. Roti tersebut dikenal dengan istilah “Prosphora”, atau prósphoron (bahasa Yunani: πρόσφορον), dan terbuat dari: tepung terigu putih, ragi, garam, air. Sementara di berbagai denominasi Protestan terdapat beragam variasi penggunaan roti untuk Perjamuan Kudus, baik yang menggunakan ragi maupun tidak.
6 Makna Perjamuan Kudus Bagi Umat Protestan
Sakramen ini memiliki makna yang sama dengan ekaristi dalam agama Katolik. Perjamuan kudus merupakan sakramen yang sakral, sehingga tidak setiap orang dapat merayakannya. Apabila seseorang telah dibabtis, itu tandanya dia percaya dan menerima Kristus dalam kehidupannya. Sehingga ia boleh ikut ambil bagian dalam perjamuan kudus, karena perjamuan kudus adalah sakramen yang dilakukan untuk mengingat pengorbanan Yesus Kristus dalam menyelamatkan umat manusia.
Berbeda dengan Katolik dimana perayaan sakramen ekaristi dilaksanakan setiap hari minggu, pada agama Protestan perjamuan kudus dilakukan pada hari-hari tertentu, misalnya satu kali di awal bulan atau di akhir bulan saja. Sehingga apabila kita percaya bahwa roti dan anggur tersebut adalah tubuh dan darah Yesus, maka kita akan mendapat buah penebusan yang dilakukan oleh-Nya, yaitu keselamatan.
Mungkin tanpa perjamuan kudus, kita juga akan tetap mengingat Tuhan Yesus. Ada beberapa kemungkinan mengenai apa yang dimaksud dengan “cara yang tidak layak.” Bisa jadi itu karena kita merayakan perjamuan kudus hanya untuk formalitas dan tidak memaknai dengan sungguh-sungguh roti dan anggur.
Namun, seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa roti dan anggur tersebut bukanlah makanan biasa. Yesus telah menunjukkan cinta-Nya dengan mengorbankan diri-Nya sendiri, lalu apalagi yang perlu kita cari? Terkadang, karena manusia merasa tidak dikasihi, ia berusaha mencari kebahagiaan dan kekosongan hatinya dengan cara yang salah. Nah, ini merupakan salah satu kewajiban kita sebagai orang yang percaya.
Sebagai orang Kristen kita diutus untuk menjadi garam dan terang dunia. Coba saja bayangkan, apakah lampu motor akan kelihatan sinarnya di siang hari?
Tapi kalian tahu bahwa cahaya lilin kecil pun akan sangat berarti di malam hari. Karena isi kepala orang berbeda-beda dan sejak kecil mereka telah ditanamkan dengan kebenaran masing-masing. Dan seiring dengan pemahaman terhadap diri sendiri, kita jadi lebih mampu menghargai hidup kita dan meresapi perjamuan yang memiliki makna yang sangat besar, yaitu mengingatkan akan keselamatan. Adanya peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus menyatakan bahwa Dia telah mengalahkan maut.
Mungkin saat ini kita memiliki beban berat dan memiliki banyak pergumulan hidup, tetapi Yesus sekali lagi berjanji bahwa Dia akan datang untuk kali kedua dan menjemput kita ke sorga, ke tempat yang telah disediakan-Nya. Percayalah bahwa kesulitan berlalu dan sesuatu yang indah akan datang pada waktunya.
Apa makna sakramen perjamuan kudusū
Menurut beberapa kitab Perjanjian Baru, Ekaristi dilembagakan oleh Yesus Kristus saat Perjamuan Malam Terakhir.
Perjamuan Kudus – Bahasa Indonesia
Bagaimanakah saya menerima Perjamuan Kudus dengan Yesus Kristus? 1:10) Ini berarti menjaga agar hidup kita bebas dari “ragi” dosa, murni seperti Perjamuan Kudus (1Kor. Terakhir, Anda dapat bersekutu dalam Kristus dengan jemaat-jemaat yang lain. Secara berkala kita bergabung bersama-sama dalam ibadah dan persekutuan – untuk saling menguatkan dalam perjalanan iman kita, dan memperoleh istirahat dari segala beban dunia.
Makna Perjamuan Kudus Dan Implikasi Dalam Kehidupan Gereja
Kontribusi pemahaman ini memiliki tempat yang khusus dalam sikap serta keyakinan gereja untuk memahamai hakekat Perjamuan Kudus itu sendiri. Hal itulah yang membuat Agustinus (salah seorang Bapa Gereja) menyebut sakramen itu sebagai signum sacrum, tanda suci. Pemaparan di atas akan membantu kita untuk memahami uraian-uraian berikutnya tentang Perjamuan Kudus itu sendiri. Model B tersebut banyak dipengaruhi oleh Dokumen Konvergensi Perjamuan Kudus Dewan Gereja-Gereja se-Dunia yang ditetapkan di Lima, Peru pada tahun 1982. Lalu, tentang Anggur itu sendiri Yesus berkata dalam Matius 26:28, “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, bahwa GKPI adalah salah satu gereja anggota LWF (Lutheran World Federation). Ada dua dokumen yang secara khusus ditulis oleh Martin Luther, yaitu Pasal-Pasal Smalkalden dan Katekismus Besar. Pertama-tama kita akan melihat apa yang dituliskan oleh Martin Luther tentang Perjamuan Kudus pada Pasal-Pasal Smalkalden.
Di dalam Pasal-Pasal Smalkalden ini, Martin Luther berhasil menyusun teologi sistematika yang dianggap sebagai karya atau keyakinan original dari gereja-gereja Lutheran. Dokumen Smalkalde memuat penjelasan Perjamuan Kudus yang berbeda dengan praktek Gereja Katolik selama itu.
Di dalam dokumen Smalkalde ini jugalah ditegaskan penolakan Martin Luther pada paham transubstantiasi yang dianut oleh Gereja Katolik. Disini, Martin Luther untuk pertama sekali mulai memperkenalkan hakekat konsubstantiasi Perjamuan Kudus yang dilayankan di gereja Lutheran hingga saat ini.
Berangkat dari pemahaman itu, kita dapat meyakni bahwa di dalam Perjamuan Kudus menurut Lutheran, ada dua hal yang melekat yaitu: Fakta dan Akta. Hakekat seorang Imam sebagai manusia (yang tentu memiliki dosa) tidak dapat menodai dan mengugurkan kekudusan dari perjamuan itu. Di kemudian hari, gereja-gereja Lutheran lebih mendalami pemahaman Perjamuan Kudus yang originalitasnya bersumber dari pengajaran Martin Luther. Gereja-gereja Lutheran sangat tertarik untuk mendalami makna setiap kata dalam kalimat Yesus ketika melaksanakan perjamuan terakhir bersama murid-muridNya.
Tentu, pemahaman ini menguatkan konsep konsubstantiasi dalam Perjamuan Kudus yang sudah dijelaskan Martin Luther jauh hari sebelumnya. Apa yang dikatakan Yesus pada Lukas 22:19 itu merupakan dasar bagi gereja dalam melaksanakan Perjamuan Kudus. Yesus menetapkan Perjamuan pada malam terakhir adalah Dia yang tidak akan lama lagi melintasi jalan salib, hingga kematianNya di Golgota. Jadi, aspek anamnesis dalam Perjamuan Kudus bagi gereja-gereja Lutheran terletak pada Yesus yang berkuasa mengalahkan kematian. Dalam catatan Alkitab, ada beberapa penyebutan yang diberikan untuk memaknai Perjamuan Kudus itu sendiri. Tradisi Perjanjian Lama meyakini bahwa persembahan kurban bakaran merupakan pengampunan dosa dan sekaligus rekonsiliasi antara Tuhan dengan manusia berdosa.
Memahami itu, banyak gereja Lutheran yang akhirnya berpandangan bahwa Perjamuan Kudus terpusat di Altar. Untuk konteks GKPI, sejujurnya kedalaman pengaruh Martin Luther dalam paham Perjamuan Kudus belum begitu menguat.
Sebab inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku (Mat 26:26-28; Luk 22:19). Mysterium fidei itu dapat dirasakan di dalam iman jemaat dibalik warta pengharapan, yakni Kerajaan Allah selama-lamanya. Puncak kehadiran Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia ini adalah mewartakan rekonsiliasi dan perdamaian dengan manusia berdosa. Simbolisasi rekonsiliasi dan perdamaian di dalam Perjamuan Kudus terletak pada Salam Damai (Buku Tata Ibadah GKPI, Halaman 93). Setelah rangkaian-rangkaian di atas dilalui, maka kepada umat akan diberikan anugerah pengampunan dosa itu, melalui anggur dan roti.
PENGERTIAN DAN DASAR SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS
Ketika Yesus mengambil roti memecahkannya serta memberikannya kepada murid-murid-Nya, sambil berkata: “Inilah tubuhku yang diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (1Korintus 11:24). Baca Juga: B. DASAR ALKITAB TENTANG PERJAMUAN KUDUSPerjamuan Kudus didasari pada peristiwa makan malam terakhir Yesus dengan murid-muridnya pada malam sebelum ia ditangkap dan disalibkan (Matius 26:26-29; Markus 14:22-25; Lukas 22:14-20; 1Korintus 11:23-26). Oleh karenanya, pengajaran tentang Perjamuan Kudus didasarkan atas perintah Yesus sendiri. Ketika Yesus mengambil roti memecahkannya serta memberikannya kepada murid-murid-Nya, sambil berkata: “Inilah tubuhku yang diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (1Korintus 11:24). Kisah mengenai bagaimana Yesus menetapkan Ekaristi pada malam sebelum Penyaliban (Perjamuan Terakhir) dicatat dalam 4 kitab Perjanjian Baru: ketiga Injil Sinoptik (Matius 26:26-28, Markus 14:22-24, Lukas 22:17-20) dan 1 Korintus 11:23-25. Pengertian SakramenSebelum penulis mendeskripsikan tentang berbagai konsep teologis Perjamuan kudus, maka penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang pengertian Sakramen Perjamuan Kudus baik menurut Katekismus maupun menurut teologi para Reformator.a. Perjamuan Kudus adalah nubuat mengenai kedatangan Kristus yang kedua kali (I Korintus 11:26)5.
Be First to Comment