Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik. NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja. Suzy Muliani Sistem katekese – Iman yang mencari pengertian Terobosan terbaru dalam dunia Katekis 5 Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Missourini Harianto Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Salut n bangga u/Pak Stefanus Tay n Ibu Ingrid Tay.
Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik.
NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja.
Pengurapan orang sakit
Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
Siapa saja yang boleh menerima sakramen pengurapan orang sakit?
lapisan emas pada bagian atas tugu Monas melambangkan….A. perjuangan bangsa Indonesia yang menyalaB. bangsa Indonesia pernah menjadi tuan rumah asian games pada tahun….A. kewajiban kita sebagai generasi muda terhadap tugu-tugu di Jakarta adalah….A. mengunjungi tempat sejarah B. mengagumi pembuat tuguC. menurutmu apa sikap yang menunjukkan menjaga kelestarian di Jakarta?BANTU JAWAB YAA KALO BISA SEMUA NYAAA
Sakramen Tobat (Gereja Katolik)
Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa. Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama.
Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain. Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka. Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). [1] Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi).
Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: “… Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu …”. Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental –yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam.
Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain.
Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus “melakukan silih”, atau biasa disebut penitensi.
Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
[6] Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal –misalnya pada masa Pra-Paskah dan masa Adven. Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun. [8] Perintah kedua dari “Lima perintah Gereja” juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat dianjurkan oleh Gereja. Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari suatu Pengakuan Dosa.
Pendampingan Pastoral Orang Sakit Dalam Gereja
Hendaknya orang sakit bersyukur dan mampu memaknai penderitaan sakitnya dengan penderitaan Yesus Kristus sendiri dimana Ia rela menderita dan wafat dikayu salib demi menebus kita dari kuasa dosa. Menyadari bahwa setiap manusia mempunyai martabat tinggi sekaligus sebagai anggota tubuh Kristus. Dalam Perjanian lama, para nabi dan raja bahkan Tuhan sendiri, disebut gembala. para pemimpin umat juga disebut gembala, “karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi pemilik untuk mengembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan Darah Anak-Nya sendiri“ (Kis 20:28) .
Pelayanan Pastoral juga disebut sebagai pemeliharaan jiwa (Cura animarum) antara lain mencakup pewartaan kabar gembira, ibadat, liturgi. Pewartaan kabar gembira dengan kotbah, mengajar agama (segala bentuk katekese) dan pembicaraan informal tentang iman atau dalam pastoral counseling.
Ibadat atau liturgi merupakan sumber dan puncak segala kegiatan gereja terutama perayaan Ekaristi pada hari minggu, tetapi juga pelayanan-pelayanan sakramen lain dan sakramentali; termasuk pelayanan itu juga persiapan yang baik untuk menemukan sakramen-sakramen. Dasar segala kegiatan pastoral adalah kehendak AIlah untuk menyelamatkan semua orang dengan mengikut sertakan orang-orang yang dipilih-Nya dalam berbagai karya penyelamatan.
Orang sakit tetap dipandang sebagai manusia utuh yang membutuhkan pendampingan dengan penuh kasih.
Tidak jarang seorang yang menderita sakit berada dalam ambang batas kemampuan, mempertanyakan keberadaan Allah.
Allah yang dahulu ini penuh belas kasih kini terasa jauh dan pergi meninggalkan dia dalam penderitaan. Kehadiran mereka bermaksud untuk mendampingi orang sakit bertemu dengan Allah dalam situasi hidup yang terbatas.
Mereka harus siap dengan berbagai pertanyaan yang mungkin bagi dirinya sendiri belum jelas. Pendampingan ini juga membantu orang sakit untuk menemukan makna hidup dengan mengikut sertakan mereka dalam penghayatan iman (Kurniawan, 1996: 23). Secara singkat dapat dikatakan pendampingan bertujuan untuk memberikan pelayanan kasih, sebagai ungkapan iman sekaligus jawaban konkret atas panggilan hidup kristiani, dengan kepedulian dan keprihatinan kepada mereka yang menderita untuk meringankan beban psikisnya (Go.
Tindakan pendampingan kepada orang sakit, didasarkan pada martabat manusia yang diciptakan secitra dan serupa Pendampingan pastoral merupakan menemani sehingga orang yang sedang menderita tidak merasa sendirian dan terasing, sekaligus meringankan penderitaan mereka secara psikis. Dengan rasa kagum dan penuh syukur gereja memandang sekian banyak anggota hidup bakti, yang
dengan merawat orang-orang yang sakit dan menderita secara penuh makna mendukung misinya. Ilahi, tabit jiwa maupun raga, dan menganut contoh para pendiri tarekat masing-masing, para anggota hidup bakti yang karena kharisma tarekat mereka menyerahkan diri bagi pelayanan itu hendaklah tabah dalam kesaksian cinta kasih mereka terhadap orang-orang sakit, seraya membaktikan diri kepada mereka dengan pengertian dan belaskasih yang mendalam.
Selain itu Gereja mengingatkan para anggota hidup bakti bahwa termasuk misi mereka berevangelisasi terhadap pusat-pusat pelayanan kesehatan yang menjadi lingkungan kerja mereka, dengan berusaha memancarkan cahaya nilai-nilai Injil atas cara orang-orang zaman sekarang, hidup menderita dan menghadapi maut. Oleh karena itu hendaklah mereka terutama mengembangkan sikap hormat terhadap pribadi dan terhadap hidup manusiawi sejak saat di kandungan sampai akhirnya secara alamiah, selaras sepenuhnya dengan ajaran moral Gereja. Untuk tujuan itu hendaknya mereka membentuk pusat-pusat pendidikan dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga gerejawi yang diserahi pelayanan pastoral reksa kesehatan. Jiwa dan semangat yang hendak dimiliki oleh Suster-suster ADM dalam pendampingan adalah keimanan, persaudaraan, keterbukaan pada kebhinekaan, kemampuan mendengarkan, pengampunan, kejujuran, ketulusan, dan pengorbanan sampai tuntas dalam pelayanan (Suster-suster ADM, 2011, no.
Pelayan pastoral dalam gereja katolik Roma tidak mempunyai kode etik yang resmi. Gereja adalah komunitas kaum beriman yang dipersatukan bersama oleh iman, harapan, dan kasih.
Hidup kita didasari perintah cinta kasih sebagai pelayan-pelayan profesional yang bertanggung jawab atas pelayanan.
Tanggung Jawab moral para pelayan pastoral, tidak hanya terhadap diri mereka sendiri atau Sebagai suatu profesi, pelayanan pastoral adalah suatu komitmen untuk menjadi pribadi yang memiliki watak moral yang baik dan memerlukan kompetensi khusus mengenai tradisi religius guna melayani keperluan-keperluan religius komunitas. Melaksanakan pelayanan pastoral sebagai suatu ungkapan kemuridan berarti menjadi inklusif dengan semua dan tidak mengunakan kuasa terhadap orang-orang lain dengan maksud menguasai atas nama pelayanan bagi sesama karena anugerah cinta kasih ilahi (Gula, 2009: 233).
Berikut ini keutamaan perjanjian dan moral yang seharusnya diacu oleh semua pelayan: Keutamaan ini merupakan perjanjian yang diungkapkan sebagai belaskasih, kebaikan atau bela rasa terhadap orang lain, ini merupakan keutamaan hidup yang sabar dengan orang-orang lain dan mengusahakan kebaikan hidup mereka.
Kita harus menjadi pelabuhan yang aman, memegang komunikasi dengan hidup batinia seseorang sebagai keyakinan Keutamaan ini memungkinkan kita untuk lebih memilih kepentingan sesama dari pada kepentingan diri sendiri dan tidak menyelewengkan kekuasaan kita dengan mengambil keuntungan dari kepercayaan dan ketergantungan mereka. Pelayan yang altruis dapat didekati, menawarkan pelayanan secara inklusif, mendahulukan kepentingan-kepentingan orang lain, berbagi waktu dan bakat dengan orang lain, dengan berusaha untuk melindungi keluhuran dan hak-hak dasar setiap pribadi (Gula, 2009: 236). Rawatan dalam rumah sakit terutama ingin menangapi kebutuhan fisik, dan karena itu sedikit banyak sering melalaikan atau malahan menggangu kebutuhan-kebutuhan
Namun lima fase tersebut tidak boleh dimengerti sebagai semacam hukum alam atau hukum psikologis yang menentukan proses kematian, sehingga setiap orang mesti melewatinya, dan kematian seseorang seakan-akan dapat diukur menurut fase itu. Maka pemenuhan kebutuhan religius hanyalah pelayananan pastoral, sejauh tidak hanya merupakan management krisis semata-mata melainkan pengungkapan iman.
Berikut ini corak dari pelayanan pastoral terhadap orang sakit dalam fase terakhir hidup mereka (Kieser, 1984: 63). Bagi orang pada saat-saat akhir hidup, pastoral care tidak dapat dilepaskan dari pemenuhan kebutuhan konkrit dan langsung.
Pengurapan orang sakit
Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang.
Mengapa seseorang perlu menerima sakramen pengurapan orang sakit pada saat sakit? – JawabanApapun.com
Jawaban: Penjelasan: 1) Menganugrahkan rahmat Roh Kudus yang menjadikan si penderita sakit mempunyai kekuatan, ketenangan, dan kebesaran hati untuk mengatasi kesulitan karena sakitnya. Untuk menjawab pertanyaan Saudara, baiklah kita berangkat dari teks Kitab Suci yang dijadikan dasar adanya sakramen pengurapan orang sakit, yaitu Yakobus 5: 14-15 (silakan buka Alkitab). Pada zaman gereja perdana, lektor sangat dihargai karena kurangnya jumlah orang yang melek huruf. 5. dimeteraikan secara kekal dalam sebuah meterai rohani yang tak terhapuskan, sebagai bagian dari Kristus.
Untuk Apa Sakramen Pengurapan Orang Sakit?
Kekeliruan mengenai pemahaman tentang makna Sakramen Pengurapan Orang Sakit kadang membuat umat takut atau enggan untuk menerima. Pemahaman yang sudah ditanam dalam pemikiran masing-masing umat adalah efek langsung dari penerimaan sakramen, yakni mempercepat dan memastikan kematian. Pertama-tama, penulis akan menggunakan metode studi tekstual — mencermati teks asli dalam bahasa Latin dari ritus sakramen ini, baik sebelum maupun sesudah Konsili Vatikan II; kedua, hasil proses pencermatan ini kemudian dilanjutkan dengan upaya memahami model-model pembaruan yang ditekankan dalam Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Dogmatis Sacrosantum Concilium tentang Pembaruan Liturgi; dan pada bagian terakhir, penulis akan membandingkan transformasi — segi makna, teologi, ritus, pelayan, dll., — yang diterangkan melalui perbandingan sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II. Tujuan dari semua proses pencermatan ini adalah agar umat dibantu untuk memperbarui makna sakramen Pengurapan Orang Sakit dan bagaimana ritus-ritus yang dibuat dipahami dengan baik.
Praktik dalam sakramen-sakramen merupakan formasi lanjutan (on going formation) dari karya-karya Yesus dan wejangan-Nya kepada para murid, yakni seruan pembaptisan (Mat 28:19), ekaristi (Luk 22:15-20), atau kisah-kisah penyembuhan (Yoh 9:1-7). Rasul Yakobus bahkan menekankan demikian: “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (Yak 5:14).
Dua hal yang ditekankan dalam pernyataan Rasul Yakobus adalah kekuatan doa dan pengurapan melalui minyak demi kesembuhan orang sakit.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Untuk kedua hal di atas (sakit dan usia lanjut) juga dituntut masih dapat menggunakan akal budi[2]. Orang sakit yang tidak sadar lagi atau kehilangan penggunaan akal sehat, jika mereka pernah menyatakan keinginannya sewaktu dalam keadaan sehat untuk menerima sakramen pengurapan ini. Jika dianggap perlu dan dikehendaki oleh si sakit, sakramen pengampunan dosa dapat diberikan.
Maka keluarga si sakit hendaknya menghubungi pengurus lingkungan/ stasi atau langsung pada romo.
Dalam keadaan tertentu dimungkinkan penerimaan sakramen pengurapan orang sakit setelah upacara pembaptisan darurat. Dalam hal ini pelayan sakramen pengurapan orang sakit menjamin bahwa peristiwa tersebut terdokumentasikan dengan baik.
5 Simbol Pengurapan Orang Sakit dan Maknanya
Selain itu, minyak urapan juga dapat digunakan untuk acara-acara tertentu, seperti pelantikan imam, raja, dan nabi. Oleh karena itu, jaman dahulu orang biasa dilarang untuk menggunakan minyak urapan, apalagi membuatnya demi kepentingan pribadi. Sedangkan untuk perjanjian baru, minyak urapan hanya disebutkan empat kali dan masing-masing memiliki tujuan yang berbeda-beda. Salah satu dasar Alkitab penggunaan minyak dalam sakramen pengurapan orang sakit yaitu terdapat pada Yakobus 5:14 yang mengatakan, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.”
Beberapa ajaran mengatakan bahwa dengan membuat tanda salib secara tidak sadar mereka disucikan oleh Allah. Namun secara umum, penggunaan tanda salib memiliki makna yaitu untuk mengingatkan kita akan kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
Pada abad kedua, banyak sekali umat Kristiani yang dianiaya dan dibunuh oleh orang Romawi. Pada suatu malam, Sang Jenderal bermimpi, apabila ia ingin menang melawan Maxentinu di kota Roma, maka dia harus menandai seluruh pedangnya dengan tanda salib. Dengan mengurapi tangan, si sakit diingatkan supaya senantiasa melakukan segala aktivitasnya untuk kepentingan dan kehendak-Nya.
Selain itu, menumpangkan tangan pada si sakit juga dirasa dapat memberikan kenyamanan, menunjukkan kepedulian dan perhatian.
Be First to Comment