Bentuk jamak agape dalam bahasa Latin, yakni agapae atau agapæ, digunakan sebagai sebutan untuk perjamuan kasih. Perjamuan kasih adalah amalan warisan Gereja perdana, dan merupakan kesempatan untuk mempererat keakraban umat beriman. Amalan perjamuan kasih tersurat dalam Kitab Suci agama Kristen ( ), dan dipahami sebagai “acara santap-bersama Gereja perdana.
“[7] Acara santap-bersama semacam ini juga tersurat di dalam catatan tradisi rasuli yang dipercaya sebagai karya tulis Hipolitus dari Roma, kendati tidak menggunakan istilah agape, dan di dalam karya-karya tulis Tertulianus, yang menggunakan istilah agape. [7] Sinode Ganggra tahun 340 membicarakan perjamuan kasih sehubungan dengan tindakan seorang ahli bidah yang melarang para pengikutnya untuk menghadiri acara tersebut. [12][13] Selain itu, kelompok-kelompok Pietis Radikal yang terbentuk pada abad ke-18, misalnya Serikat Persaudaraan Schwarzenau dan gereja Moravia, menyelenggarakan perjamuan kasih. [16] surat tersebut mengindikasikan bahwa upacara sakramen roti dan anggur dirangkai dengan acara santap-bersama yang lebih umum sifatnya. Tidak heran jika acara ini kadang-kadang merosot menjadi acara makan-makan biasa, bahkan menjadi ajang pamer bagi warga jemaat yang berpunya, sebagaimana yang terjadi di Korintus, sampai-sampai Rasul Paulus merasa perlu menyampaikan teguran berikut ini:
[19] Keterangan Plinius Muda dalam Surat 97 yang dialamatkan kepada Kaisar Traianus[20] agaknya mengindikasikan bahwa sekitar tahun 112, acara bersantap tersebut lazim diselenggarakan secara terpisah dari Perjamuan Kudus (tanpa menyebutkan nama acaranya).
Plinius Muda melaporkan bahwa umat Kristen membubarkan diri seusai menaikkan doa kepada Kristus selaku Allah pada pagi hari tertentu, dan nantinya berkumpul sekali lagi untuk santap bersama. [26] Berdasarkan keterangan Klemens dari Aleksandria di dalam Stromata (Jilid III, Bab 2),[27] Philip Schaff berpendapat bahwa “lekas hilangnya agapæ mungkin sekali adalah dampak dari penyalahgunaan yang keji atas kata tersebut oleh kaum pengikut Karpokrates yang leluasa mengumbar syahwat. Antidoron adalah sisa roti persembahan yang tidak dikonsekrasi tetapi diberkati dan dibagi-bagikan kepada nonkomunikan seusai Liturgi Ilahi.
Umat Kristen Santo Tomas di India sampai sekarang masih menyelenggarakan perjamuan agape, dengan menyajikan hidangan khas mereka yang disebut apam. Di dalam Gereja Ortodoks Georgia pada Abad Pertengahan, istilah agapi mengacu kepada perjamuan yang diselenggarakan untuk memperingati kematian seseorang, atau kegiatan membagi-bagikan makanan kepada rohaniwan, fakir miskin, maupun musafir, yang hadir dalam ibadat peringatan kematian seseorang.
Selepas Reformasi Protestan, muncul suatu gerakan di dalam sejumlah kelompok umat Kristen untuk kembali kepada amalan-amalan Gereja Perjanjian Baru.
John Wesley, pengasas Gereja Metodis, berkunjung ke Amerika bersama anggota-anggota Jemaat Moravia, dan sangat mengagumi iman maupun amalan mereka.
sesudah “bertobat” pada tahun 1738, ia memperkenalkan amalan perjamuan kasih, yang kemudian hari terkenal sebagai gerakan Metodis. Keterbatasan jumlah pelayan tertahbis di dalam Gereja Metodis membuat perjamuan kasih kerap diselenggarakan, karena jemaat jarang sekali berkesempatan menerima Komuni Kudus. Demikianlah jemaat Metodis mula-mula merayakan perjamuan kasih, sebelum acara tersebut menjadi langka pada abad ke-19 seiring meredupnya gerakan kebangunan rohani. Setidaknya ada beberapa Gereja Ortodoks Oriental yang masih melestarikan tradisi santap berjemaah ini, antara lain umat Kristen Santo Tomas di India. [8] Perjamuan agape umat Kristen Santo Tomas dipimpin seorang imam, dan para hadirin bahkan rela datang jauh-jauh dari tempat tinggal mereka. ^ [31][32][33] Lebih banyak sumber (yang tidak mengungkit-ungkit soal agape) menyebutkan bahwa Konsili Orleans II diselenggarakan pada tahun 533.
1.Mengapa perjamuan kudus menjadi salah satu bentuk pengakuan iman?2.Mengapa perjamuan kudus
Apakah kamu setuju dengan apa yang dikatakan oleh Tina, Santo dan Marni?Kalau ya. Diskusikanlah pertanyaan-pertanyaan itu dengan teman kamu lalu Tuliskan jawabanmu di bawah ini!
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Menurut beberapa kitab Perjanjian Baru, Ekaristi dilembagakan oleh Yesus Kristus saat Perjamuan Malam Terakhir. Sedangkan istilah “Perjamuan Kudus”, khususnya di Indonesia, umumnya digunakan oleh kebanyakan Gereja Protestan. [1] Namun kata “Ekaristi” tidak hanya merujuk pada ritusnya saja (Perjamuan Kudus atau Misa Kudus), tetapi juga pada roti — baik yang beragi ataupun tidak beragi — dan anggur yang dikuduskan (dikonsekrir) dalam ritus tersebut. Kata benda Yunani εὐχαριστία (eucharistia), yang berarti “ucapan syukur”, tidaklah digunakan dalam Perjanjian Baru sebagai nama sebuah ritual. Istilah “Perjamuan Tuhan” umumnya digunakan di kalangan Baptis, juga sebagian Methodis dan Anglikan evangelis. Komuni berasal dari bahasa Latin: communio (saling berbagi atau persekutuan), dengan menerjemahkan istilah Yunani κοινωνία (koinōnía) in 1 Korintus 10:16:
[11][12] Istilah “Misa” sendiri awalnya berasal dari bahasa Latin: missa (secara harafiah berarti pembubaran), yaitu sebuah kata yang diambil dari seruan penutup di akhir perayaan Ekaristi: Ite, missa est (di Indonesia diterjemahkan jadi: “Pergilah, kamu diutus”). Sementara istilah “Misteri Suci” (Divine Mysteries) umum digunakan untuk merujuk pada roti dan anggur yang sudah dikonsekrir. Kisah mengenai bagaimana Yesus menetapkan Ekaristi pada malam sebelum Penyaliban (Perjamuan Terakhir) dicatat dalam 4 kitab Perjanjian Baru: ketiga Injil Sinoptik (Matius 26:26-28, Markus 14:22-24, Lukas 22:17-20) dan 1 Korintus 11:23-25. St. Ignatius dari Antiokhia (hidup antara tahun 35 atau 50 — 98 atau 117), salah seorang Bapa Gereja, dalam Suratnya kepada Jemaat Smirna bab VI menyinggung mereka yang tidak mau menyambut Ekaristi karena tidak mengakuinya sebagai “daging Juruselamat kita Yesus Kristus”. [20] Lalu dalam Surat kepada Jemaat Filadelfia bab IV, St Ignatius mengungkapkan hal serupa yang mengaitkan Ekaristi dengan Komuni Kudus. Banyak tradisi Kekristenan yang mengajarkan bahwa Yesus hadir secara istimewa dalam perayaan Ekaristi atau Perjamuan Kudus.
[24] Sementara beberapa aliran Kekristenan lain hanya mempercayai Ekaristi sebagai suatu seremonial atau peringatan akan wafatnya Kristus. Pada umumnya kebanyakan denominasi dalam Kekristenan memandang Perjamuan Kudus atau Ekaristi sebagai sakramen.
Dewan Gereja-gereja se-Dunia (“World Council of Churches”), dalam dokumen “Baptism, Eucharist and Ministry”, mencoba menyajikan pemahaman umum mengenai makna Ekaristi demi kesepahaman segenap umat Kristiani pada umumnya, yaitu sebagai: “Ucapan Syukur kepada Bapa”, “Anamnesis atau Peringatan akan Kristus”, “Epiklesis atau Seruan kepada Roh”, “Persekutuan Orang Beriman”, “Perjamuan Kerajaan Sorga”. [27] Melalui Ekaristi, umat juga memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan serta dapat mempersembahkannya bagi mereka yang telah meninggal.
Menurut KGK 1412, konsekrasi dilakukan oleh imam dalam perayaan Ekaristi (Misa Kudus) dengan mengucapkan kata-kata “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu…. Inilah piala darah-Ku….”[27] Konsekrasi diucapkan dalam Doa Syukur Agung, di mana saat itu seorang pastor (imam) — melalui imamatnya — bertindak selaku Kristus sendiri (in persona Christi). Pastor, atau pelayan lain, kemudian akan memberikan hosti yang telah dikonsekrir kepada komunikan (penerima komuni) sambil mengatakan “Tubuh Kritus”, suatu pernyataan bahwa Tubuh Kristus yang sebenarnya dan nyata sedang akan diberikan; lalu komunikan menjawab “Amin” sebagai tanda persetujuan dan imannya. Ritus Bizantium adalah yang paling banyak digunakan di kalangan Gereja-Gereja Timur, dan perayaan Ekaristi-nya dikenal dengan nama Liturgi Suci. [34] Sebagian Gereja Protestan lebih menekankan Perjamuan Kudus sebagai peringatan akan kematian dan pengorbanan Yesus bagi umat manusia.
Ada suatu gerakan resmi dalam jemaat Lutheran yang merayakan Perjamuan Kudus mingguan, menggunakan ritus formal yang sangat mirip dengan Katolik Roma dan High Anglican; namun secara historis jemaat Lutheran umumnya merayakan Perjamuan Kudus secara bulanan atau kuartalan.
Menurut pandangan Calvinis, sesuai dengan Pengakuan Iman Westminster, roti dan anggur menjadi sarana bagi orang-orang percaya untuk mengalami persekutuan nyata dengan Kristus dalam wafat-Nya; Tubuh dan Darah Kristus hadir dengan iman mereka yang mempercayainya, sebagaimana roti dan anggur benar-benar hadir dalam panca indera mereka, tetapi kehadiran tersebut bersifat “rohani”, yang mana merupakan karya Roh Kudus. Istilah “komuni tertutup” digunakan untuk merujuk pada praktik membatasi penerimaan roti dan anggur Ekaristi atau Perjamuan Kudus hanya kepada umat yang berada dalam persekutuan penuh dengan suatu gereja partikular, denominasi, jemaat, atau aliran. Sementara istilah “komuni terbuka” adalah sebaliknya, yakni memperbolehkan semua umat Kristen yang telah dibaptis untuk menerima roti dan anggur Perjamuan.
Bahkan Gereja Katolik juga mengizinkan penerimaan komuni oleh jemaat Kristen lainnya jika ada bahaya kematian atau menurut penilaian uskup diosesan ada keperluan berat lain yang mendesak; dengan syarat ia memintanya dengan sukarela, memperlihatkan iman Katolik sehubungan dengan sakramen ini (terutama kepercayaan bahwa Tubuh dan Darah Kristus yang sebenarnya yang akan diterimanya), dan dalam keadaan layak. Sementara kebanyakan denominasi Protestan, termasuk juga Anglikan, menerapkan penerimaan komuni terbuka di mana beberapa mensyaratkan bahwa penerimanya haruslah bagian dari gereja yang menjadi mitranya atau cukup sudah dibaptis saja. Roti tersebut dikenal dengan istilah “Prosphora”, atau prósphoron (bahasa Yunani: πρόσφορον), dan terbuat dari: tepung terigu putih, ragi, garam, air.
Sementara di berbagai denominasi Protestan terdapat beragam variasi penggunaan roti untuk Perjamuan Kudus, baik yang menggunakan ragi maupun tidak.
Perjamuan Kudus dalam teologi Kalvinis
Di dalam teologi Kalvinis, Perjamuan Kudus atau Ekaristi adalah sakramen yang mengasupi umat Kristen secara rohani dan meneguhkan persatuan mereka dengan Kristus. Mereka juga tidak membenarkan ajaran Martin Luther maupun aliran Lutheran bahwa tubuh Kristus secara jasmani disantap dengan mulut dalam sakramen Perjamuan Kudus. Para teolog Kalvinis ortodoks kemudian hari melanggengkan pandangan-pandangan yang mirip dengan ajaran Yohanes Kalvin dan Hulderikus Zwingli. Kristus dipercaya hadir di dalam Ekaristi, tetapi ada beragam pendapat mengenai bagaimana kehadiran tersebut terlaksana.
Agustinus percaya bahwa Ekaristi adalah laku-santap rohani yang memungkinkan umat Kristen menjadi bagian dari tubuh Kristus. Pada abad ke-9, Rabanus Maurus dan Ratramnus juga membela pandangan Agustinus tentang kehadiran nyata yang bersifat nonmetabolis. Martin Luther berpendirian bahwa perkataan yang diucapkan Kristus pada malam penetapan sakramen Ekaristi, yakni kalimat “inilah tubuhku”, dapat dimaknai secara harfiah. Yohanes Kalvin mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus meneguhkan janji-janji yang disampaikan kepada umat Kristen lewat pemberitaan Injil. Pada abad ke-19, doktrin Perjamuan Kudus menjadi pokok kontroversi di antara John Williamson Nevin dan Charles Hodge, dua orang teolog Kalvinis Amerika. John Nevin, yang dipengaruhi teolog Lutheran Jerman, Isaak August Dorner, mengemukakan di dalam tulisannya bahwa melalui Perjamuan Kudus, umat Kristen secara mistis dipersatukan dengan pribadi Kristus yang seutuhnya, dan bahwa persatuan ini terjadi melalui tubuh Kristus. Para kongregasionalis Kalvinis abad ke-19 yang mengikuti ajaran teologi New England pada umumnya menganut pandangan memorialisme simbolis tentang Perjamuan Kudus. Makan tubuh dan minum darah Kristus di dalam sakramen Perjamuan Kudus dipercaya menguatkan umat Kristen secara rohani.
Orang-orang percaya sudah mengimani bahwa mereka bersatu dengan Kristus, tetapi Perjamuan Kudus berguna memperdalam dan memperkuat persatuan itu. Perjamuan Kudus mengimbau umat Kristen untuk mengasihi dan taat kepada Kristus, serta hidup berdampingan dengan rukun.
Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis sebaliknya mengajarkan bahwa tubuh Kristus hanya diterima, bukan dipersembahkan kembali kepada Allah sebagai korban. Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis kadang-kadang memang menyebut Perjamuan Kudus sebagai korban pengucapan syukur atas anugerah pendamaian yang sudah diterima.
Berbeda dari aliran Lutheran, pengakuan-pengakuan iman Kalvinis tidak mengajarkan bahwa orang-orang yang mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus secara jasmani makan tubuh dan minum darah Kristus dengan mulut mereka (bahasa Latin: manducatio oralis). Tubuh dan darah Kristus tetap merupakan unsur-unsur jasmani, tetapi disampaikan secara rohani kepada orang-orang yang mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus.
6 Makna Perjamuan Kudus Bagi Umat Protestan
Sakramen ini memiliki makna yang sama dengan ekaristi dalam agama Katolik. Perjamuan kudus merupakan sakramen yang sakral, sehingga tidak setiap orang dapat merayakannya.
Apabila seseorang telah dibabtis, itu tandanya dia percaya dan menerima Kristus dalam kehidupannya.
Sehingga ia boleh ikut ambil bagian dalam perjamuan kudus, karena perjamuan kudus adalah sakramen yang dilakukan untuk mengingat pengorbanan Yesus Kristus dalam menyelamatkan umat manusia. Berbeda dengan Katolik dimana perayaan sakramen ekaristi dilaksanakan setiap hari minggu, pada agama Protestan perjamuan kudus dilakukan pada hari-hari tertentu, misalnya satu kali di awal bulan atau di akhir bulan saja. Sehingga apabila kita percaya bahwa roti dan anggur tersebut adalah tubuh dan darah Yesus, maka kita akan mendapat buah penebusan yang dilakukan oleh-Nya, yaitu keselamatan.
Mungkin tanpa perjamuan kudus, kita juga akan tetap mengingat Tuhan Yesus. Ada beberapa kemungkinan mengenai apa yang dimaksud dengan “cara yang tidak layak.” Bisa jadi itu karena kita merayakan perjamuan kudus hanya untuk formalitas dan tidak memaknai dengan sungguh-sungguh roti dan anggur.
Namun, seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa roti dan anggur tersebut bukanlah makanan biasa. Yesus telah menunjukkan cinta-Nya dengan mengorbankan diri-Nya sendiri, lalu apalagi yang perlu kita cari? Terkadang, karena manusia merasa tidak dikasihi, ia berusaha mencari kebahagiaan dan kekosongan hatinya dengan cara yang salah. Nah, ini merupakan salah satu kewajiban kita sebagai orang yang percaya.
Sebagai orang Kristen kita diutus untuk menjadi garam dan terang dunia. Coba saja bayangkan, apakah lampu motor akan kelihatan sinarnya di siang hari?
Tapi kalian tahu bahwa cahaya lilin kecil pun akan sangat berarti di malam hari. Karena isi kepala orang berbeda-beda dan sejak kecil mereka telah ditanamkan dengan kebenaran masing-masing.
Dan seiring dengan pemahaman terhadap diri sendiri, kita jadi lebih mampu menghargai hidup kita dan meresapi perjamuan yang memiliki makna yang sangat besar, yaitu mengingatkan akan keselamatan. Adanya peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus menyatakan bahwa Dia telah mengalahkan maut.
Mungkin saat ini kita memiliki beban berat dan memiliki banyak pergumulan hidup, tetapi Yesus sekali lagi berjanji bahwa Dia akan datang untuk kali kedua dan menjemput kita ke sorga, ke tempat yang telah disediakan-Nya. Percayalah bahwa kesulitan berlalu dan sesuatu yang indah akan datang pada waktunya.
Apa makna sakramen perjamuan kudusū
Menurut beberapa kitab Perjanjian Baru, Ekaristi dilembagakan oleh Yesus Kristus saat Perjamuan Malam Terakhir.
Perjamuan Kudus – Bahasa Indonesia
Bagaimanakah saya menerima Perjamuan Kudus dengan Yesus Kristus? 1:10) Ini berarti menjaga agar hidup kita bebas dari “ragi” dosa, murni seperti Perjamuan Kudus (1Kor. Terakhir, Anda dapat bersekutu dalam Kristus dengan jemaat-jemaat yang lain. Secara berkala kita bergabung bersama-sama dalam ibadah dan persekutuan – untuk saling menguatkan dalam perjalanan iman kita, dan memperoleh istirahat dari segala beban dunia.
Be First to Comment