Press "Enter" to skip to content

3 Syarat Sah Sakramen

Persyaratan diserahkan paling lambat 1 [ satu ] Minggu sebelum pelaksanaan permandian, view ke sekretariat paroki pada jam kerja . Untuk anak-anak yang sekolah disekolah non katolik [ Formulir Pendaftaran dapat diambil di Sekretariat paroki pada jam kerja ] TANDA TANGAN PASTOR jika calon Peserta Komuni pertama bukan Umat Paroki Santa Monica – Serpong Kedua Orang tua harus mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Seksi Katekese

Untuk anak-anak yang sekolah disekolah non katolik dan kelompok Orang Dewasa [ Formulir Pendaftaran dapat diambil di Sekretariat paroki pada jam kerja ] Calon Sakramen Penguatan dari luar Paroki Santa Monika WAJIB minta tanda tangan persetujuan Pastor Paroki setempat [dimana Calon Sakramen Krisma de facto bertempat tinggal, mind bukan menurut KTP] pada formulir pendaftaran. Calon baptis dibawah usia 21 tahun diwajibkan melampirkan surat ijin dari orangtua. Yang sudah dibaptis secara Kristen protestan harap melampirkan surat baptis atau sidi Asli / foto copy. Tanyakanlah ke Sekretariat Paroki pada jam kerja nama dan alamat ketua lingkungan dimana Anda domisili.

Syarat Penerimaan Sakramen

Bumi Serpong Damai, Sektor 1.2, Jalan Alamanda Blok V No.1, Rawa Buntu, Tangerang, Rw.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk tanda suci (objek materi atau tindakan) yang memiliki kemiripan dengan Sakramen, lihat Sakramentali Meskipun tidak semua orang dapat menerima semua sakramen, sakramen-sakramen secara keseluruhan dipandang sebagai sarana penting bagi keselamatan umat beriman, yang menganugerahkan rahmat tertentu dari tiap sakramen tersebut, misalnya dipersatukan dengan Kristus dan Gereja, pengampunan dosa-dosa, ataupun pengkhususan (konsekrasi) untuk suatu pelayanan tertentu.

Tetapi kurang layaknya kondisi penerima untuk menerima rahmat yang dianugerahkan tersebut dapat menghalangi efektivitas sakramen itu baginya; sakramen memerlukan adanya iman meskipun kata-kata dan elemen-elemen ritualnya berdampak menyuburkan, menguatkan, dan memberi ekspresi bagi iman (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 224). Penjelasan tiap sakramen tersebut berikut ini terutama didasarkan atas Kompendium Katekismus Gereja Katolik.

Pembaptisan juga membuat penerimanya mengambil bagian dalam imamat Kristus dan merupakan landasan komuni (persekutuan) antar semua orang Kristen. Sakramen ini menandai penerimanya dengan suatu meterai rohani yang berarti orang tersebut secara permanen telah menjadi milik Kristus.

Seperti pembaptisan, penguatan hanya diterima satu kali, dan si penerima harus dalam keadaan layak (artinya bebas dari dosa-maut apapun yang diketahui dan yang belum diakui) agar dapat menerima efek sakramen tersebut. Hanya uskup atau imam yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Sakramen ini memiliki empat unsur: penyesalan si peniten (si pengaku dosa) atas dosanya (tanpa hal ini ritus rekonsiliasi akan sia-sia), pengakuan kepada seorang imam (boleh saja secara spirutual akan bermanfaat bagi seseorang untuk mengaku dosa kepada yang lain, akan tetapi hanya imam yang memiliki kuasa untuk melayankan sakramen ini), absolusi (pengampunan) oleh imam, dan penyilihan.

Pada awal abad-abad Kekristenan, unsur penyilihan ini sangat berat dan umumnya mendahului absolusi, namun sekarang ini biasanya melibatkan suatu tugas sederhana yang harus dilaksanakan oleh si peniten, untuk melakukan beberapa perbaikan dan sebagai suatu sarana pengobatan untuk menghadapi pencobaan selanjutnya.

Baru menderita sakit ataupun makin memburuknya kondisi kesehatan membuat sakramen ini dapat diterima berkali-kali oleh seseorang. Dalam tradisi Gereja Barat, sakramen ini diberikan hanya bagi orang-orang yang berada dalam sakratul maut, sehingga dikenal pula sebagai “Pengurapan Terakhir”, yang dilayankan sebagai salah satu dari “Ritus-Ritus Terakhir”.

Pentahbisan seseorang menjadi imam mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Kepala Gereja dan Imam Agung, serta menganugerahkan baginya kuasa, sebagai asisten uskup yang bersangkutan, untuk merayakan sakramen-sakramen dan kegiatan-kegiatan liturgis lainnya, teristimewa Ekaristi. Pentahbisan seseorang menjadi diakon mengkonfigurasinya menjadi Kristus selaku Hamba semua orang, menempatkan dia pada tugas pelayanan uskup yang bersangkutan, khususnya pada kegiatan Gereja dalam mengamalkan cinta-kasih Kristiani terhadap kaum papa dan dalam memberitakan firman Allah. Sakramen-sakramen juga invalid jika materia atau forma-nya kurang sesuai dengan yang seharusnya. Syarat terakhir berada di balik penilaian Tahta Suci pada tahun 1896 yang menyangkal validitas imamat Anglikan.

Adapun masing-masing Gereja Katolik Ritus Timur, setelah memenuhi syarat-syarat tertentu termasuk berkonsultasi dengan (namun tidak harus memperoleh persetujuan dari) Tahta Suci, dapat menetapkan halangan-halangan (Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, kanon 792). Syarat-syarat bagi validitas pernikahan seperti cukup umur (kanon 1095) serta bebas dari paksaan (kanon 1103), dan syarat-syarat bahwa, normalnya, mengikat janji pernikahan dilakukan di hadapan pejabat Gereja lokal atau imam paroki atau diakon yang mewakili mereka, dan di hadapan dua orang saksi (kanon 1108), tidaklah digolongkan dalam Hukum Kanonik sebagai halangan, tetapi sama saja efeknya.

Ada tiga sakramen yang tidak boleh diulangi: Pembaptisan, Penguatan dan Imamat: efeknya bersifat permanen. Akan tetapi, jika ada keraguan mengenai validitas dari pelayanan satu atau lebih sakramen-sakramen tersebut, maka dapat digunakan suatu formula kondisional pemberian sakramen misalnya: “Jika engkau belum dibaptis, aku membaptis engkau …”

5 Syarat Menerima Sakramen Krisma Dalam Ibadah Katolik

Saat pelaksaan Sakramen Krisma dilakukan penumpangan tangan yang disertai juga dengan pengurapan minyak suci (biasanya) oleh Uskup. Seperti telah disebutkan sebelumnya, penerimaan Sakramen Krisma menyempurnakan inisiasi, dan melengkapi rahmat pembabtisan.

Seseorang yang telah menerima Sakramen Krisma dituntut untuk memiliki tanggung jawab iman, oleh sebab itu ia harus berada dalam usia yang cukup dewasa untuk dapat mempertanggungjawabkan serta mengembangkan kedewasaan imannya. Seseorang yang telah dewasa secara rohani akan dapat menghayati arti sakramen babtis yang telah diterimanya, serta bertindak menurut dorongan Roh Kudus, bukan hanya menuruti keinginan pribadi.

Untuk dapat menerima sakramen Krisma, seseorang harus berada dalam kondisi rahmat, memiliki sikap hati yang bersih, tidak melakukan dosa berat sebelumnya.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.