Press "Enter" to skip to content

Apa Forma Sakramen Tobat

Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik. NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja. Suzy Muliani Sistem katekese – Iman yang mencari pengertian Terobosan terbaru dalam dunia Katekis 5 Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Missourini Harianto Ide yang sangat baik dan jika berjalan dengan lancar akan banyak memberi “sinar” baru dalam dunia Katolik.. Salut n bangga u/Pak Stefanus Tay n Ibu Ingrid Tay.

Sistem katekese digital ini sangat membantu umat yg sulit membagi waktunya tp ingin belajar n mencari tau ttg pengajaran dalam gereja katolik.

NB : Usul : Doa St. Aquinas dibagikan spy bisa dibawa2 n didoakan dg mudah kpn saja.

Sakramen Tobat (Gereja Katolik)

Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa. Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama.

Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain.

Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka. Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). [1] Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi). Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: “… Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu …”. Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental –yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam. Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus “melakukan silih”, atau biasa disebut penitensi.

Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa

[6] Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan absolusi secara sah. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal –misalnya pada masa Pra-Paskah dan masa Adven. Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun. [8] Perintah kedua dari “Lima perintah Gereja” juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat dianjurkan oleh Gereja. Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari suatu Pengakuan Dosa.

Sakramen Pengakuan Dosa

Dosa dilakukan secara sadar, dengan sengaja (diinginkan), dan dalam keadaan bebas, akan berakibat merugikan orang lain dan drinya sendiri serta merusak hubungan dengan Tuhan. Akibat dosa, manusia kehilangan rahmat Allah yang pernah ia terima dalam sakramen baptis.

Jika seseorang bertobat maka, ia pun berdamai kembali dengan Allah, Gereja, dan sesama. (Pada waktu Imam memberikan absolusi, Anda harus membuat tanda salib, mengucapkan kata terima kasih, lalu keluar dari kamar pengakuan.

Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Tuhan, Kita berkumpul di sini untuk bersama-sama melaksanakan Ibadat Tobat dalam rangka mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Tobat secara pribadi menjelang……….. Saudara-saudari terkasih dalam Kristus Yesus, sampai sekarang ini sering menjadi persoalan dikalangan umat adalah mengapa harus ada penerimaan Sakramen Tobat secara pribadi (kita kenal dengan istilah pengakuan dosa) dihadapan Imam.

Yesus sendiri bersabda, “Akan ada sukacita besar di Surga karena satu orang berdosa yang bertobat.” (Luk 15:7). Perdamaian ini merupakan peristiwa suka-cita yang membawa penyegaran dan hidup baru, karena itu Allah sendiri mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya (2 Kor 5:18).

Selain itu, menerima Sakramen Tobat dihadapan Imam adalah merupakan salah satu kebiasaan atau tradisi kita orang Katolik. Penerimaaan Sakramen Tobat pribadi menjadi suatu kebiasaan atau tradisi karena dalam perjalanan sejarahnya, tradisi Sakramen Tobat ini telah mampu melestarikan, menopang, meneguhkan, membentuk dan membangun kehidupan dan kesatuan umat. Sekarang, banyak orang mulai meragukan pengakuan dihadapan Imam, justru kita ditantang untuk mengamalkan, menyegarkan, dan kemudian mewariskan tradisi penerimaan Sakramen Tobat pribadi ini kepada generasi yang akan datang. Pemeriksaan batin adalah langkah awal untuk menuju ke pertobatan karena lewat pemeriksaan batin ini kita dibantu untuk jujur dihadapan Allah, menyadari dan mengakui kekurangan yang tidak dapat kita tutupi.

Pemeriksaan batin dapat membantu kita semakin sadar akan kebaikan Allah dan membangkitkan penyesalan yang tulus atas dosa. Karena iman kita mengerti bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah (Ibr 11:1-3)

Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam kehidupan jemaat dikomunitasku dan di Paroki ku?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh terlibat dalam masyarakat untuk menjadi garam dan terang dunia?—-hening sejenak—

Sungguhkah aku menomorsatukan Allah dengan sungguh menjaga dan memelihara hidup doa harianku baik secara pribadi maupun dalam kebersamaan didalam keluarga?—-hening sejenak— Bagaimana dengan tanggung jawabku atas perintah utama Yesus yakni kasih terhadap sesama?

Yesus mengajarkan bahwa kelak Ia akan kembali sebagai Raja dan Hakim untuk semua insan. Pada waktu itu yang menjadi syarat kita dapat diterima oleh Yesus dalam hidup abadi adalah karya amal kasih.

Bagaimana dengan perintah utama Yesus yakni kasih terhadap pasangan hidup kita? Allah menyatukan ikatan cinta mereka dalam sakramen perkawinan yang Kudus. Sehingga dalam satu keluarga tercipta hubungan kasih yang harmonis dan saling menghormati. Sungguhkah aku mengasihi suami atau istriku dengan segenap cinta dan pergorbanan yang tulus?—-hening sejenak—

Sungguhkah aku tetap menjaga ikatan cinta yang terjalin dalam kehidupan berumahtangga selama ini?—-hening sejenak— Sungguhkah aku mengasihi dan menyayangi suami atau istriku dengan tidak menyakiti perasaannya, tidak mengeluarkan kata-kata makian, dan menyelesaikan masalah rumah tangga dengan kepala dingin atau malah lari meninggalkan rumah untuk duduk di warung atau ngobrol di rumah tetangga,?—-hening sejenak— Sungguhkah aku menjadikan keluargaku menjadi keluarga yang kudus dengan menyediakan waktu untuk bersama membaca Kitab Suci, berdoa bersama dengan rutin, doa rosario secara berkala, berkumpul dalam doa komunitas, dan menghadiri misa disetiap minggunya?—-hening sejenak— Bagaimana tanggung-jawab ku dengan perintah utama Yesus untuk tidak menghalangi mereka mendatangi-Nya?

Sungguhkah aku mengajarkan kepada anak-anakku tentang Allah pencipta alam semesta dan segala kebaikan yang ada pada-Nya?—-hening sejenak– Sungguhkah aku mau menjadi anak yang berbakti dengan menaati perintah orangtuaku?—-hening sejenak—

Sungguhkah aku mau jadi anak yang pintar dengan menyelesaikan tugas-tugasku disekolah?—-hening sejenak— F : Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus, saat ini Allah Yang Mahakasih dengan tangan terbuka menunggu pertobatan kita. Allah Bapa Yang Maharahim, Engkau tidak menghendaki kematian orang berdosa. Terimakasih ya Allah, atas pengampunan yang Kau berikan kepada kami. Semoga sukacita pengampunan ini mendorong kami selalu hidup rukun dan damai dengan seluruh umat-Mu.

SAKRAMEN TOBAT

Untuk mencapai persekutuan dengan Allah, umat manusia tidak pernah terlepas dari dosa. [1] Dosa mengakibatkan sulitnya membangun kehidupan bersama dengan Allah dari pihak kita (manusia). Tulisan yang sederhana ini akan mencoba memaparkan bagaimana sakramen tobat itu harus dilakukan dan dilaksanakan. Sakramen-sakramen dalam Gereja dimaksudkan untuk menguduskan manusia, membangun Tubuh Kristus dan akhirnya mempersembahkan ibadat kepada Allah (SC.

Kalau seluruh bangsa ingin kembali damai dan sejahtera, mereka harus bertobat. Pertobatan itu bisa merupakan pertobatan yang diungkapkan dalam bentuk tanda atau pun acara kultis, seperti berkumpul untuk mengaku dosa (Ezr 9:13; Neh 9:36-37), berpuasa (Neh 9:1; Yl 1:14), mengenakan kain kabung (Neh 9:1; Yl 1:13), duduk di atas abu atau menaburkan abu di kepala (Yer 6:26; Yun 3:6), dan menyampaikan korban bakaran (Im 16:1-19).

Perjanjian Lama menekankan bahwa cakupan pertobatan melebihi duka-cita penyesalan dan perubahan tingkah laku lahiriah. [5] Pertobatan batin ini harus juga berdampak sosial, “Bukan Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes 58:6-7).

Allah menganugerahkan hati yang murni dan baru sehingga orang mau bertobat (bdk. Ada dua istilah yang dipakai oleh Perjanjian Baru berkaitan dengan pertobatan, yakni metanoia dan epistrefô. Kata metanoia muncul dalam Perjanjian Baru kira-kira 58 kali dan selalu diterjemahkan “bertobat”, kecuali Luk 17:3 (‘menyesal’) dan Ibr 12:17 (‘memperbaiki kesalahan’, yang lebih merupakan tafsiran ketimbang terjemahan). Arti asasi kata metanoia adalah perubahan hati, yakni pertobatan nyata dalam pikiran, sikap, dan pandangan.

Dalam arti harafiah kata ini diterjemahkan ‘kembali’ atau ‘berpaling’ (Mat 10:13; 24:18; Kis 16:18; Why 1:12). Jadi epistrefô menunjuk kepada tindakan ‘putar balik’ atau ‘pertobatan’ kepada Allah, unsur yang sangat menentukan dan dengan itu orang berdosa masuk ke dalam eskatologis Kerajaan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus dan menerima pengampunan dosa.

Tindakan ini menjamin perolehan keselamatan yang dibawa oleh Kristus, dan sifatnya adalah sekali untuk selamanya.

Sejak awal karya publik-Nya, Yesus mewartakan perlunya pertobatan untuk menyambut kedatangan Kerajaan Allah, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” (Mrk 1:15).

Bagi Diri-Nya sendiri Yesus menuntut hak dan wewenang untuk mengampuni dosa (Mrk 2:10), dan sebelum meninggalkan para Rasul, kepada mereka pun Ia berkata, “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:23). Dari kesaksian Surat Klemens (tahun 93-97) diungkapkan model pertobatan dengan pengakuan dosa.

Tobat publik ini diperuntukkan bagi warga Gereja yang melakukan dosa berat dan dilaksanakan sekali saja seumur hidup. Praktik yang berat dari tobat publik (sekali saja seumur hidup) membuat orang cenderung menghindarinya dan baru menerimanya menjelang datangnya ajal. Pada abad XIII, tobat pribadi diterima dan diajarkan dengan resmi oleh Gereja melalui Konsili Lateran IV (1215). Pokok yang didiskusikan adalah kuasa imam untuk memberikan absolusi atau pelepasan dari dosa. – Pengakuan sakramental di hadapan imam sesuai dengan perintah Kristus dan ditetapkan oleh hukum ilahi – Menurut hukum Ilahi, pengakuan pribadi atas dosa berat adalah keharusan

– Hanya imam, juga kalau ia berdosa berat, yang mempunyai kuasa untuk mengikat dan melepaskan dosa. Hubungan antara Sakramen Tobat dengan Gereja juga ditekankan oleh konsili (LG 11). Yang harus dilakukan oleh pentobat dalam Sakramen Tobat ada dua hal, yakni pengakuan dan penitensi (denda); hendaknya ia juga menyatakan tobatnya dengan laku tapa dan mati raga sukarela.

Atas kehendak Konsili Vatikan II, disusunlah buku perayaan Sakramen Tobat yang baru, ”Ordo Penitentiae” (1973). Dalam pedoman umum ini ditampakkan dimensi ekklesial dan perayaan dari sakramen Tobat. Ritus ini merupakan pembaruan dari cara pengakuan pribadi tradisional (Konsili Trente).

Si peniten diminta untuk menyatakan rasa sedih dan sesal seraya mengucapkan salah satu rumus yang tersedia (doa tobat); kemudian bapa pengakuan memberi absolusi. Ritus ditutup dengan ucapan terima kasih dan pengutusan si peniten.

Skema ringkas: Pemeriksaan batin, Tanda salib dan salam imam, Liturgi Sabda, Pengakuan dosa, Nasihat, Doa tobat (doa oleh si peniten), Absolusi, Ucapan syukur, dan Perutusan.

4.2 Ritus Rekonsiliasi untuk Beberapa Peniten dengan Pengakuan dan Absolusi Perorangan

Ritus ini merupakan cara baru yang mengajak peniten untuk melakukan persiapan bersama, namun kemudian dapat diteruskan dengan pengakuan pribadi. Ritus ini baru berlaku untuk saat-saat khusus yang tidak lazim atau keadaan memaksa, dan diselenggarakan dengan seizin uskup setempat (kan. 961 § 1).

Dalam Gereja katolik, hanya imam yang diberi wewenang untuk melayankan Sakramen Tobat. Juga dimiliki oleh Pemimpin tarekat religius atau serikat hidup kerasulan jika tarekat itu bersifat klerikal tingkat kepausan, yang menurut norma konstitusi memiliki kuasa kepemimpinan eksekutif, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 630 § 4 ( kan. 968 § 2 ).

Ordinaris wilayah berwenang memberikan kewenangan untuk mendengar pengakuan umat beriman manapun kepada imam-imam siapa pun; akan tetapi para imam yang menjadi anggota tarekat-tarekat religius jangan menggunakan kewenangan itu tanpa izin dari pemimpinnya ( kan. 969 ). Pembimbing novis serta pembantunya, rektor seminari atau lembaga pendidikan lain hendaknya jangan mendengar pengakuan para siswa yang berdiam dalam rumah yang sama bersamanya, kecuali jika para siswa itu dari kehendaknya sendiri memintanya dalam kasus-kasus khusus. Nasihat yang diberikan oleh mereka hendaknya bersifat membebaskan dan memulihkan si peniten. Seorang imam yang melayankan sakramen tobat tidak boleh membocorkan rahasia pengakuan dosa (kan. 983). Siap menerima kapan pun bila ada yang mau mengaku dosa dan terikat mendengarkan pengakuan. Dapat juga menolak atau menunda memberikan absolusi jika peniten belum layak menerimanya.

Jika salah dalam hal memberikan nasihat kepada peniten, ia harus meralat kesalahannya menyangkut keabsahan sakramental.

Jika umat ingin bertobat maka ia wajib mengakukan dosa berat dan ringan dengan dasar rasa sesal-tobat yang sungguh. Materi: Dalam Sakramen Tobat umat beriman mengakukan, menyesal atas dosa-dosanya serta berniat untuk memperbaiki diri. Forma: Saat simbolis terpenting adalah ketika imam menumpangkan tangan di atas kepala paniten selama mengucapkan formula absolusi:

“Allah Bapa yang Mahamurah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya dalam wafat dan kebangkitan Putra-Nya. Secara khusus masa pra-paskah adalah saat yang baik untuk mengajak umat merayakan sakramen ini, atau sering mengikuti ibadat/kebaktian tobat.

Namun, karena kelemahan dan kerapuhan manusia hidup baru itu dicederai oleh dosa (bdk.

Rekonsiliasi dapat dikatakan sebagai penataan ulang relasi yang putus dengan Allah, Gereja, dan seluruh ciptaan karena ulah dosa. [26] Tawaran rekonsiliasi ini datang dari Allah yang mengutus Putera-Nya untuk mendamaikan dan menebus seluruh dosa umat manusia. Aksioma rekonsiliasi ini adalah kurban Kristus dalam peristiwa Paskah (sengsara, wafat, dan bangkit).

Hal ini jelas dikatakan dalam rumusan absolusi bahwa “Allah Bapa yang berbelas kasih telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya lewat wafat dan kebangkitan Putra-Nya.” Jadi, dalam Kristus relasi kita dengan Allah dipulihkan, didamaikan. Melalui Sakramen Baptis, umat menanggapi tawaran Allah itu dengan iman dan tobat.

Dengan iman dan pertobatan umat diharapkan sungguh menjadi manusia baru dalam cinta kasih Allah.

[29] Gereja yang dimaksud adalah semua orang yang berkat Sakramen Baptis menjadi umat kudus Allah; di mana di dalamnya umat dilahirkan kembali menjdi satu saudara hidup bukan dari daging melainkan dari air dan Roh. [30] Dalam hal ini Rasul Paulus menggambarkan Gereja sebagai satu tubuh dengan fungsi masing-masing (1 Kor 12;12-31). Demikian halnya dengan seorang yang berdosa, Gereja sebagai satu tubuh ikut menderita.

Oleh karena itu, lewat Sakramen Rekonsiliasi terjadilah pendamaian dengan seluruh warga Gereja. Rekonsiliasi dimengerti sebagai suatu pemulihan kembali hubungan manusia dengan semua makhluk dan alam lingkungan sehingga apa yang terjadi sebagai kejahatan di masa lampau tidak akan terjadi di masa mendatang. [32] Perbuatan dosa tentu melukai kehidupan bersama kita dengan Allah dan sesama terutama juga seluruh Gereja. Hal ini menyebabkan manusia memandang semua makhluk dan alam ciptaan berguna sejauh menguntungkan.

Segala kekayaan alam didekati sebagai sumber keuntungan melulu, yang dimanfaatkan tanpa batas. Maka, pertobatan manusia mestinya juga berdampak kepada pembangunan kembali alam lingkungan.

[38] Sakramen Rekonsiliasi menganugerahkan Roh Kudus sebagai pengampunan dosa dan kekuatan untuk pembaharuan hidup. Pembaharuan hidup dalam Roh mengingatkan kita pada nilai-nilai dasar injili yang intinya menyangkut seluruh Yesus Kristus juga. Pengampunan yang dari Allah melalui sakramen rekonsiliasi selalu bersamaan dengan pilihan dasar orang-orang Kristiani pada pembaharuan hidup. Sebagaimana Allah terus memberi pengampunan demikian seharusnya manusia terus-menerus membaharui hidup melalui pertobatan.

Indulgensi berasal dari bahasa Latin Indulgentia yang secara harfiah berarti kemurahan. Indulgensi ini merupakan kemurahan dari Allah yang dianugerahkan kepada seseorang melalui Gereja.

[42] Kan. 992 merumuskan indulgensi ini demikian “indulgensi adalah penghapusan di hadapan Allah hukuman-hukuman sementara dosa-dosa yang kesalahannya sudah dilebur, yang diperoleh orang beriman kristiani yang berdisposisi baik serta memenuhi syarat-syarat tertentu, diperoleh dengan pertolongan Gereja sebagai pelayan keselamatan, berkuasa membebaskan dan mengeterapkan harta pemulihan kristus dan para kudus.” Ini berarti pada waktu kita mendapatkan indulgensi dan kemudian berdosa lagi, maka kita juga perlu untuk mendapatkan indulgensi lagi untuk menghapuskan siksa dosa temporal.

3) Warga beriman Kristen: dalam hal ini adalah umat yang telah dibaptis. Namun Gereja memberikan kesempatan yang begitu banyak, sehingga umat beriman dapat menarik manfaatnya dari berkat ini.

Dan Gereja juga memberikan persyaratan yang jelas tentang bagaimana untuk memperoleh indulgensi. 6) Sebagian atau seluruhnya: Lama dari siksa dosa sementara di purgatorium tidak dapat ditentukan jangka waktunya.

Gereja Katolik hanya memberikan indulgensi kepada umat sebagian atau seluruhnya, di mana sebagian berarti mengurangi waktu yang harus dijalankan di purgatorium, sedangkan seluruhnya berarti dibebaskan dari purgatorium. Agar seseorang dapat memperoleh indulgensi haruslah ia sudah dibaptis, tidak di ekskomunikasi, dalam keadaan rahmat sekurang-kurangnya pada akhir perbuatan-perbuatan yang diperintahkan dan hendaknya bermaksud memperoleh dan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan (kan. 996). [2] E. Martasudjita, Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm.

[23] Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh Herman Embuiru (Ende: Arnoldus, 1995), nomor 1420. [24] Dosa adalah setiap pikiran, kata-kata, dan tindakan yang menolak Allah. Dalam Perjanjian Lama, dosa dikenal sejak kejatuhan manusia pertama yakni Adam dan Hawa.

[Lihat O’Collins-Gerald-Farrugia, Edward G. Kamus Teologi (Judul asli: A Concise Dictionary of Theology), diterjemahkan oleh I. Suharyo (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm.59-60.] Lewat sakramen ini umat diampuni dan diperdamaikan kembali dengan Allah.

[40] J. Waskito, Terpanggil untuk Menjadi Kudus (Medan: Bina Media Perintis, 2005), hlm.

AGAMA 8 – SAKRAMEN TOBAT

Orang perlu menyadari dosanya agar bisa menerima rahmat pengampunan dari Tuhan Peniten (orang yang mengaku dosa) datang kepada Imam/Uskup sebagai pelayan biasa sakramen ini Imam/Uskup hanyalah pengantara rahmat pengampunan, bukan yang mengampuni dosa si peniten

Dosa harus disebutkan secara lisan, bukan dalam hati, sebagai ungkapan kesungguhan.

Penitensi bisa berupa berdoa atau perbuatan (mis: meminta maaf pada orang yang kita sakiti/musuhi) Anggota yang dikenai ekskomunikasi dilarang mengikuti komuni sampai ia bersedia menunjukkan penyesalan dengan cara bertobat.

Namun mereka masih tetap boleh (bahkan dianjurkan) datang ke Misa Kudus seperti biasa.

Forma dan materia 7 Sakramen Gereja Katolik

Video yang berhubungan Forma dalam Sakramen Penguatan adalah perkataan dari pelayan sakramen: “ … Semoga dimeterai oleh karunia Roh Kudus.”[1] Dengan pengurapan di dahi dengan minyak krisma dengan bentuk salib, artinya: 1) penerima Penguatan harus selalu siap mengakui imannya akan Kristus—Juruselamat kita yang disalibkan—secara terbuka; 2) penerima Penguatan harus siap melaksanakan ajaran imannya tanpa takut. Ekaristi juga menjadi tindakan penyembahan yang paling istimewa oleh umat beriman kepada Allah. Materi dan Forma Sakramen Ekaristi:- Materi: Roti dan Anggur- Forma: “Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu, perbuatlah ini menjadi kenangan akan Aku” & “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagumu. Tanda adalah objek, kata, atau isyarat yang menunjukan sesuatu diluar dari dirinya sendiri. Kristus melembagakan tujuh sakramen sebagai cara dimana Dia dapat hadir ditengah-tengah umat-Nya, bahkan setelah kenaikan-Nya ke surga Orang-orang yang menerima Sakramen sebenarnya berbagi kehidupan ilahi dengan Allah atau Kristus itu sendiri.

Sakramen sendiri merupakan kata serapan dari bahasa latin, sacramentum, yang berarti menjadikan suci. Di perjanjian Baru, Yesus melakukan banyak sekali peristiwa yang menjadi pralambang Sakramen Baptis ini. Baca Juga: Misalnya, dalam PL [perjanjian lama] tanda keselamatan dengan air mencapai puncaknya saat Yosua mengantar bangsa-bangsa Israel ke Sungai Yordan, tanpa membasuh kaki-Nya dan kemudian masuk ke Tanah Perjanjian. [Kisah Para Rasul, 10:38] Pengurapan Yesus ini jadi tanda permulaan pelayanan-Nya ditengah-tengah manusia. Sejak itu, Yesus mulai tampil dalam peranannya sebagai Anak Allah yang menyandang tiga gelar yakni Imam, Nabi dan Raja (bdk. Dengan demikian, setiap orang yang sudah dibaptis, lalu melakukan dosa kembali, maka perlu bertobat atau menerima sakramen tobat.

Dan pada akhirnya, hal ini kembali mengingatkan Yesus akan pelayanan-Nya yang semuanya dipusatkan untuk pengampunan dosa. Yesus sendiri telah mengakui hal itu dengan mengatakan ‘… yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” [Matius 1:21] 5. Sakramen Tahbisan atau Imamat Dalam sejarah keselamatan, umat Kristiani selalu mempunyai imam-imam sebagai perantara Allah dan umat-Nya.

Para imam ini mempersembahkan kurban untuk memulihkan dosa manusia dalam ibadah atau karya-karya lain.

Imam adalah bagian dari umat Allah, yang terpanggil untuk melanjutkan misi penyelamatan Yesus di dunia. Disamping itu juga, pemberi sakramen ini hanya boleh dilakukan oleh Uskup, sebagai wakil Paus.

Dengan kata lain, Allah telah menciptakan manusia yang didorong oleh kasih, juga memanggilnya untuk mengasihi sesamanya. Itu berarti, perkawinan dapat dipahami sebagai salah satu panggilan paling mendasar bagi manusia dan sudah menjadi bagian dari kodratnya.

Penutup Sebenarnya, ke-7 sakramen di atas dibagi dalam 3 kategori dasar yakni Inisasi, Penyembuhan dan Panggilan.

4 tahap menerima sakramen tobat​

Dengarkan Pastor memberi nasihat dan denda dosa (penitensi). Pastor memberikan pengampunan (absolusi) dalam nama Tuhan Yesus, dengan berkata: Pastor memberkati, sambil kita membuat Tanda Salib.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.