Ekaristi merupakan salah satu sakramen/ritual dalam agama Katolik yang rutin dilakukan setiap minggu saat ibadah. ( Baca KGK 1234) Istilah ekaristi sendiri berasal dari kata Yunani yang berarti berterimakasih atau mengucap syukur.
Hal tersebut dikarenakan makna kelahiran Yesus Kristus sendiri yang meminta umat-Nya untuk menjadikan roti dan anggur sebagai peringatan akan Dia.
Karena manusia telah berdosa, maka mereka tidak bisa bersatu dengan Allah Tritunggal Yang Maha Kudus.
Namun, kehadiran Yesus menghancurkan penghalang tersebut dengan peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya, sehingga Ia mengalahkan maut yang seharusnya diterima manusia. Nah, dengan perayaan ekaristi, jemaat bersama-sama mengenang peristiwa penebusan-Nya dan bersatu dalam tubuh Kristus. Dalam Lukas 22:19-20 berbunyi, “Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: ‘Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.’ Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.’” Oleh karena Yesus disalib satu kali untuk selamanya, maka ekaristi bertujuan supaya kita mendapat buah-buah arti penebusan dosa yaitu keselamatan.
Ayat tersebut menjadi dasar bagi umat Katolik mengenai makna ekaristi, yaitu bersatunya kita dengan Kristus. Demikianlah beberapa ulasan artikel ini, banyak pendapat mengenai makna roti dan anggur dalam ekaristi atau perjamuan kudus.
√ 3 Makna Sakramen Ekaristi dalam Katolik
Ekaristi menjadi salah satu sakramen atau ritual dalam Kaotlik yang rutin dilaksanakan setiap minggu ketika badah. Istilah ekaristi berasal dari bahasa Yunani yang artinya berterima kasih atau emngucap syukur. Hal ini karena makna kelahiran Yesus Kristus sendiri yang meminta umat-Nya menjadikan roti dan anggur sebagai peringatan akan Dia. Makna ekarsti pertaam adalah mematuhi perintah Yesus, kedua perjamuan kudus merupakan pesan terakhir Yesus, ketiga ekaristi yang dilakukan bersama seluruh jemaat bertujuan agar mereka senantiasa mengingat karya penyelamatan Allah. Manusia telah berdosa maka dari itu mereka tidak bisa bersatu dengan Allah Tritunggal. Namun kehadiran Yesus menghancurkan penghalang tersebut dengan peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya, sehingga Ia mengalahkan maut yang harusnya diterima manusia.
Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: ‘Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.’ Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu. Ayat ini menjadi dasar bagi umat Katolik mengenai makna ekaristi, yakni bersatunya kita dengan Kristus.
Kita akna mengambil bagian dari kehidupan-Nya dan sakramen ekaristi akan diubah serupa dengan Dia. Semoga dapat memberi wawasan kepada Anda mengenai makna sakramen ekaristi menurut agama Katolik.
Makna Sakramen Ekaristi
Yesus mengorbankan diri di kayu salib demi memenuhi karya keselamatan dari Allah bagi umat-Nya. Semua pengorbanan Yesus ini merupakan teladan cinta kasih yang sempurna melalui penyerahan tubuh dan darah Kristus sendiri demi menebus dosa manusia. Berkat Yesus Kristuslah segala sesuatu menjadi gambar dan ungkapan kemuliaan Allah di dunia (Grün, 1998: 11-12). Karya penebusan Kristus terwujud dalam kurban Salib-Nya maka perayaan Ekaristi menjadi kenangan Kurban Salib Kristus secara sakramental dalam tindakan liturgis Gereja Yesus telah memberikan kemenangan sejati dan keselamatan bagi semua orang.
Ekaristi menjadi suatu kenangan akan anugerah cinta kasih yang mendalam dan memiliki kekuatan untuk hidup rohani. Maka dari itu perjamuan akan menunjukkan sebagai suatu perwujudan diri yang hanya terjadi di dalam kebersamaan.
Dalam hal ini Ekaristi merupakan kelanjutan dari perjamuan yang dirayakan Yesus semasa hidup-Nya. Roh Kuduslah yang membuat keselamatan itu dapat sampai pada semua orang beriman.
Di sinilah karunia Roh Kudus sungguh bekerja dan memberikan hidup bagi umatnya yang telah dikasihi oleh Allah.
Tanpa kehadiran Roh Kudus keselamatan yang telah dipercayakan di dalam Gereja tak akan terjadi dan rencana keselamatan Allah pastinya hanya terlihat abstrak saja tanpa ada perwujudan yang nyata. Seruan karunia Roh Kudus juga diserukan kepada semua umat Allah yang sungguh beriman. Dengan adanya persatuan ini terbentuk suatu persekutuan berkat pengudusan dari Roh Kudus (Martasudjita, 2005: 358).
Maka dari itu Ekaristi tampil sebagai kekuatan baru untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan demikian sungguh Ekaristi mampu menjadi sumber kekuatan hidup umat di tengah segala permasalahan hidupnya. Dengan berkumpul merayakan Ekaristi umat Kristiani memperoleh kekuatan untuk menghadapi masalah hidup sehari-hari (Martasudjita, 2012: 57).
Pengertian dan Makna Ekaristi
Sedangkan dalam bahasa Yahudi disebut berkat yang artinya doa puji syukur dan permohonan atas karya penyelamatan Allah. Dengan demikian sebelum merayakan Ekaristi, seharusnya memahami esensi dari perayaan tersebut agar dapat memberi perubahan dalam hidup (Martasudjita, 2003: 269).
Penulis berpandangan bahwa suatu keharusan bagi umat beriman Kristiani untuk mensyukuri segala kelimpahan dan pengalaman yang dirasakan dalam hidup meskipun sederhana. Singkatnya perayaan Ekaristi yang dirayakan tidak hanya dinilai dari kuantitas tetapi lebih pada kualitas. Namun kemudian menyadari dan memahami bahwa ternyata mereka berbeda karena dasar iman akan Yesus Kristus. Gereja meyakini bahwa perayaan Ekaristi bukan dilaksanakan berdasarkan inisiatif dan kemauan sendiri, tetapi merupakan perintah Yesus Kristus yang tergambar nyata dalam Perjamuan Malam Terakhir (Luk 22:19; 1Kor 11:24).
Melalui perjamuan malam terakhir Yesus menjelaskan sengsara dan wafat di kayu salib sebagai penyerahan diri-Nya secara total demi Karya Penyelamatan manusia. Pada Malam Terakhir Yesus memerintah agar momen ini dirayakan kembali sebagai bentuk pengenangan akan Dia (Luk 22:19; 1Kor 11:24).
Setelah sengsara dan wafat-Nya di kayu salib Yesus mengadakan kembali perjamuan makan dengan para murid.
Pada aspek teologis Ekaristi dipandang sebagai puncak dan pusat hidup umat Kristiani Gereja universal maupun lokal.
Dengan demikian sakramen- sakramen lain, tugas-tugas pelayanan gerejani dan karya kerasulan Gereja mencapai puncaknya dalam Ekaristi. Melalui perayaan Ekaristi Kristus memberi daya kehidupan dan memperbaharui serta menguduskan iman umat kristiani (PO 5).
Dengan merayakan Ekaristi umat Kristiani memperbaharui iman kepada Allah dan memperoleh inspirasi rohani yang digunakan sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi setiap pergulatan hidup (Prasetyantha, 2008: 82). Lalu mempercayakannya kepada Gereja untuk menghadirkan dan mengenangkan kembali peristiwa penyelamatan-Nya di kayu salib.
Kewajiban ini merupakan konsekuensi dari Ekaristi yang dipahami sebagai puncak dan pusat hidup seluruh umat beriman Kristiani. merupakan perayaan kurban Tubuh dan Darah Yesus Kristus yang ditetapkan oleh-Nya, dengan tujuan agar peristiwa pengorbanan-Nya di kayu salib tetap abadi dan selalu dikenang sampai pada saat waktu kedatangan-Nya untuk kedua kalinya dalam Kemuliaan. Sakramen Ekaristi adalah lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah, penerimaan Kristus hingga dipenuhi rahmat dan jaminan kehidupan kekal bersama-Nya. Ekaristi tidak hanya terbatas dan berhenti pada perayaan, tetapi juga sebagai tindakan nyata umat beriman yang diungkapkan dalam peribadatan. Sedangkan aksi terhadap sesama tampak dalam tindakan pemberian ucapan selamat, pembacaan Sabda, khotbah dan berkat. Iman yang dirayakan dalam Ekaristi diharapkan dapat berbuah semangat berbagi, maka dengan demikian sebagai pribadi maupun kelompok umat beriman telah melayani Allah. Jika Ekaristi hanya dipandang sebagai peristiwa penebusan bagi masing-masing pribadi, maka akan sulit untuk menghidupi sikap peduli dan saling berbagi dengan sesama. Pernyataan ini sangat relevan di zaman sekarang, banyak orang ingin sesuatu yang serba cepat dan
Mengaitkannya dengan Perjamuan Ekaristi, dapat pula dipandang sebagai tempat “pemberhentian” dari berbagai kesibukan pekerjaan. Jika demikian tentu tidak mungkin rahmat dan buah Ekaristi dapat dirasakan, terlebih lagi semangat untuk saling berbagi.
pada dasarnya Ekaristi bertujuan membantu umat untuk mempersatukan mereka dengan Allah melalui doa yang sungguh- sungguh. Kitab Hukum Kanonik mengemukakan bahwa Ekaristi merupakan Sakramen yang paling luhur, karena dalam perayaan ini Kristus dihadirkan, dikurbankan dan disantap.
Selain itu, Ekaristi juga sebagai sumber yang menandakan dan menghasilkan kesatuan umat Allah serta menyempurnakan pembangunan Tubuh Kristus. Sakramen-Sakramen lain dan karya kerasulan gerejawi memiliki kaitan yang dekat dengan Ekaristi serta semuanya diarahkan kepadanya. Namun demikian bukan itu yang dimaksud, tetapi lebih pada peristiwa pengorbanan Kristus dalam sengsara dan wafat-Nya di salib demi menebus dosa manusia. Peristiwa ini yang melambangkan penyerahan dan pemberian diri Yesus Kristus secara total demi keselamatan manusia (KHK, 1995: 897, bdk Dok.
Merayakan Ekaristi memberi dampak kesatuan antar umat dalam Kristus dengan sama-sama menyantap Tubuh dan Darah-Nya. Makna kesatuan berarti terdapat kepedulian, solidaritas dan rela berkorban sebagai bentuk nyata dari rasa tersebut.
Penjelasan diawali dengan membahas teks-teks Ekaristi dalam Perjanjian Baru, lalu kemudian menemukan poin-poin teologis yang akan dibahas. Teks-teks dalam Perjanjian Baru terkait Perjamuan Malam Terakhir, sebagai dasar ajaran realis praesentia yang diungkapkan oleh Yesus dengan Selama hidup dalam pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, sering kali Yesus mengungkapkan perjamuan eskatologis (Mat 8:11; 22:1-14). Melalui Ekaristi umat beriman Kristiani telah mencicipi perjamuan eskatologis berupa kebersamaan kekal dengan Allah (1Kor 11:26).
Ekaristi dirayakan bukan atas dasar inisiatif manusia, tetapi merupakan penetapan dan perintah Yesus Kristus sendiri, “perbuatlah ini untuk memperingati Hadir untuk membawa harapan bagi mereka yang merasa hidup namun secara rohani mati, memperbaiki dan mengubah sistem sosial serta persoalan ekonomi melalui tindakan efektif.
Dalam hal ini Yesus ingin menekankan hakikat perayaan Ekaristi secara lebih luas dan konkret. Semangat berbagi sejalan dengan makna utama Ekaristi sebagai Sakramen dan perayaan wafat serta kebangkitan Yesus.
Sakramen Ekaristi (Gereja Katolik)
Santo Paulus mengimplikasikan suatu identitas antara roti dan anggur Ekaristi yang terlihat dengan tubuh dan darah Kristus ketika ia menulis: “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Selain itu, dan dengan cara yang unik, dalam satu doa yang diajarkan oleh Yesus, yaitu Doa Bapa Kami, kata sifat epiousios—yang tidak ditemukan di tempat lain dalam literatur Yunani Klasik—apabila diurai secara linguistis berarti (roti) “super-substansial” (epi-ousios, melampaui substansinya), dan ditafsirkan sebagai rujukan kepada Roti Hidup, yaitu Ekaristi. Laporan-laporan mengenai pelayanan Ekaristi yang tercantum dalam Perjanjian Baru sering kali ditunjukkan dengan frasa “Pemecahan Roti”, kendati tidak selalu demikian. Pada zaman ketika kebanyakan umat Kristen belum terpelajar, penggambaran visual semacam itu menjadi dikenal sebagai Biblia pauperum, atau Alkitab kaum miskin. Alkitab itu sendiri utamanya sebuah buku liturgis yang digunakan saat Misa, dihias sangat indah dengan tangan (“beriluminasi”), dan biaya produksinya mahal. Santo Thomas Aquinas mengajarkan bahwa pratanda yang paling jelas dalam Perjanjian Lama mengenai aspek tanda dari Ekaristi adalah tindakan Melkisedek dalam Kejadian 14:18, bahwa semua pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian, merupakan pratanda dari kandungan sakramen ini, yakni Kristus sendiri yang dikurbankan bagi manusia. Santo Thomas juga mengatakan bahwa manna merupakan suatu pratanda khusus dari efek sakramen ini sebagai rahmat, namun ia mengatakan kalau anak domba paskah merupakan figur luar biasa Ekaristi dalam ketiga aspek tanda, kandungan, dan efek. Mengenai pratanda pertama Perjanjian Lama yang disebutkan St. Thomas, tindakan Melkisedek membawa roti dan anggur untuk Abraham, sejak zaman Klemens dari Aleksandria (ca.
Pratanda kedua yang disebutkan St. Thomas adalah dari pengurbanan-pengurbanan Perjanjian Lama, terutama pada Hari Pendamaian. Manna yang memberi makan bangsa Israel di padang gurun juga dipandang sebagai simbol Ekaristi.
Melalui penguraian linguistis, Santo Hieronimus menerjemahkan “ἐπιούσιον” (epiousios) dalam Doa Bapa Kami sebagai “supersubstantialem” pada Injil Matius, dan karenanya Alkitab Douay-Rheims menuliskan supersubstantial bread (“roti yang melampaui substansinya”). Namun, pada Injil Lukas, ia menggunakan kata “cotidianum” (“sehari-hari”), dan diikuti oleh kebanyakan versi Alkitab berbahasa Inggris dengan menuliskan daily bread (“roti harian”).
Sementara dalam Alkitab LAI Terjemahan Baru tertulis “makanan … yang secukupnya” dan Doa Bapa Kami versi Katolik di Indonesia menggunakan ungkapan “rezeki pada hari ini”. “Setiap hari Sabat [roti itu harus diatur demikian] di hadapan TUHAN; itulah dari pihak orang Israel suatu kewajiban perjanjian untuk selama-lamanya.” (Imamat 24:5-9) Sejak zaman Origenes, sejumlah teolog telah melihat “roti sajian” itu sebagai pratanda Ekaristi yang dideskripsikan dalam Lukas 22:19. Keyakinan tersebut berkenaan dengan apa yang berubah (yaitu substansi roti dan anggur), bukan bagaimana perubahan itu terjadi. Kendati tampilannya, yang disebut dengan istilah filosofis aksiden, dapat dicerna oleh pancaindra, substansinya tidak. Dalam Perjamuan Malam Terakhir Yesus mengatakan: “Inilah tubuh-Ku”, apa yang Ia pegang di tangan-Nya memiliki keseluruhan tampilan roti.
Karena alasan ini maka dilakukan penyimpanan elemen-elemen yang telah dikonsekrasi, umumnya dalam sebuah tabernakel gereja, untuk pemberian Komuni Kudus kepada orang sakit dan menghadapi ajal, serta juga untuk tujuan sekunder, namun masih sangat dianjurkan, yaitu memuja Kristus yang hadir dalam Ekaristi. Beberapa orang mengemukakan gagasan bahwa transubstansiasi merupakan suatu konsep yang hanya dapat dipahami dalam konteks filsafat Aristotelian. Namun, penggunaan yang paling awal diketahui atas istilah “transubstansiasi” untuk mendeskripsikan perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yaitu oleh Hildebertus dari Lavardin, Uskup Agung Tours (wafat tahun 1133) pada sekitar tahun 1079, jauh sebelum kalangan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. (Universitas Paris baru didirikan antara tahun 1150-1170) Istilah “substansi” (substantia) sebagai realitas atau kenyataan dari sesuatu digunakan sejak abad-abad awal Kekristenan Latin, misalnya ketika mereka menyatakan bahwa Putra memiliki “substansi” yang sama (consubstantialis) seperti Bapa. Imam Katolik Roma di Sisilia membagikan Ekaristi kepada seorang anak saat Komuni Kudus pertamanya. “Dengan alasan Tahbisan suci mereka, para pelayan biasa Komuni Kudus adalah Uskup, Imam, dan Diakon, yang memilikinya untuk melayankan Komuni Kudus kepada para anggota awam dari umat beriman Kristus pada saat perayaan Misa.
“Para pelayan luar biasa Komuni Kudus” tidak untuk disebut “para pelayan Ekaristi”, sekalipun yang luar biasa,[27] karena sebutan demikian akan menyiratkan bahwa mereka juga, entah bagaimana caranya, mentransubstansiasikan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. “[28] “Hanya bila ada suatu kebutuhan para pelayan luar biasa dapat membantu Imam selebran sesuai dengan norma hukum.
Salah satu aturan bagi umat Katolik yang menjadi anggota Gereja Latin menyebutkan: “Seseorang yang akan menerima Ekaristi Mahakudus harus berpantang dari segala macam makanan dan minuman, kecuali air semata dan obat-obatan, sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni kudus.
Tetapi, Ekaristi Mahakudus dapat diberikan kepada anak-anak dalam bahaya maut apabila mereka mampu membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa dan menerima komuni dengan hormat” (KHK 1983, Kan. Dalam Gereja Katolik Timur, Ekaristi dilayankan kepada para bayi segera setelah mereka menerima Sakramen Baptis dan Penguatan (Krismasi). “Komuni Kudus memiliki bentuk yang lebih penuh sebagai suatu tanda apabila disambut dalam dua rupa.
“Uskup Diosesan juga diberikan wewenang untuk mengizinkan Komuni dua rupa kapan saja dipandang tepat kepada Imam yang kepadanya dipercayakan suatu komunitas sebagai gembalanya. Sejak abad ke-20 akhir, banyak Konferensi Episkopal yang mengizinkan komunikan (sesuai pertimbangan yang bijaksana dari masing-masing pribadi) menerima Hosti di tangan, kecuali ketika Komuni diberikan dengan cara intinksi (mencelupkan sebagian Hosti dalam Piala sebelum menerimakannya).
Para pelayan Katolik menerimakan Sakramen Tobat, Ekaristi, dan Pengurapan Orang Sakit secara licit kepada anggota-anggota dari Gereja-Gereja Timur yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik apabila mereka memintanya atas kemauan sendiri dan memiliki disposisi yang layak. [47][49] Dilakukan juga suatu pengumpulan materiil untuk membantu para janda dan anak yatim serta mereka yang membutuhkan karena berbagai alasan seperti penyakit. Demikian pula, Santo Ambrosius dari Milan membantah keberatan-keberatan terhadap ajaran ini, dengan menulis, “Kamu mungkin dapat mengatakan: ‘Rotiku adalah [roti] biasa.’ Ia menggunakannya untuk menanggapi Berengarius dari Tours, yang menyatakan bahwa Ekaristi hanya bermakna simbolis.
Peristiwa tersebut terjadi jauh hari sebelum belahan Barat Latin, khususnya di bawah pengaruh St. Thomas Aquinas (ca. Upaya yang dilakukan oleh beberapa teolog Katolik abad ke-20 untuk menyajikan perubahan Ekaristis sebagai suatu perubahan makna atau signifikansi (transignifikasi, dan bukan transubstansiasi) ditolak oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965 dalam surat ensiklik Mysterium fidei. Dalam ensiklik Ecclesia de Eucharistia tertanggal 17 April 2003, Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa segala kewenangan para uskup dan imam utamanya merupakan suatu fungsi dari panggilan mereka untuk merayakan Ekaristi.
Devosi ini meliputi sejumlah praktik yang dilakukan pada hari Jumat pertama selama 9 bulan berturut-turut.
Pada hari-hari tersebut, mereka yang mempraktikkan devosi ini menghadiri Misa Kudus dan menerima komuni. [52] Dalam banyak komunitas Katolik dianjurkan praktik meditasi Jam Suci selama Penakhtaan Sakramen Mahakudus setiap hari Jumat Pertama.
Bagian tersebut berisi teks-teks khusus untuk perayaan Pembaptisan, Penguatan, Pengurapan Orang Sakit, Tahbisan, dan Perkawinan di dalam Misa, mengecualikan Pengakuan Dosa (Tobat atau Rekonsiliasi) sebagai satu-satunya sakramen yang tidak dirayakan di dalam Perayaan Ekaristi. Terdapat juga teks-teks perayaan Misa untuk Profesi Religius, Pemberkatan Gereja, dan sejumlah ritus lainnya.
Hosti ditakhtakan dalam monstrans , diapit oleh lilin-lilin, dan para putra altar melakukan adorasi sambil berlutut. Penakhtaan Ekaristi adalah praktik menampilkan hosti yang telah dikonsekrasi di atas altar dalam sebuah Monstrans. Adorasi Ekaristi adalah suatu ungkapan devosi dan penyembahan kepada Kristus, yang diyakini benar-benar hadir. [55] Dari perspektif teologis, adorasi merupakan salah satu bentuk latria, berdasarkan pada ajaran tentang kehadiran Kristus dalam Hosti Terberkati.
[66] Pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus tanggal 2 Juni 1991, Dewan Kepausan untuk Kaum Awam mengeluarkan pedoman khusus yang mengizinkan adorasi abadi di paroki-paroki. Sejak Abad Pertengahan, praktik adorasi Ekaristi di luar perayaan Misa telah digalakkan oleh para paus. [67] Dalam Ecclesia de Eucharistia, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa, “Penyembahan Ekaristi di luar Misa mengandung nilai tak terhingga bagi kehidupan Gereja. … Adalah tanggung jawab para pastor untuk mendorong praktik adorasi Ekaristi dan penakhtaan Sakramen Mahakudus, juga melalui kesaksian pribadi mereka.
[69] Paus Benediktus XVI menetapkan agar disediakan lima tempat untuk melakukan adorasi abadi bagi umat awam di kelima distrik Keuskupan Roma.
Perpustakaan STIPAS Tahasak Danum Pambelum Keuskupan Palangkaraya
Misteri keselamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus ada di begitu ketatnya menjaga agar Tubuh dan Darah Kristus yang disebut komuni kudus
menemukan suatau cara atau metode dalam mengatasi sikap dan prilaku kaum muda Hasil analisis data menunjukan bahwa masih banyak kaum mudah Katolik di
penelitian 40% kaum muda Katolik di stasi ini memilki pemahaman dan pemaknaan pemahaman yang benar, sehingga ini menjadi penyebab munculnya sikap dan prilaku
Be First to Comment